April 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Saat Berangkat, Mayoritas PMI Tidak Memegang Salinan Kontrak Kerja

2 min read

JAKARTA – Kajian Infest dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melalui portal Pantau PJTKI menemukan sejumlah fakta miris kondisi pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri.

Antara lain 53,71% PMI pernah memegang salinan kontrak kerja selama bekerja. Kontrak kerja merupakan dokumen mengikat antara pengguna jasa dan PMI. Seharusnya, salinan kontrak kerja diberikan oleh perusahaan agen penyalur tenaga kerja Indonesia (TKI) di awal keberangkatan.

“Tanpa salinan (kontrak kerja) yang dipegang, PMI tidak mengetahui hal-hal yang mengikat antara keduanya (pengguna jasa dan PMI). PMI tidak tahu hak-hak yang telah disetujui di perjanjian tersebut,” ungkap peneliti Institute for Education Development, Social, Religius and Cultural Studies (Infest) Nisrina Muthahari di Jakarta Pusat, Selasa (11/12).

Lebih buruk lagi, sambung Nisrina, tanpa salinan kontrak kerja ini menyebabkan PMI tidak bisa membela diri ketika ada tuntutan kerja yang dirasa tidak sesuai atau berlebih dari beban yang wajar dalam pekerjaan.

Temuan lain, pelanggaran yang dilakukan perusahaan agen penyalur TKI antara lain 13,4% PMI ternyata tidak pernah mengikuti pembekalan akhir pemberangkatan (PAP).

Kemudian ada 37,84% PMI mengaku tidak pernah menerima penjelasan soal perjanjian penempatan antara lain memuat hak dan kewajiban agen dan PMI. Kajian Infest dan SBMI ini dilakukan berdasarkan review 1.560 PMI melalui portal Pantau PJTKI.

Dari review tersebut sebanyak 970 di antaranya dianalisis lebih jauh dan menghasilkan temuan-temuan ini. Review PMI dibatasi masa keberangkatan kerja mulai tahun 2009.

Distribusi PMI yang memberikan ulasan pernah bekerja atau ada di beberapa negara ini seperti Brunei, Oman, Bahrain, Hongkong, Jepang, Jordan, Kuwait, Macau, Malaysia, Qatar, Arab Saudi, Tawan, Singapura, Suriah dan Uni Emirat Arab.

“Lebih parah lagi sebanyak 69,28% PMI menyatakan tidak pernah menerima Kartu Peserta Asuransi (KPA) yang seharusnya diberikan agen penyalur. Kemudian masih persoalan upah yang tidak sesuai sebanyak 18,56%,” tutup Nisrina.[Abdul Razak/Garta]

Advertisement
Advertisement