Positif Corona, 33 Wartawan Di Jawa Timur dan Ratusan Dokter Meninggal Dunia
SURABAYA – Awak media menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terpapar virus corona ditengah pandemi yang tengah berlangsung selama ini disamping tenaga medis.
Apalagi, profesi wartawan juga berada di garda depan unyuk melaporkan kejadian-kejadian terkait covid-19. Tidak sedikit wartawan yang terpapar covid-19 bahkan hingga banyak di antara mereka yang meninggal dunia.
Di Jawa Timur, sedikitnya tercatat ada 33 wartawan yang meninggal dunia akibat Covid-19 ini. Mereka adalah wartawan yang masih aktif di lapangan maupun yang sudah tidak aktif. Jumlah ini akan terus bertambah, mengingat masih ada wartawan di daerah yang belum terlaporkan.
Adapun wartawan yang sembuh dari Covid-19 tercatat ada 15 orang. Jumlah inipun akan bertambah karena belum semua wartawan yang isolasi atau dirawat melaporkan.
Sejak Covid-19 menjadi pandemi di Indonesia pada Maret 2020 lalu sudah ada wartawan yang menjadi korban. Bahkan pada Sabtu, 17 Juli 2021 ada dua wartawan yang meninggal yakni Zed Abidin (mantan wartawan Surabaya Post dan majalah Tempo) dan Arif Noviantadi (mantan Jawa Pos).
Pencatatan para wartawan yang meninggal itu dilakukan oleh rekan-rekan wartawan di Jatim melalui laporan di grup Whats Apps. Di grup wartawan tersebut selalu saja muncul kabar lelayu meninggalnya para wartawan, baik yang masih aktif maupun tidak.
Karena tidak ada yang mencatat wartawan yang meninggal, anggota grup ini kemudian bersama-sama melakukan pengumpulan data.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, Ainur juga terkejut dengan jumlah yang tercatat terebut lantaran mencapai 38 orang. Dia berharap keluarga para wartawan Jatim yang meninggal akibat Covid itu diberi kekuatan dan kesabaran oleh Allah. “Sedang untuk rekan-rekan yang meninggal mudah-mudahan meninggal dalam keadaan husnul khotimah”.
Sementara itu, Sekretaris PWI Jatim, Eko Pamuji menyebut dari jumlah itu terdiri dari wartawan yang masih aktif di lapangan maupun tidak aktif lagi di lapangan.
Mengingat rentannya profesi wartawan akan terjadinya penularan Covid-19, maka Eko Pamuji berharap wartawan yang bertugas benar-benar meningkatkan kewaspadaan. “Saat ini yang paling penting adalah menjaga kesehatan diri sendiri. Disiplin mengenakan prokes adalah sebuah keharusan. Tidak bisa ditawar,” katanya.
Ditambahkannya, jika diri sendiri sudah terlindungi, maka orang lain juga otomatis terlindungi. Jadi memngenaka prokes ketat itu untuk melindungi semua. Teman-teman wartawan dalam menjalankan tugasnya juga demikian. Mereka berada di garda depan produksi informasi. Sekarang banyak peralatan yang memungkinkan mendapatkan informasi tidak melalui tatap muka. “Alat-alat digital itu sebaiknya digunakan untuk menggali informasi.”
Ainur menambahkan, di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, wartawan dalam menjalankan tugasnya memang harus disiplin menerapkan 5M, yaitu menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan.
“Banyaknya rekan yang wafat adalah realitas bahwa Covid-19 sangat berbahaya dan bisa mengancam jiwa siapa pun. Tapi saya juga berharap wartawan dan media massa terus bekerja all out memberikan informasi yang sehat dan mencerahkan tentang Covid-19 dan implikasinya kepada publik, kendati kesehatan wartawan itu sendiri dalam posisi rentan terpapar,” kata Ainur Rohim.
