Stop Meludah Sembarangan, Dalam Islam Ada Aturan dan Adab Meludah
JAKARTA – Disunnahkan bagi seseorang untuk menghiasi dirinya dengan adab atau tata krama di dalam masyarakat. Salah satu adab yang sering dilupakan yaitu ketika meludah.
Masih banyak yang meludah di jalan, padahal itu merupakan perbuatan yang tidak patut dan dapat menyakiti orang lain.
Namun kita tdak mendapatkan satu nash pun yang melarang meludah di jalan dan pada asalnya, segala sesuatu adalah ibahah (boleh) hingga ada dalil yang mengharamkannya.
Melansir Islampos.com, terdapat beberapa pendapat ahli ilmu tentang hal ini. Pemilik “Mathalib Aulaa an Nahyi” mengatakan bahwa hal itu dibolehkan kecuali di masjid dengan menghadap ke sebelah kiri dan di bawah telapak kakinya.
Tidak ada larangan meludah di jalan baik pelakunya adalah seorang yang sedang sakit atau sehat kecuali apabila orang itu menderita penyakit menular yang dapat menyebarkan penyakitnya itu melalui ludahnya.
Maka dilarang pada saat itu untuk meludah di jalan kecuali jika langsung di pendamnya (digosok-gosokkan di tanah) berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw, ”Janganlah saling menyakiti.” (HR. Malik).
Dikutip dari Islam.nu.or.id, Abdullah bin Umar pernah bercerita, satu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat ada air ludah pada sisi arah kiblat dalam sebuah masjid. Rasulullah pun mengambil kayu atau tongkat, kemudian mengerok tempat ludahan tersebut lalu beliau bersabda:
Artinya: “Jika salah satu dari kalian salat, hendaknya tidak meludah ke arah kiblat. Sebab orang yang salat adalah orang yang sedang bermunajat kepada Allah tabaraka wa Ta’ala.” (Musnad Ahmad: 4645).
Dengan sikap Baginda Nabi yang hanya mengerok liur saja tanpa menyucikan dengan air sebagaimana di atas, al-Khatthabi dalam Ma’alimus Sunan juz 1, halaman 144 menyatakan, air liur itu suci. Pendapat ini senada dengan perkataan para ulama kecuali Ibrahim an-Nakhai yang berpendapat najis.
Pesan Rasulullah yang perlu digarisbawahi, adab meludah ketika salat tidak boleh ke arah kiblat. Selain ke arah kiblat, masih bisa ditoleransi, asalkan salatnya tidak di dalam masjid. Jika salat di masjid dan menyebabkan kotor, dalam syarah al-Muhadzab dikatakan, ini haram. Apabila ingin meludah, hendaknya meludah ke arah pakaian yang dikenakan semisal pada bagian kerah baju yang kiri.
Dalam satu hadis riwayat Abu Hurairah diceritakan, Rasulullah pernah berpesan untuk orang yang salat, kalau mau meludah hendaknya menghindari arah kiblat, karena ia sedang bermunajat kepada Allah. Sedangkan ke arah kanan perlu dihindari sebab ada malaikat (pencatat amal kebaikan) di sana.
Lalu bagaimana adab meludah jika berada di luar salat? Imam Syihabuddin al-Qalyubi dan Umairah dalam Hâsyiyatan menjelaskan adab meludah di luar salat sebagai berikut:
Artinya: “Dimakruhkan meludah di luar salat menuju arah depannya sendiri secara mutlak, ke arah kiblat dan ke arah kanan.” (Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatân, Alepo, 1956 M / 1375 H, juz 1, halaman 194). Selain itu, masih dalam kitab yang sama disebutkan, hukum meludah lalu mengenai benda milik orang lain adalah haram.
Artinya: “Haram meludah jika mengenai benda yang bukan miliknya.” (Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi dan Umairah, Hasyiyatan, Alepo, 1956 M / 1375 H, juz 1, halaman 194). Dengan demikian, dapat disimpulkan, adab meludah jika dalam salat makruh ke arah kiblat dan kanan. Adapun di luar salat, makruh meludah ke arah depan, kiblat, dan kanan. Sedangkan meludah yang mengotori masjid atau mengenai benda milik orang lain, hukumnya haram. []