Ratusan WNI Hadapi Ancaman hukuman Mati di Luar Negeri, Mayoritas di Malaysia
JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI) mencatat bahwa ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri terancam hukuman mati setelah tersandung berbagai kasus hukum.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha menyebut kementeriannya per Mei 2024 mencatat 165 WNI terancam hukuman mati di luar negeri.
Rinciannya, 155 orang di Malaysia, seorang di Vietnam dan masing-masing 3 orang di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Laos. Mayoritas dari mereka berstatus pekerja migran.
“Mayoritas kasus peredaran narkotika, kedua kasus pembunuhan,” kata Judha ditemui di Kota Yogyakarta, DIY, Kamis (20/6/2024).
Judha menekankan, pihaknya bersama KBRI dan kementerian lembaga lain berkoordinasi memastikan para WNI tersebut mendapatkan pendampingan serta hak-haknya secara adil sesuai sistem peradilan setempat.
Judha menyebut ada beberapa kasus narkotika di Malaysia dengan modus menjadikan WNI sebagai kurir tanpa sepengetahuan mereka. Modusnya, kata dia, yakni `dipacari`.
“Kasus-kasus yang muncul adalah sebagai kurir. Ada yang modus dipacari, kemudian diminta untuk membawa barang pacarnya, namun dia tidak tahu isi barang tersebut,” kata Judha.
“Dan ketika dibawa, masuk ke pemeriksaan di airport ternyata isinya adalah narkotika, iya itu (kebanyakan) Malaysia,” lanjutnya.
Kemenlu meyakini salah satu cara menghindarkan para WNI dari kasus pidana, termasuk yang berujung hukuman mati adalah dengan menambah pemahaman mereka.
Salah satunya, lewat perancangan pedoman pendampingan WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri. Pedoman ini disusun sejak 2021 silam.
Dengan adanya pedoman ini, diharapkan upaya pendampingan terhadap WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri dapat dilaksanakan secara terstandar dan optimal guna memastikan seluruh hak-hak hukum WNI terpenuhi di hukum negara setempat.
Pedoman ini, kata Judha, juga bukan cuma menitikberatkan pada penanganan kasusnya saja, tapi juga memuat langkah-langkah pencegahan sejak hulu di Indonesia.
“Langkah-langkah pencegahan pemberian informasi mengenai hukum negara setempat, adat istiadat negara setempat, itu jadi sangat penting untuk mencegah kasus-kasus hukuman mati,” imbuh Judha.
51 WNI lolos hukuman mati
Judha juga mengungkapkan sebanyak 51 WNI lainnya di Malaysia yang terbebas dari ancaman hukuman mati berkat adanya reformasi hukum di Negeri Jiran tahun lalu.
Sebelum tahun lalu, ketentuan hukum di Malaysia tidak memungkinkan bagi hakim untuk memberikan opsi lain pada beberapa bentuk kejahatan selain pidana mati.
“Sebagaimana diketahui, tahun lalu Malaysia telah mengundangkan dua undang-undang. Pertama, penghapusan mandatory death penalty, jadi bukan death penalty-nya yang dihapuskan, namun undang-undang untuk beberapa kejahatan yang pada saat itu hakim memang tidak memiliki opsi lain selain hukuman mati,” paparnya.
“Nah saat ini sudah ada undang-undang yang ditetapkan di Malaysia untuk menghapuskan mandatory death penalty,” sambungnya.
Sementara, lanjut Judha, undang-undang kedua memberikan peluang untuk langkah peninjauan kembali (PK) pada kasus-kasus hukuman mati berstatus inkrah.
Seiring diberlakukannya beleid tersebut, koordinasi Kemenlu dan berbagai lembaga mendapati 79 WNI terpidana mati di Malaysia yang memenuhi syarat PK.
Berdasarkan catatan Kemenlu per Mei 2024, 51 di antara WNI tersebut akhirnya bebas dari hukuman mati lewat PK; satu kasus PK ditolak; 25 lainnya dalam pendampingan; dan dua WNI meninggal dunia karena sakit saat menjalani masa tahanan. []