April 17, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Saking Banyaknya Warga yang Pernah Menjadi Mantan PMI, Desa ini Mampu Dirikan Sekolah Bahasa Asing

2 min read

JAKARTA – Keberangkatan seseorang menjadi pekerja migran, selama ini tak hanya bisa membawa pulang uang kiriman. Banyak pengalaman dalam berbagai bentuk ketrampilan, mereka miliki dan bawa pulang. Namun tidak semuanya yang sudah menjadi purna migran memiliki saluran untuk memanfaatkan pengalaman tersebut, hingga kebanyakan mengendap, ibarat ilmu, menjadi redup lantaran tidak diamalkan.

Di sebuah desa di Kabupaten Majalengka, pengibaratan tersebut tidak lagi berlaku, lantaran di desa itu para alumni PMI bergerak untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah bahasa asing.

Adalah komunitas mantan PMI di Kampung Kaputren, Desa Putri Dalem, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka yang melakukannya.

Mengutip Detikcom, warga di desa tersebut telah banyak yang menjadi PMI sejak era tahun 80-an. Hingga pada tahun 1990, populasi warga yang menjadi PMI telah menyentuh angka 60%.

Ragam keunikan pun banyak ditemukan di ‘Kampung TKW’ itu. Selain mayoritas penduduknya bekerja di luar negeri dan fasih berbahasa asing, sejumlah eks PMI di kampung tersebut juga mendirikan Sekolah Bahasa.

Lurah kampung Kaputren, Yahya mengatakan, Sekolah Bahasa yang baru berjalan sekitar tiga bulan itu digelar setiap Sabtu-Minggu sore. Bahasa Inggris, Mandarin dan Arab adalah tiga mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Bahasa itu.

“Kaputren ini kan sudah mulai banyak dikunjungi tamu-tamu dari luar (turis asing). Biar ketika ada tamu dari luar kita sambut dengan ramah, anak-anak biar bisa menyapa minimal sedikit welcome,” kata Yahya.

“Makanya kita di sini, saya dengan komunitas saya ini dibikin setiap sore itu Sekolah Bahasa. Baru tiga bahasa sekarang, setiap jam empat sore atau habis ashar, di sini (balai budaya Kaputren) anak-anak kumpul,” sambungnya.

Disampaikan Yahya, guru yang mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak di kampungnya itu adalah para purna pekerja migran. Nurhasanah adalah guru Bahasa Inggris, Nunung Nuraini guru Bahasa Mandarin dan Uun guru Bahasa Arab. Mereka mengajar dengan sukarela.

“Belajar bahasa itu enggak dipungut biaya karena hanya berbagi ilmu saja,” ujar Yahya.

Sekolah Bahasa itu didirikan sebagai wujud aksi nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di kampung tersebut dalam menguasai bahasa asing. Sehingga, keistimewaan kampung ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis asing.

“Jikalau nanti bisa bahasa dan ada minat bekerja ke luar negeri, ya minimalnya sudah punya bekal bahasa. Maksudnya kami bukan menyuruh anak-anak untuk bekerja ke luar negeri tapi minimal ketika ada tamu dari luar, bisa berbahasa asing gitu,” jelas dia. []

Advertisement
Advertisement