April 27, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menganga Lobang Bekas Batu Bara di Sekeliling Calon Ibu Kota Negara

6 min read

JAKARTA – Perpindahan ibu kota negara yang dicanangkan akan dimulai tahun 2024 sepertinya bakal molor. Durasi empat tahun dari peletakan batu pertama pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur tahun 2021, untuk kemudian pemindahan dilakukan, dinilai terlalu singkat. Butuh waktu 10 tahun, paling cepat hanya untuk mengurusi bekas lubang tambang batu bara yang bertebaran di wilayah ibu kota negara baru.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mencatat demikian. Meski begitu, pemerintah daerah Kalimantan Timur tetap percaya diri bisa mempersiapkan perpindahan ibu kota baru sesuai rencana. Tiga tahun dirasa cukup untuk mempersiapkan pemindahan.

Persoalan batu bara memang dimiliki Kalimantan Timur yang merupakan salah satu dari provinsi utama penghasil batu bara. Berdasarkan data dari Laman resmi JATAM mencatat terdapat 1.488 izin tambang berskala IUP seluruhnya di sana. Izin tambang IUP itu dikeluarkan oleh pemerintah daerah, provinsi dan kab/kota.

Selain izin IUP, terdapat juga izin tambang yang diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui kementerian ESDM yang disebut Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) di Kalimantan Timur. Tak kurang ada 33 PKP2B di provinsi itu. Jika dihitung luasannya adalah 5,4 juta hektare pengelolaan melalui IUP, ditambah dengan luas PKP2B, 1,8 juta hektare.

Total luas tambang mengkapling 7,2 juta hektare, dari 12,7 juta hektare dari daratan Kalimantan Timur atau 70 % dari daratan provinsi ini. Ini belum diakumulasikan dengan jenis Izin komoditas eksploitatif lain, seperti Izin Usaha Pengusahaan Sektor Perkayuan (IUPHHK-Kayu), Wilayah Kerja (Migas), HTI hingga Izin Perkebunan Sawit, maka daratan Kalimantan Timur penuh dikapling oleh tambang.

Data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebutkan ada 1.200 lubang bekas galian batu bara yang ditinggal di area kabupaten dan kota Kalimantan Timur. Sementara versi JATAM jumlah lubang galian lebih banyak lagi, mencapai 1.754 lubang. Lubang yang banyak memakan korban itu sebenarnya bisa diatasi, jika mencontoh negara maju.

Ketua IAGI Pengda Jawa Barat, Dicky Muslim menerangkan, di negara-negara maju, seperti di Korea Selatan dan Denmark, lokasi bekas galian tambang justru dimanfaatkan sebagai lokasi penunjang infrastruktur ibu kota baru, seperti jalan ataupun terminal kendaraan umum.

“Apabila dibangun perumahan atau perkantoran dikhawatirkan mengancam keselamatan pengguna sarana itu,” ujar Dicky Muslim, Selasa (10/09/2019) kemarin.

Dicky menjelaskan secara singkat terkait larangan bekas lubang tambang dibangun perkantoran atau perumahan. Alasan mendasar karena kontur tanah di bekas galian tambang itu berisiko alias kurang kuat jika diperuntukkan bangun kantor atau perumahan. Akan tetapi, jika untuk infrastruktur jalan, tiang pancang yang ditancapkan ke dalam tanah bekas lubang itu kontur tanah relatif lebih mengikat.

Selain alasan keselamatan jiwa, kualitas air di bekas lubang tambang itupun cenderung tidak bisa dimanfaatkan dalam mendukung aktivitas sehari-hari. Umumnya, air di bekas galian tambang itu mengandung sulfur dan merkuri. Dua zat kimia ini terang membahayakan bagi kulit yang menggunakannya.

Soal penutupan lubang bekas galian pun, Dicky menyebut tidak bisa sembarang. Rehabilitasi lubang besar itu tidak bisa menggunakan pasir dari daerah lain, yang berbeda jenisnya. Pasir penutup itu harus sesuai dengan pasir dan tanah di lokasi yang akan di reklamasi. Jadi, proses reklamasi galian tambang dapat berjalan efektif dan efisien. Jika semua proses kajian lingkungan dan analisis dampak lingkungan pada bekas lokasi tambang sudah selesai, kemungkinan besar baru bisa berjalan efektif 10 tahun dari sekarang.

“Proses pengembalian fungsi bekas lahan galian tambang dapat kembali digunakan dalam kurun waktu 10–15 tahun,” ujarnya.

Padahal, pemerintah sendiri menargetkan peletakan batu pertama pembangunan ibu kota negara akan dilakukan bertahap mulai tahun 2021. Dan, pemindahan ibu kota negara dimulai tahun 2024. Pembangunan ibu kota negara baru diperkirakan menelan dana sekitar Rp466 triliun dengan tiga skema pembiayaan. Jika mengacu keterangan IAGI, perencanaan itu sudah pasti lewat dari waktu yang ditetapkan.

