Sebentuk Nasehat dari Kisah Orang Buta Melihat Gajah
ApakabarOnline.com – Kisah berikut ini lebih populer dalam versi Rumi dengan judul ‘The Elephant In The Dark House,’ yang dimuat dalam Mathnawi.
Dikisahkan lebih dahulu oleh Guru Rumi, Hakim Sanai lewat karya klasik pertamanya, ‘The Walled Garden of the Truth.’
Dikisahkan, terdapat sebuah kota di negeri Ghor di mana semua penduduknya mengalami kebutaan. Suatu ketika, seorang Raja beserta para rombongannya tengah berjalan melalui suatu tempat dekat kota tersebut. Sang Raja bersama rombongannya lalu membuat perkemahan di tempat itu untuk beristirahat.
Raja itu selalu membawa seekor Gajah yang gagah perkasa dan selalu digunakan untuk berperang agar membuat semua orang yang melihatnya kagum.
Mendengar kabar ada seekor Gajah yang besar, penduduk kota yang buta itu pun penasaran. Beberapa di antaranya datang menghampiri raja untuk mengetahui bagaimana bentuk Gajah yang dibawanya itu.
Karena tidak bisa melihat, beberapa penduduk kota itu pun hanya bisa meraba-raba Gajah milik Sang Raja. Ada yang memegang telinganya, belalainya serta kakinya.
Akan tetapi, mereka kemudian merasa tahu segalanya tentang Gajah dan berniat menceritakan apa yang mereka dapati kepada penduduk kota.
Sesampainya di kota, mereka pun saling berdebat menceritakan tentang wujud Gajah yang baru saja mereka pahami.
Penduduk kota yang penasaran lantas menanyakan tentang Gajah itu kepada mereka. Masing-masing pun menceritakannya sebagai suatu kebenaran menurut versi mereka sendiri.
Pertama, “Gajah itu besar, terasa kasar, luas, dan lebar seperti permadani,” kata orang yang memegang telinga Gajah.
Kedua, “Aku tahu yang lebih benar tentang Gajah. Gajah itu mirip pipa lurus bergema, mengerikan dan suka merusak,” kata orang yang memegang belalainya.
Ketiga, “Gajah itu kuat dan tegak seperti tiang,” ujar orang yang memegang kaki Gajah.
Dari Kisah tersebut, para sufi mengambil suatu hikmah bahwa semua orang tidak mungkin bisa mengetahui akan segala hal. Apalagi pengetahuan manusia tentang keilahian jelas tidak mungkin bisa diketahui dengan kemampuan manusia biasa.
Maka dari itu, kita sebagai manusia sebaiknya tidak merasa tahu segalanya apalagi jika hanya melihat dari satu sudut pandang. Wallahu a’lam.[]
Penulis : Hadi Mulyono