Ta’aruf, Jalan Menuju Pernikahan
JAKARTA – Pernikahan adalah salah satu sunnah yang sangat dianjurkan untuk dijalankan, bahkan bisa menjadi wajib dalam kondisi tertentu.
Karenanya, dalam sebuah pernikahan akan banyak kebaikan yang dapat diperoleh dibanding kalau hanya sendiri.
Namun, memilih pasangan memang perkara yang tidak mudah dilakukan, apalagi calon pasangan hidup yang kelak akan bersama-sama menjadi partner hidup di dunia dan akhirat.
Memilih calon pasangan akan menjadi sulit dan rumit ketika yang kita gunakan adalah standar nafsu dan hasrat duniawi semata. Memilih pasangan akan menjadi mudah dan berkah ketika standar yang kita tetapkan adalah standar iman dan akhlaq mulia, serta selalu mengikut petunjuk Rasulullah SAW.
Karena ingin membangun peradaban mulia di masa yang akan datang dan menjadi pasangan sejati dunia akhirat, diperlukan kecermatan dalam memilih dan memantapkan siapa calon pasangan kita kelak.
Salah satu langkah yang disyariatkan dalam islam untuk memantapkan langkah itu ialah dengan melakukan proses ta’aruf.
Ta’aruf adalah langkah yang sah dan legal dalam syariat Islam menuju gerbang pernikahan. Sah dan legalnya ta’aruf tentu sesuai selama mengikuti standar etika umum dan adab pergaulan lawan jenis.
Berikut penjelasan Dewan Pengawas Syari’at Indonesia Berbagi Foundation, H. Deni Mardiana, Lc secara umum tentang ta’aruf dan langkah-langkah yang harus diperhatikan agar tujuan pernikahan yang diinginkan dapat dicapai, sebagaimana yang dilansir indonesiaberbagi.or.id.
Pengertian Ta’aruf
Ta’aruf artinya saling mengenal. Kata ini ada dalam al-Quran, Alloh berfirman, “Hai manusia sebenarnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (li-ta’arofu)…” (QS. Al-Hujurat: 13).
Karena bahasanya saling mengenal, tentu hal ini menunjukkan adanya interaksi dan komunikasi dua arah. Artinya ketika calon pasangan akan melakukan ta’aruf, maka harus dibangun pola interaksi dan komunikasi yang syar’i sesuai tuntunan Islam.
Tuntunan Islam dalam proses menuju gerbang pernikahan setidaknya melalui tiga tahapan:
– Ta’aruf : saling mengenal. Dan umumnya dilakukan sebelum khitbah.
– Khitbah : meminang atau lamaran , menawarkan diri untuk menikah. Khitbah, ada yang menyampaikan terang-terangan dan ada yang disampaikan dalam bentuk isyarat.
Khitbah secara terang-terangan, misalnya dengan menyatakan , “Jika berkenan, saya ingin menjadikan anda sebagai pendamping saya.” Atau pertanyaan yang bentuknya berupa, “ Apakah anda bersedia menjadi pendamping saya?”
Khitbah dalam bentuk isyarat, misalnya dengan berkata, “Sudah lama aku mendambakan wanita yang memiliki banyak kelebihan seperti kamu…” atau kalimat semisalnya, meskipun bisa jadi ada kesan menggombal.
Allah berfirman, “Tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah tahu bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan rahasia, ucapan ucapan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah: 235).
Berdasarkan petunjuk di atas, bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah, tidak boleh dilamar dengan kalimat terang-terangan.
– Nadzar : melihat calon pasangan. Biasanya ini dilakukan ketika ta’aruf atau ketika melamar.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika dia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” (HR. Ahmad 3/334, Abu Dawud 2082 dan dihasankan al-Albani).
Cara Berta’aruf yang Benar dalam Islam
Sebenarnya tidak ada cara khusus dalam masalah ta’aruf. Intinya bagaimana seseorang bisa mencari data calon pasangannya, tanpa melanggar aturan syariat maupun adat masyarakat. Hanya saja, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan terkait ta’aruf:
- Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan, baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Sama sekali tidak ada hubungan kemahraman. Sehingga berlaku aturan lelaki dan wanita yang bukan mahram. Mereka tidak diperbolehkan untuk berduaan, saling bercengkrama, dst. Baik secara langsung atau melalui media lainnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan,
“Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth).
