September 17, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Taiwan Temukan Zat Pemicu Kanker pada Produk Indomie, BPOM Bakal Lakukan Audit

2 min read

JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan audit dan investigasi terhadap produk mi instan di Indonesia guna menyelidiki keberadaan cemaran etilen oksida.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, BPOM harus segera melakukan audit dan investigasi atas produk mi instan yang diproduksi PT Indofood tersebut.

Hal itu untuk memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida.

“Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?” tuturnya seperti dikutip dari Kompas.com.

Sebelumnya Biro Kesehatan Taipei di Taiwan memerintahkan seluruh toko di ibu kota untuk menarik produk Indomie rasa ayam spesial karena ditemukan kandungan zat karsinogenik di paket bumbu.

Dilansir dari Bbc.com, seorang pekerja migran Indonesia di Taiwan, Hani, mengatakan sejak kemarin produk mi instan Indofood varian rasa ayam spesial sudah tak dijual lagi di pasar-pasar tradisional maupun modern.

Peristiwa bermula pada Senin (24/04/2023), ketika Biro Kesehatan Kota Taipei, Taiwan, melakukan pengujian kandungan etilon oksida secara acak terhadap 30 produk mi instan yang beredar di pasar tradisional maupun modern, pedagang eceran, grosir importir, hingga toko makanan khusus Asia Tenggara.

Dari pengujian itu, disebutkan hanya dua produk yang ditemukan kandungan pestisida karsinogen atau residu etilen oksida yang tidak sesuai peraturan. Dua merek mi instan itu yakni Mie Kari Putih Penang Alai dari Malaysia dan Indomie rasa ayam spesial asal Indonesia.

Kasus serupa juga pernah terjadi pada tahun lalu, badan pengawas makanan di Singapura dan Hong Kong menarik beberapa varian Mie Sedaap setelah ditemukan kontaminasi etilen oksida.

Kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi. Hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).

Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg. Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda. []

Advertisement
Advertisement