December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Usai Rilis Survey Netizen +62 Tidak Sopan Se-Asia Tenggara, Kolom Komentar IG Microsoft Banjir Komentar Tidak Sopan

3 min read

JAKARTA – Setelah Microsoft merilis laporan terbaru Digital Civility Index(DCI) yang memperingkatkan warganet Indonesia sebagai paling tidak sopan di Asia Tenggara, tanggapan netizen cukup mengejutkan.

Sejumlah pengguna Instagram berbahasa Indonesia menyerbu kolom komentar akun resmi Microsoft dengan menuliskan kalimat bernada kegeraman dan sindiran ke arah kebencian.

Beberapa pengguna menuliskan umpatan. Keadaan ini sekaligus seolah mengonfirmasi ketidaksopanan warganet Indonesia.

Tidak lama setelah serbuan itu, akun Instagram Microsoft menonaktifkan kolom komentar mereka.

Berikut ini beberapa tangkapan layar komentar di akun IG Microsoft yang tersebar di Twitter.

Laporan DCI memang menyentil perasaan orang Indonesia. Ini berkebalikan dari anggapan selama ini bahwa orang Indonesia adalah ramah dan bersahabat.

Mengutip Kompas.com, DCI menyebut tiga faktor yang memengaruhi risiko kesopanan di Indonesia:

  1. hoaks dan penipuan,
  2. ujaran kebencian

Hoaks dan penipuan adalah faktor paling tinggi, naik 13 poin menjadi 47 persen. Dalam laporan itu disebutkan bahwa empat 4 dari 10 responden mengaku tingkat kesopanan digital di Indonesia membaik tercermin dari rasa kebersamaan dan saling tolong-menolong warganet. Nilai empati di Indonesia juga naik 11 poin.

Media sosial menjadi kontributor terbesar dalam memengaruhi tingkat kesopanan digital sebesar 59 persen.

Kemunduran tingkat kesopanan paling banyak didorong pengguna usia dewasa sebesar 68 persen. Usia remaja disebut tidak berkontrubusi dalam mundurnya tingkat kesopanan digital di Indonesia.

Apa cara warganet Indonesia yang suka menyerang akun tertentu dapat menyimpulkan watak orang Indonesia sesungguhnya? Tidak juga. Saya masih meyakini orang Indonesia ramah. Laporan DCI juga menyebut ada kenaikan poin terhadap empati.

Beberapa pengguna Twitter mengatakan, ada perbedaanperilaku seseorang di media sosial dan dunia nyata. Mungkin di media sosial, orang terlihat aktif, tetapi di dunia nyata, dia pendiam.

Pendapat di atas tepat dalam satu sisi. Kita barangkali pernah mengalaminya. Hanya saja, niat warganet berkunjung ke akun Microsoft benar-benar di luar dugaan.

Peristiwa itu seperti hendak menunjukkan kepada dunia, “jangan mengusik kami jika tidak ingin diganggu”

Namun, bisa jadi serangan ke akun Microsoft sebenarnya menunjukkan bahwa kita adalah orang yang paling pintar menyimpan kekecewaan yang tertimbun lama.

Apesnya Microsoft harus menanggung semua kekecewaan yang terakumulasi, entah dosa apa yang mereka lakukan.

Teringat juga bagaimana reaksi warganet terhadap pesohor Instagram Dayana beberapa waktu terakhir. Orang luar negeri akan melihat kita sebagai orang yang mudah bereaksi atas apa yang tidak menyenangkan.

Orang reaktif cenderung bersikap spontan. Jika orang terlatihuntuk berpikir dan sopan, maka reaksi yang keluar akan sebanding dengan itu.

Akan tetapi, bila orang terbiasa malas berpikir, maka komentar kebencian dan kebodohan itu adalah cerminannya.

Saya tidak habis pikir sebagian orang bisa merasa bangga atas kenorakan ini. Semestinya laporan DCI menjadi bahan untuk membuka ruang interospeksi, tetapi itu tidak menguntungkan.

Menemukan kesalahan diri apalagi mengakuinya adalah hal langka. Sebaliknya, melakukan pembenaran dengan mencari kesalahan orang lain adalah perkara mudah.

Hal lainnya, orang yang berpikir cenderung memilih untuk mengambil jarak dan merenung lama sebelum bertindak. Sama halnya dengan orang bersikap sopan, ini adalah tindakan pasif.

Kesan yang kemudian terlihat adalah orang-orang cerdas dan sopan adalah minoritas. Munculnya kerap di paling akhir, itu pun harus didesak. Nice guys finish last.

Maka dari itu, segelintir orang bisa terlihat sebagai mayoritas karena keaktifan mereka. Sebagaimana dikatakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson, “one man with courage is a majority”, satu orang dengan keberanian adalah mayoritas.

Tapi yang baru-baru ini terjadi bukan orang dengan keberanian, melainkan reaktif semata.

Microsoft menonaktifkan kolom komentar. Mungkin sebagian orang menganggap misi telah berhasil menaklukan Microsoft.

Tapi saya berpikir sebaliknya.

Jika Microsoft tidak menutup kolom komentar, entah berapa panjang lagi ujaran kebencian dan kebodohan ditampilkan di sana. []

Sumber KOMPASIANA

Advertisement
Advertisement