April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Hati-hati Jebakan Monopoli di Permenaker No. 291/2018

4 min read

Menakertrans Hanif Dakhiri mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4). Rapat kerja tersebut membahas isu-isu terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/18.

Moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke-21 negara, termasuk diantaranya ke Saudi ternyata berdampak dengan munculnya PMI ilegal di sejumlah negara. Ini disebabkan pekerja Indonesia tidak mendapatkan kanal resmi bekerja di luar negeri.

Dalam catatan Badan Nasioal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), setidaknya 2.600 PMI setiap bulannya termonitor oleh imigrasi keluar negeri secara ilegal untuk mengadu nasib.

Hal ini mendorong pemerintah mulai mempertimbangkan mencabut kembali moratorium pengiriman PMI melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (permenaker) No.291 Tahun 2018 tentang penempatan pekerja melalui satu kanal.

Membaca permenaker tersebut membuat garuk-garuk kepala. Pertama, misalnya pemberian hak satu kanal kepada satu asosiasi untuk menyeleksi perusahaan yang mengirim PMI ke negara tujuan, misalnya ke Arab Saudi.

Peraturan ini, seperti memberikan hak monopoli terselubung. Tidak ada asosiasi lain yang bisa menyeleksi perusahaan pengiriman PMI. Pemberian hak monopoli akan membuka ruang munculnya kolusi dan nepotisme yang berujung pada persoalan perlindungan  PMI (Pekerja Migran Indonesia). Aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hilang ketika monopoli diberikan hanya kepada satu lembaga saja.

Hal lain yang cukup menggelitik adalah pada bab III Pasal 1 Huruf K di Permenaker tersebut. Disebutkan bahwa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) harus memiliki surat/bukti keanggotaan dalam asosiasi yang ditunjuk sebagai wakil KADIN dalam lingkup penempatan dan perlindungan Pekerja MIgran Indonesia (PMI).

Bunyi pasal ini menimbulkan banyak tanda tanya. Misalnya, apakah KADIN termasuk badan Pemerintah? Dan apa wewenang KADIN hingga diberikan kepercayaan begitu besar menentukan asosiasi yang mewakili dan dicantumkan dalam keputusan menteri? Kenapa sang asosiasi yang disebutkan itu ’ditunjuk’ sebagai wakil KADIN?

Jelas dalam pasal ini Negara wabil khusus Kemenaker memberikan otoritas  yang sangat besar kepada KADIN (juga asosiasi) untuk menentukan P3MI mana yang bisa diloloskan sebagai perusahaan yang melaksanakan pengiriman PMI.

Sebelumnya setiap perusahaan jasa pengiriman PMI bisa mengirim langsung pekerja Indonesia ke agen perusahaan di Saudi melalui jalur P to P (private to private).

Oleh agen, perusahaan penyalur PMI di Saudi, setiap PMI dihargai US$1.800 atau sekitar Rp25 juta.  Tentu saja ini bisnis menggiurkan. Tak mengherankan banyak P3PMI bermunculan bak jamur di musim hujan. Banyak TKI dikirim tanpa keterampilan yang memadai, bahkan hal yang mendasar sekalipun misalnya mengoperasikan mesin cuci, atau menyalakan kompor atau oven tidak tahu.

Tidak mengagetkan jika setiap bulan, muncul ribuan kasus yang dialami PMI. Bukan saja soal sebagian mereka tidak punya keterampilan yang cukup, namun negara penerima tidak menjamin perlindungan tenaga kerja asing. Majikan bisa berbuat sewenang-wenang bila dianggap PMi tidak becus atau bahkan melakukan pelecehan seksual.

Bila soalnya pada pengawasan terhadap perusahaan jasa pengiriman PMI. Mestinya kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) harus dioptimalkan. Bila perlu diaudit apakah BNP2TKI sudah melakukan tata-kelola perlindungan dan penempatan PMI dengan baik. Bukan malah memberikan hak monopoli terselubung.

Kedua, Permenaker 291/281 juga tidak mengatur batas waktu bagi perusahaan jasa PMI beroperasi. Itu artinya perusahaan-perusahaan abal-abal atau perusahaan jasa PMI yang lama tidak beroperasi, bisa mengirim PMI tanpa memahami kondisi kekinian persoalan ketenakerjaan di Arab Saudi.

Pertanyaannya adalah, apakah perusahaan tersebut masih memahami masalah perlindungan tenaga kerja asing terbaru di sana? Masih untung kalau paham, bisa jadi sang perusahaan ini malah lepas tangan bahkan tidak peduli setelah menerima US$1.800 per kepala.

Maka wajar saja, jika kedubes di negara penerima PMI banyak menerima PMI bermasalah yang kesulitan dipulangkan karena perusahaan penyalur tidak bertanggung jawab. Perusahaan merasa tugas telah selesai yakni, mengirimkan PMI ke negara penerima. Sementara bila PMI bermasalah akan menyerahkan tugas kepada Kedubes Indonesia, alias cuci piring.

Dalam Permenaker disebutkan soal persyaratan bagi perusahaan untuk beroperasi paling sedikit  5 tahun. Secara teknis hal ini rawan dipermainkan karena tidak ada batas rentang waktu. “Ah..jij tau sendiri kan banyak ‘raja’ olah di negeri ini. Apapun bisa di’olah’ yang penting jij untung ikke juga untung,”. Begitulah bunyi nada kolusi dan nepotisme Indonesia. Semuanya menjadi aturable.

Nah lantas bagaimana dengan perusahaan baru yang mempunyai kinerja bagus dan memahami update perkembangan ketenagakerjaan di Saudi, akan tetapi belum beroperasi selama lima tahun. Ini artinya pemerintah tidak membuka ruang kesempatan berusaha bagi perusahaan-perusahaan baru.

Mungkin pemerintah menganggap mereka masih piyik karena perusahaan baru. Akan tetapi, apakah pemerintah menyediakan mentorship atau coaching bagi perusahaan-perusahaan baru. Sehingga kegiatan operasi pengiriman memenuhi standar ketenagerjaan setempat atau host country. Paling panting adalah bagaimana menjadikan PMI dapat pekerja dengan tenang dan aman.

Barangkali ada semangat untuk menjaga standar perlindungan pengiriman PMI, karena itu disebutkan dalam Permenaker 291 minimal beroperasi 5 tahun, Namun apakah perusahaan lama dapat menjamin perlindungan PMI? Sebab bisa jadi perusahaan ini sudah lama tidak beroperasi.

Sebutlah perusahaan jasa PMI  cap ‘Kuda terbang’ ini mati suri 10 tahun tapi masih punyai ijin berusaha, maka bisa diperkirakan perusahaan cap Kuda Terbang ini malah blas geblas-geblas tidak paham soal kondisi terbaru di Saudi. Nah silahkan anda menggaruk-garuk kepala.

Saya teringat petuah Ronald Wilson Reagan – mantan Presiden Amerika 40. Tugas pertama pemerintah adalah melindungi rakyat bukan sekedar mengatur saja. Jadi hemat saya,  bila  Permenaker paling gres 291/2018  tidak memberikan jaminan perlindungan PMI sebaiknya permenaker ini dibatalkan. After all, tugas utama pemerintah adalah melindungi rakyatnya dimanapun berada termasuk PMI agar mereka dapat pekerja dengan rasa aman dan bermartabat.[Dian IF]

Advertisement
Advertisement