Setan menjadi pihak ketiga, bukan karena ingin merebut calon pasangan Anda. Namun, di saat manusia hilang kendali, dengan mudah setan menjerumuskan manusia ke lembah kemaksiatan.
- Luruskan niat. Kuatkan tekad bahwa kita serius ingin menangani hubungan hidup. Bukan karena ingin koleksi kenalan, atau cicip-cicip, dan semua gelagat tidak serius. Membuka peluang, untuk memberi harapan palsu kepada orang lain. Tindakan ini termasuk sikap mempermainkan orang lain, bahkan termasuk kedzaliman. Bila tidak ingin disikapi seperti itu, maka jangan sikapi orang lain seperti itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Kalian tidak akan beriman sampai kalian memperhatikan sikap baik untuk saudaranya, dia ingin disikapi baik yang sama.” (HR. Bukhari & Muslim).
- Menggali data pribadi, bisa melalui tukar biodata.
Masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama yang terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga, dan ada yang tidak harus diketahui orang lain.
Jika ada informasi dan data tambahan yang dibutuhkan, sebaiknya tidak berkomunikasi, tapi lewat pihak ketiga, seperti kakak lelakinya atau orang tuanya.
- Setelah ta’aruf diterima, bisa jadi mereka belum bertemu, karena hanya tukar biografi. Karena itu, bisa dibuat dengan nadzar (calon pasangan).
Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, menceritakan beliau, “Suatu ketika aku berada di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah melihatnya?” Jawabnya, “Belum.”
Lalu beliau memerintahkan,“Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi).
Nadzar bisa dilakukan dengan cara datang ke rumah calon pengantin wanita, sekaligus menghadap langsung orang tuanya.
- Dibolehkan memberikan hadiah ketika proses ta’aruf.
Hadiah sebelum pernikahan, hanya boleh dimiliki oleh wanita, calon istri dan bukan keluarganya.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Semua mahar, pemberian dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan mempersembahkan setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi.” (HR. Abu Daud).
Jika melanjutkan pernikahan, maka hadiah menjadi hak pengantin wanita. Jika nikah dibatalkan, hadiah bisa dikembalikan.
Hidup berumahtangga adalah ibadah sepanjang hayat. Sepanjang hari, memiliki peluang besar untuk mendapatkan pahala. Tidak ada sekolahnya, juga tidak pernah menginvestigasi sebelumnya. Setiap sentuhan menjadi ibadah. Setiap tatapan menjadi ibadah. Setiap getar-getar, cinta pun menjadi ibadah.
Menikah bukan hanya urusan menjalin hubungan dengan orang yang kita cintai. Lebih dari itu, menikah adalah syariat yang Allah ciptakan dalam rangka melanggengkan kehidupan manusia, terjaga dari perilaku menyimpang yang dengannya manusia kehilangan nilai kemanusiaannya. Menikahlah, maka Allah jaminkan keberkahan dalam hidup kita.
Menikahlah dengan orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam membangun rumah tangga. Cantik dan tampan secara fisik sifatnya subjektif. Namun keluhuran moralitas, kelembutan jiwa dan kehalusan tutur kata menjadi nilai yang tak terhingga.
Selalu melibatkan Allah dalam menentukan calon pasangan kita, berarti meminta petunjuk agar apa yang kita butuhkan untuk ditentukan oleh-Nya, dan agar kita mendapatkan ketenangan saat Allah putuskan dialah yang menjadi belahan hidup kita di dunia dan akhirat.
Memilihlah dengan iman kita dan biarlah sang iman itu menemui belahan jiwanya. Memilihlah dengan tuntunan cinta, agar keutuhan kebersamaan bukan hanya dibangun karena ada kepentingan yang sama, namun karena terpatrinya hubungan kita dengannya, selamat memilih, semoga Allah jodohkan kita dengan seseorang yang mencintai Allah dan mencintai kita. []