Berikut ini 38 wartawan Jatim yang meninggal dunia:
- Abdurrahman Ubaida (Lumajang)
- Abu Bakar Yarbo (Sidoarjo),
- Yuyung Abdi (Surabaya),
- Bondet Harjito (Sidoarjo),
- Peter A Rohi (Surabaya),
- Japrak (Surabaya),
- Budi Sugiarto (Surabaya),
- Hansen atau Hasan Sentot (Surabaya),
- Enggar Sih Marwati (Surabaya),
- Zed Abidin (Mojokerto),
- Arif Novantadi (Surabaya),
- Jamhari (Banyuwangi), Yunanto (Malang), Roy Mastur (Malang),
- Yoni Iskandar (Sidoarjo),
- Denny Abusaid (Sumenep),
- Komari (Lamongan),
- Joko Suud Sukahar (Surabaya),
- Syaiful Bahri (Pamekasan),
- Fury Afrianto (Surabaya),
- Ario Tumoro (Surabaya,
- Herry Subagyo (Surabaya),
- Totok (Surabaya),
- Puguh (Surabaya),
- Lis (Surabaya),
- Rudy Erwanto (Lamongan),
- Hari Triono ( Surabaya),
- Bakhtiyar Utomo (Surabaya),
- Diece (Surabaya),
- Sulistiawan (Pasuruan),
- Suwondo (Bojonegoro),
- Bambang PS (Surabaya),
- Dicky Subagyo (Surabaya),
- Bambang (Pamekasan)
- Herman Basuki (Sumenep).
- Lima lainnya belum berhasil didata
Tak hanya dari kalangan awak media, dari kalangan tenaga kesehatan, korban meninggal dunia akibat terpapar virus corona selama pandemi terjadi semakin banyak jumlahnya.
Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Mahesa Paranadipa mengungkapkan sebanyak 545 orang dokter di Indonesia meninggal dunia hingga 17 Juli 2021.
“Kalau melihat data kematian dokter saja sebaran per bulan, untuk bulan Juli ini angkanya sudah melebihi 100 persen dari jumlah kematian bulan Juni lalu. Total kematian dokter saat ini 545 sejawat dokter (per 17 Juli 2021),” ungkap Mahesa dalam Diskusi Media via daring, Minggu (18/07/2021).
Dari angka ini berdasarkan wilayah, dokter di wilayah Jawa Timur yang menempati posisi tertinggi dengan total 110 orang, DKI Jakarta (83), Jawa Tengah (81), Jawa Barat (76) dan Sumatera Utara (38).
Berdasarkan jenis kelamin, dokter laki-laki yang paling banyak meregang nyawa dengan total 84 persen atau 453 orang. Menurut Mahesa, hal ini mengingat tugas-tugas yang banyak dikerjakan sejawat dokter laki-laki di area isolasi COVID-19 walaupun memang banyak juga dokter perempuan yang bertugas.
Sementara dari sisi spesialisasi, dokter umum menempati urutan tertinggi dari total kematian yakni 292 orang, lalu spesialis (241 dokter) yang meliputi spesialis kandungan dan kebidanan, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, bedah, anestesi dan THT.
Di sisi lain, data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) per 18 Juli 2021 menunjukkan sekitar 7.392 perawat yang terkonfirmasi positif, suspek sebanyak 309, dan mereka yang gugur sebanyak 445 teman perawat.
Mahesa lalu menyoroti kondisi melonjaknya pasien COVID-19 beberapa waktu terakhir sehingga menyebabkan tenaga kesehatan mendapatkan beban kerja berlebihan. Hal ini dia khawatirkan memunculkan potensi kelelahan pada tenaga kesehatan, yang berimbas pada menurunnya imunitas mereka.
“Kami, Tim Mitigasi PB IDI sudah memberikan pedoman terkait perlindungan dokter. Hanya memang, walaupun sudah sebagian besar tenaga dokter divaksinasi sampai suntikan kedua, namun karena lonjakan pasien yang cukup tinggi menyebabkan overload beban kerja,” kata Mahesa.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kondisi ini, menurut dia, harus tetap ada edukasi pada masyarakat untuk patuh menerapkan protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilisasi dan menghindari kerumunan). []