Sedang Diusulkan, Seluruh Anak PMI di Jawa Barat Bebas Biaya Pendidikan
BANDUNG – Panitia Khusus (pansus) VI Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat meminta pemerintah daerah memberikan kompensasi biaya pendidikan untuk anak-anak pekerja migran Indonesia. Kompensasi biaya pendidikan anak-anak pekerja migran ini dapat berupa pembebasan biaya pendidikan, baik di jenjang SD, SMP, maupun SMA.
Ketua Pansus VI DPRD Jawa Barat Hasbullah mengatakan, memberikan penggratisan biaya pendidikan bagi anak-anak pekerja migran ini dinilai sebagai bentuk balas jasa bagi para pekerja migran yang menjadi ‘pahlawan devisa’ bagi negara.
“Saat ini rancangan peraturan daerah (raperda) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sedang digodok untuk menjadi salah satu perda di Jawa Barat. Dalam salah satu bagiannya terdapat perlindungan terhadap keluarga pekerja migran Indonesia asal Jawa Barat yang menyentuh perihal kesehatan dan pendidikan, termasuk pemberdayaan usaha dan ekonomi keluarga pekerja migran tersebut,” ungkap Hasbullah saat dikonfirmasi, Jumat 19 Juni 2020.
Masih dikatakan dia, setiap pekerja migran yang bekerja di luar negeri itu, selain disiapkan pelatihan sebelum berangkat ke negara tujuan, diperlukan juga upaya pemerintah dalam bentuk perlindungan, baik untuk pekerja migrannya maupun keluarganya. Tidak kalah penting dalam hal perlindungan kepada keluarga pekerja migran ini, kata Hasbullah, yaitu jaminan pendidikan bagi anak pekerja migran.
“Sebelumnya belum ada usulan mengenai hal ini dalam Raperda Perlindungan Pekerja Migran ini, makanya kita atur itu (di raperda). Terutama anak pekerja migran, apakah anaknya yang ditinggalkan itu mendapatkan gizi dan pendidikan yang benar. Dari Pansus ini meminta pemerintah agar anak-anak pekerja migran digratiskan sekolahnya dari level SD, SMP, dan SMA,” ujar dia.
Terlebih untuk jenjang SMA yang saat ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara langsung, pihaknya akan mendesak pemerintah provinsi agar memberikan kompensasi pembebasan pendidikan anak pekerja migran. Sedangkan untuk anak pekerja migran pada jenjang SD dan SMP, hal itu akan dikoordinasikan dengan pemerintah kota/kabupaten.
Selain perlindungan keluarga pekerja migran Indonesia, ditambahkan Hasbullah, dalam Raperda itu juga akan diatur mengenai pemberdayaan bagi pekerja migran yang selesai masa kontraknya di negara tujuan rantau agar tidak menganggur.
Selain itu, raperda itu juga mengatur mengenai pembekalan soal hukum, keterampilan, dan pengetahuan penunjang lainnya di negara tujuan rantau, termasuk proteksi agar calon pekerja migran ini tidak terjerat calo nakal yang malah menyengsarakan di kemudian hari.
Saat ini, Pansus VI DPRD Jawa Barat pun telah memantau UPTD Anak Buah Kapal (ABK) di Tegal, hal itu untuk memastikan tidak ada ABK atau pekerja migran asal Jawa Barat yang terabaikan.
“Jangan sampai ada ABK tereksploitasi bertahun-tahun tanpa ada perlindungan dari negara, belum lagi mereka harus meninggalkan keluarga di kampung. Nantinya, perda ini memerintahkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar melakukan kolaborasi. Setelah raperda ini disahkan agar dibuat turunan perda-nya,” katanya.
Hasbullah tidak merinci mengenai jumlah pekerja migran asal Jawa Barat. Namun, menurut dia, di Indonesia jumlah pekerja migran asal Jawa Barat ini berada di urutan ketiga terbesar nasional setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Sementara (di Jawa Barat) daerah yang paling banyak mengirimkan PMI berasal dari Indramayu, Karawang, Sukabumi, dan Cirebon,” tutur dia. [Ecep Sukirman ]