Waduh, 3.787 Bayi di Blora Alami Stunting (Kecenthet)
BLORA – Pemkab Blora menemukan sekitar 3.787 bayi atau sekitar 8,3 persen dari 45.637 bayi yang ditimbang pada bulan Agustus 2018 diketahui menderita stunting atau kekerdilan. Hal itu disampakan Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Lilik Hernanto SKM MKes pada Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) yang dipimpin Bupati Blora Djoko Nugroho, Selasa (12/03/2019).
Menurut Lilik, ada beberapa faktor penyabab tingginya kasus stunting di daerahnya. Diantaranya yang paling besar adalah buruknya pola asuh orangtua terhadap anaknya. Di sini orangtua tidak bisa memberikan asupan gizi yang berimbang baik sejak dalam kandungan maupun pasca kelahiran hingga usia 1.000 hari.
Faktor lainnya adalah kondisi lantai rumah yang masih berupa tanah. Dimana lantai tanah berpotensi memungkinkan hidupnya virus penyakit lebih lama ketimbang lantai ubin. Selain itu, tidak adanya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), kurangnya pemberian ASI eksklusif, kehamilan dini karena rahim yang belum siap, tidak punya jamban hingga minimnya ventilasi rumah. “Kasus stunting tertinggi ditemukan Kecamatan Kedungtuban, disusul Randulawang, Rowobungkul, Gondoriyo dan Kecamatan Puledagel,” ungkap Lilik.
Bupati Djoko Nugroho mengaku prihatin tingginya angka stunting di daerahnya. Untuk itu ia meminta kepada seluruh camat dan kepala desa ikut membantu Dinas Kesehatan dalam melakukan updating data stunting.
“Camat dan kades saya minta ikut memantau langsung ke lapangan. Mendata semua bayi yang ada di wilayahnya. Bersama Bidan Desa agar memantau kondisi pertumbuhan bayi agar tidak stunting. Saya ingin semua pertumbuhan bayi normal. Jika ada stunting, tolong diidentifikasi apa penyebabnya untuk ditangani bersama-sama,” pintanya.
Tidak hanya bayi, menurut bupati, kondisi ibu hamil juga perlu dikawal agar pertumbuhan janin di dalam rahimnya bisa sempurna. Baik asupan gizinya maupun kebersihan lingkungan rumahnya.
“Semua OPD terkait harus bisa mengambil peran dalam upaya penanggulangan stunting ini. Saya ingin bantuan pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) difokuskan untuk pembangunan lantai rumah, sanitasi dan ventilasi udara. Pasalnya rumah yang masih berlantai tanah, bersanitasi buruk dan minim ventilasi ini juga merupakan sebab terjadinya stunting,” ujar bupati.
Rakerkesda ditutup dengan aksi penandatanganan massal tentang komitmen bersama penanggulangan stunting yang diawali oleh Bupati Djoko Nugroho diikuti seluruh peserta rapat.[]
Sumber Kedaulatan Rakyat