Warung Kopi, Usaha Sederhana Tapi Prospeknya Luar Biasa
Dibanding bisnis-bisnis lain yang sangat terkait teknologi, membuka kedai kopi tampak jauh lebih sederhana. Kita hanya perlu menemukan tempat yang strategis, lalu membuka kedai dan menyuguhkan racikan kopi yang khas, yang akan membuat pengunjung senang menikmatinya. Saat bisnis itu mulai jalan, kesuksesan siap diperoleh.
Kamu tentu sudah menyadari bahwa makin banyak produk kopi bermunculan di pasar. Ini adalah dampak dari makin menjamurnya perusahaan rintisan kopi. Menariknya lagi, semakin banyak pula investor yang mau menyuntikkan dana pada perusahaan ini.
Dalam laporan perkembangan pendanaan perusahaan rintisan di Indonesia tahun lalu, Google dan AT Kearney menyebut, usaha baru yang akan mendapat banyak suntikan dana mencakup tiga hal.
Yakni, perusahaan teknologi finansial (tekfin), e-dagang, dan transportasi. Jelang akhir tahun ini, dua usaha baru yang menjual kopi, Fore Coffee, dan Kopi Kenangan, mengumumkan perolehan dana.
Fore Coffee mendapat seeds funding dari East Ventures. Sementara Kopi Kenangan mendapat US$8 juta (sekitar Rp120 miliar) dari Alpha JWC Ventures. Apa yang menjadi pertimbangannya?
Tentu karena pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang sangat besar. Mereka hobi duduk santai dan minum kopi sambil bekerja dan mengobrol. Budaya minum kopi juga telah mengakar, sehingga membuat investor tak pikir dua kali menyuntikkan dana.
Apakah perusahaan rintisan kopi bisa tumbuh menjadi perusahaan besar seperti Gojek dan Tokopedia? Di Tiongkok, Luckin Coffee sudah membuktikannya. Bisnis Luckin Coffee adalah pengantaran kopi menggunakan aplikasi.
Konsumen bisa membayar kopi melalui dompet digital WeChatPay atau dompet digital milik mereka sendiri. Dari sana, mereka bisa menekan harga segelas kopi hingga 20%-30%.
Perkembangan bisnis Luckin Coffee yang pesat membuat pangsa pasar Starbucks di Tiongkok turun hingga 2%. Luckin juga memaksa Starbucks menyediakan layanan pesan antar di Beijing dan Shanghai.
“Valuasi bisnis Luckin Coffee di pertengahan 2018 mencapai US$200 juta (Rp3 triliun),” ungkap laporan Reuters.
Lalu, bagaimana peluang Fore Coffee dan Kopi Kenangan?
Mereka mencoba menawarkan model bisnis yang sama melalui aplikasi. Jadi, kamu bisa memesan kopi sesuai selera. Kamu bisa memilih mengambilnya langsung di kedai kopi terdekat atau memanfaatkan layanan pesan antar.
“Fore Coffee hanya butuh satu jam pemesanan untuk mengirim 100 gelas kopi dari kedainya di Jalan Senopati ke Karet, Tanah Abang,” ungkap Deputi CEO Fore, Elisa Suteja.
Pola yang terekam secara realtime di aplikasi, kata dia, tak hanya dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem pengiriman, juga memperbarui variasi produk. Data itu juga dipakai untuk memutuskan apakah suatu jenis kopi bisa diteruskan penjualannya atau tidak.
CEO dan Co-Founder Kopi Kenangan, Edward Tirtanata, menyebutkan, ia menggunakan konsep ritel baru dalam mengembangkan bisnis. Konsep ini memadukan penjualan sistem online dan offline.
Selain memanfaatkan data untuk membaca perilaku, mereka juga menggunakannya sebagai promosi tertarget. Kopi Kenangan juga berencana mengembangkan dompet digital untuk proses pembayaran.
“Keunggulan kompetitif model bisnis new retail adalah ketersediaan gerai, sehingga kami agresif membuka gerai baru di tempat yang strategis,” sebut Co-Founder dan COO Kopi Kenangan, James Prananto.
Atau sebut saja Samsyul Huda dengan The Waroeng Kopi Nusantaranya. Combatan PMI Korea tahun 2012 yang hingga kini telah enam tahun menggeluti usaha berbasis minum kopi di kawasan wisata Kuta Bali sebulan bisa maraup untung 80-an juta rupiah.
Terobosan yang dilakukan Syamsul selain dengan menata ruangan untuk memberikan kenyamanan, juga melabeli harga jualnya dengan US dolar lantaran berada di kawasan internasional.
Namun demikian, transaksi dalam bentuk rupiah maupun transaksi non tunai juga tetap dia layani.
Dengan menjual citarasa aneka kopi Nusantara, di hari biasa, usaha Syamsul biasa menerima tamu antara 400 hingga 600 orang. Jika memasuki hari libur seperti akhir Desember kemarin, okupansi pengunjung bisa meningkat hingga tiga kali lipat.
Merealisasikan gagasan memang tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Butuh komitmen dan kesabaran untuk menunjang agresifitas kerja agar segala sesuatunya minimal bisa sesuai dengan rencana. []