Waspada, Modus Perdagangan Orang Sekarang Semakin Maju, Menggunakan Platform Online
JAKARTA – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) hadir dalam Round Table Discussion (RTD) Strategi Indonesia dalam Mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bermodus Online Scam Guna Melindungi Warga Negara dalam Rangka Ketahanan Nasional di Kantor Setjen Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas) RI, Kamis (8/8/2024).
Diskusi ini dibuka oleh Deputi Bidang Pengkajian dan Penginderaan Wantannas RI, Laksda TNI Ali Triswanto.
“Kegiatan ini merupakan upaya dalam penyusunan saran tindak kepada Presiden RI dalam rangka mencegah TPPO bermodus online scam,” jelas Laksda TNI Ali Triswanto.
Diungkapkan bahwa di era digital yang semakin maju, perdagangan orang melalui platform online telah menjadi masalah yang mendesak untuk dicegah melalui strategi agar WNI terlindungi dari kejahatan perdagangan orang. Maraknya online scam menjadi salah satu modus operandi utama dalam perdagangan orang, di mana pelaku memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memanipulasi dan mengeksploitasi korban.
“Urgensi untuk mengatasi masalah ini tidak hanya terkait dengan perlindungan warga negara, tetapi juga untuk menjaga stabilitas keamanan, sosial dan ekonomi negara,” ujarnya.
Sementara itu, BP2MI diwakili oleh Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika, Lasro Simbolon. Deputi Lasro menjelaskan bahwa TPPO nyata terjadi di lingkungan sekitar.
“Menurut bahasa BP2MI, kami menyebutnya penempatan nonprosedural Pekerja Migran Indonesia. Modusnya kita semua sudah tahu, namun yang diperlukan adalah tindak penegakan hukumnya,” ungkapnya.
Deputi Lasro menambahkan, jika penanganan penegakan hukum dalam TPPO bermodus online scam ini dilakukan dengan tegas, maka otomatis bisa diatasi.
“Beberapa hal yang perlu digarisbawahi adalah perlunya penegakan hukum yang tegas, sinergi antar instansi, sosialisasi masif, juga penegakan progresif dan peduli. BP2MI bukan instansi penegak hukum, namun tindakan pro aktif telah kami lakukan dengan membentuk Satgas Pencegahan TPPO, dan juga memiliki sistem pengaduan sebagai bentuk pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” jelas Lasro.
Hadir pula narasumber dari PIC Layanan Pengaduan Konten Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo), Mirza Sutrisno.
“Kami melakukan pemblokiran situs dan media sosial melalui patroli siber dan menerima pelaporan dari masyarakat. Kominfo juga membutuhkan rekomendasi dari instansi terkait, misal terkait TPPO memerlukan rekomendasi dari BP2MI atau Kemnaker, lalu melakukan verifikasi ulang sebelum di-take down. Namun ini juga tergantung dari platform media sosial tersebut,” jelas Mirza.
Lalu dari pandangan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), hadir Diplomat Muda Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemenlu, Rina Komaria, yang menjelaskan pentingnya mendalami daerah asal korban online scam tersebut untuk melakukan pencegahan.
“Data statistik korban TPPO online scam berasal dari Sumatera Utara sebesar sekitar 35%, lalu Sulawesi Utara sekitar 20%, disusul Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Riau.
Daerah asal ini perlu didalami, karena dapat berkaitan erat dengan budaya di daerah tersebut, misalnya di Sumatera Utara terdapat budaya merantau. Dengan mengetahui hal ini, kita bisa menarget untuk pencegahan, tentu juga penting melakukan sinergi dengan instansi terkait,” jelas Rina.
Seluruh masukan dari masing-masing narasumber pada diskusi ini nantinya akan dielaborasi dan diserahkan kepada Ketua Wantannas RI, Presiden Joko Widodo. []