Ternyata Majikan Saya…
Memiliki majikan yang rumahnya jauh dari pusat perbelanjaan memang membuat pusing bagi pekerja migran yang mengidap penyakit pikun, seperti saya ini.
Hal itu terjadi ketika jam masak kurang 30 menit dari yang ditentukan oleh Bu Bos, sementara saya lupa membeli bawang putih untuk memasak masakan yang membutuhkan banyak bumbu tersebut.
Maka, dengan keputusan yang sangat berat, akhirnya saya berangkat juga ke pasar terdekat, Meifoo. Oh iya, tempat tinggal saya ada di Lai Chi Kok, jadi membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam untuk perjalanan pulang dan pergi, dengan kecepatan berjalan seperti sepeda pancal genjot maksimal.
Setelah sampai di bawah apartemen, saya berpapasan dengan seorang wanita, karena tidak memakai kacamata saya pun tidak begitu bisa mengenali siapa orang tersebut. Namun wanita tersebut langsung memanggil namaku dengan jelas, ”Wijiati, lei hoi pina?” (Wijiati, kamu mau ke mana?”).
Dengan kecepatan seperti kilat, saya menjawab, ”Ngo yiu mau suindau, kamyat emketak mai, ngo dadai hanting wui lausei ngoa, hokenga!” (Saya mau beli bawang putih, hari ini lupa beli bawang putih, Bu Bos pasti memarahi aku setengah mati, aku takut!)
“Mei aaa?!” tanya wanita tersebut, yang berarti ”Apa?!” dan langsung membuatku berhenti mendadak tepat beberapa meter dari wanita tadi berdiri. Akhirnya saya memutuskan untuk mundur teratur, pelan, dan tanpa berani menatap pemilik suara yang sepertinya aku kenal dengan baik itu.
”Hehehehe, dai-dai, eem… aaa… emm… ngo yiu mai sundau, ogei mo sai la,” (Bu Bos, saya mau beli bawang putih, di rumah habis semua.”
Mendengar jawaban tersebut Bu Bos langsung bilang, ”Dasar, pikun!”. Ternyata, wanita tersebut adalah majikan perempuan saya. Yang awalnya memang saya tidak menoleh dan tidak memperhatikan wajahnya dengan jelas, karena tergesa-gesa hingga lupa memakai kacamata. (Wijiati S.)