April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Awas, Memberi Air Minum dan Air Untuk Mencuci Muka Kepada Demonstran Dipenjara Antara Empat Hingga Empat Belas Bulan

3 min read

JAKARTA – Sebanyak 29 karyawan Gedung Sarinah di Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, divonis rata-rata empat bulan tiga hari penjara dalam kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019 lalu. Vonis itu dijatuhkan hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).

Para karyawan Sarinah itu terdiri dari 26 orang petugas sekuriti, dua orang teknisi, dan satu cleaning service. Mereka adalah Ahmad Zulfikar, Alvin Nazarkhan, Endah Hardian, Andhi Febriantoro, Ridwan, M. Ichrom, Samsul Anwar, Yusuf Gunawan, Hariyono, Tara Arbyansyah.

Kemudian, Nurakhman, Agus Sarohman, Trio Prasetio, Hendri Basuki, Iwan Syachrie, Adi Sucipto, Deki Aries, Suyamto, Achmad Suhendar, Habib Musa, Achmad Sanusi, Supriyadi, Syahril, Mugiyanto, Felix Ganang, Handori, Hermawan, Ahmadi, dan terakhir Philip Sinaga.

Hanya dua nama terakhir yang divonis lebih lama, empat bulan 14 hari. Puluhan karyawan itu dianggap memberi bantuan kepada para perusuh, entah dengan mengasih air atau tempat persembunyian, untuk melawan aparat.

Dengan demikian, majelis hakim menyatakan puluhan orang tersebut melanggar Pasal 212 KUHP jo Pasal 214 KUHP jo Pasal 56 KUHP tentang kekerasan melawan kuasa hukum atau aparat yang sedang bertugas.

“(Para) terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindakan pidana,” ucap hakim Wadji Pramono dalam putusannya, seperti yang dilansir Kompas.com. Putusan hakim itu lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yang menuntut delapan bulan penjara.

Dalam dakwaan disebutkan, mereka telah memberi izin pendemo masuk ke gedung Sarinah, memberikan minum dan air untuk cuci muka sehingga para perusuh tersebut kembali segar, lalu melanjutkan aksi melawan aparat.

Hakim menyatakan, hal yang meringankan para terdakwa adalah mereka mengakui dan menyesali perbuatannya, para terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan para terdakwa belum pernah dihukum.

Kasus ini berawal ketika kerusuhan terjadi di sekitar Sarinah dan Bawaslu, Jakarta Pusat pada 21-22 Mei lalu. Begitu banyak perusuh dan anggota kepolisian yang terlibat.

Di tengah-tengah kerusuhan tersebut, Ahmad dan Hermawan memberikan bantuan kepada perusuh berupa pemberian minuman dan air beserta ember untuk mencuci muka. Kemudian, para terdakwa lainnya ikut membantu

Air cuci muka itu digunakan untuk para perusuh membasuh muka saat dilempari gas air mata oleh polisi. Pada 22 Mei malam, Kepolisian menangkap 30 pegawai Sarinah. Para pegawai itu tengah berada di dalam Sarinah tempat mereka bekerja.

Polisi menangkap mereka karena diduga memberikan bantuan kepada para perusuh. Sejak itu, para pegawai Sarinah sebanyak 30 orang lalu ditahan Rutan Polda Metro Jaya.

Jumlah itu berkurang menjadi 29 karena ada satu pegawai meninggal dunia, yang diduga karena sakit.

Meski baru pekan lalu divonis empat bulan penjara, tapi puluhan pegawai Sarinah tersebut sudah akan keluar pada Senin besok. Pasalnya, hukuman telah dikurangi masa tahanan.

Selama para terdakwa menjalani masa kurungan, menurut seorang pegawai Sarinah lain yang identitasnya enggan disebutkan, mengatakan bahwa selama ini hak teman-teman sebagai pegawai tetap diberikan perusahaan.

Menurutnya, puluhan pegawai itu pun tak dipecat. “Setelah proses hukumnya selesai, nanti mereka bisa bekerja kembali,” ucap karyawan tersebut kepada Tempo.co.

 

Putusan keliru

Meski demikian, vonis hakim ini mengecewakan banyak pihak. Misalnya, kuasa hukum para terdakwa, Oky Wiratama Siagian. Menurut Oky, seharus para karyawan Sarinah tersebut diputus bebas.

Sebab, menurut Oky, yang diberikan kliennya itu hanya air yang fungsinya hanya untuk membantu. Apalagi, kata pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta), itu air tersebut tidak digunakan pendemo untuk menyerang aparat polisi.

“Air tidak relevan. Karena air tidak digunakan massa untuk menyerang. Harusnya diputus bebas karena air tidak digunakan secara langsung oleh pihak massa aksi untuk menyerang (polisi),” ucap Oky, seperti dilansir detikcom.

Oleh karena itu, Oky berpendapat, putusan hakim jauh dari kata keadilan. Dan, hal ini dapat menjadi preseden bagi tindakan bantuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan tindak pidana.

“Tindakan pembantuan (medelichtige) haruslah dimaknai memberikan pembantuan secara langsung,” kata Oky.

Sebenarnya, bukan hanya Oky saja yang berpendapat demikian. Demikian juga dengan ahli hukum Achmad Sofian yang dihadirkan dalam persidangan. Menurut Sofian, para pegawai Sarinah yang memberikan air bukan untuk membantu atas perbuatan kriminal.

Karenanya, dia menyebut dakwaan terhadap pegawai Sarinah keliru. “Pemberian air yang dilakukan berdasarkan rasa iba atau kemanusiaan bukan merupakan niat jahat,” tutur Sofian di PN Jakpus, Rabu (04/09/2019), seperti yang dilansir CNN Indonesia.

“Mens rea adalah niat jahat, atau dalam bahasa kita pikiran kotor, kalau niat baik itu bukan mens rea,” tambahnya.

Selain itu, Sofian juga menyatakan bahwa air tidak bisa digolongkan sebagai alat untuk membantu tindak pidana. Air untuk membantu tindak pidana bisa saja terjadi, menurut Sofian, asal air tersebut direbus hingga mendidih lalu digunakan untuk menyerang.

Akan tetapi, saat itu pegawai Sarinah memberikan air bukan untuk menyerang petugas. “Penalaran kausalitas antara air sebagai sarana dengan perbuatan melawan aparat dalam kerusuhan 22 Mei 2019 adalah hal yang sangat dipaksakan, dan cenderung sesat,” ungkapnya. []

Advertisement
Advertisement