Sejauh ini, IAGI sudah menyerahkan kajian terkait pengelolaan bekas lubang galian tambang ke pemerintah, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun kendalanya, IAGI belum menerima lokasi pasti kawasan yang dijadikan pusat pemerintahan, rumah dinas dan perkantoran.

Dicky menambahkan, proses reklamasi dapat berlangsung cepat apabila instansi terkait dan pihak swasta memiliki kemauan untuk menutup bekas galian tambang yang sampai saat ini masih dibiarkan begitu saja. Dua lokasi, yakni di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, bisa menjadi percontohan dari langkah tersebut.

IGAI juga merespons positif terkait rencana lubang tambang dijadikan tempat wisata. Lubang besar bekas limbah itu bisa menjadi pemanis ibu kota baru, hanya saja sebagian kecil, tidak untuk seluruh lubang. “Bisa saja sebagai pemanis, hanya sebagian kecil,” ujarnya.

Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Wahyu A Perdana punya pendapat lain. Ia mengatakan, seharusnya pemerintah merevitalisasi lubang galian tambang sebelum gembar-gembor pemindahan ibu kota baru. Lubang yang ditinggal begitu saja oleh perusahaan pengelola tambang setelah proyeknya selesai itu jelas pelanggaran.

Hal ini menabrak aturan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 pasal 2 ayat 2 dimana pemegang izin usaha pertambangan (IUP) Eksplorasi dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi dan rehabilitasi. Apabila pemegang izin tidak melakukan reklamasi dan rehabilitasi di lokasi bekas tambang sanksi terberatnya pemerintah dapat mencabut izin usaha pertambangan.

Dari kacamata Walhi, 1.200 galian di provinsi itu tidak satupun di reklamasi dan dibiarkan begitu saja. “73% daratan Kalimantan Timur beralih fungsi menjadi konsesi ekstraktif (tambang, sawit, HPH, HTI dan migas). Seluas 5,2 juta hektare (43%) di antaranya adalah tambang,” tambahnya.

Di sisi lain, pengalihfungsian lahan akan berdampak pada perubahan iklim di wilayah Kalimantan Timur. Padahal selama ini, wilayah Kalimantan juga dibayangi kebakaran hutan. Perpindahan ibu kota juga dikhawatirkan membuat daya dukung alam di Kalimantan, yang selama ini digerogoti industri pertambangan dan bubur kertas, semakin kritis. Hal ini bisa berdampak pada wilayah di sekitarnya.

Pemerintah, kata Wahyu, harus segera melakukan langkah konkret di antaranya melakukan analisis dan kajian terhadap danau bekas galian tambang seperti kondisi Air, kemana air ini mengalir. Jangan sampai air dari lubang bekas tambang ini mengganggu air sumur warga dan budidaya pertanian warga.

 

Audit Tambang

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan berdasarkan data dalam kurun waktu 7 tahun (2011–2018) tercatat sedikitnya terdapat 32 korban meninggal dunia di sana.

“Sejak sebelum tahun 2011 sudah banyak korban tapi tidak terdata,” kata Koordinator Divisi Hukum JATAM Muhammad Jamil, Kamis (05/09/2019) silam.

JATAM ikut sumbang saran untuk mengatasi problem yang dihadapi ibu kota baru. Jamil menyebutkan tidak cukup sekadar menempatkan dana jaminan reklamasi. Tapi Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor harus berani melakukan audit kepada para pengusaha tambang dan berani mencabut izin tambang. Data JATAM menyebutkan, di Kalimantan Timur sendiri sebanyak 70% pengusaha tambang tidak menempatkan dana jaminan reklamasi.

“Saat ini ada 800 izin tambang yang harus dicabut, sedangkan pemerintah daerah baru bisa merealisasikan sekitar 306 izin tambang yang dicabut dan dihentikan,” ujarnya.

Jamil malah memperkirakan, pembangunan ibu kota akan membuka peluang penambangan batu bara secara besar-besaran dengan modus pematangan lahan yang biasa dilakukan sebelum melakukan pembangunan infrastruktur.

Pematangan lahan, yakni dengan berpura-pura mendatangkan alat berat untuk meratakan area yang menjadi lokasi ibu kota baru. Padahal, faktanya kata Jamil, mereka melakukan eksploitasi lahan sebelumnya. Modus tersebut kata Jamil sudah terjadi di Kalimantan Timur sejak tiga bulan lalu dimana mereka mempergunakan izin pematangan lahan yang terjadi justru penambangan batu bara.

 

Contoh Canbera

Sebaliknya, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan, lokasi bekas tambang yang berada di wilayahnya, bukanlah masalah yang tidak bisa diselesaikan. Ia mencontohkan Canbera, dimana sebelum menjadi Ibu Kota Australia lokasi tersebut merupakan lokasi penambangan batu bara. Menurutnya, bekas lubang yang berserakan di wilayahnya itu bisa ditutup kembali, dengan catatan berukuran kecil.

“Mungkin lubang-lubang tambang yang kecil bisa ditutup. Yang besar-besarnya ya jangan ditutup sebagai waduk penyediaan air,” katanya.

Bagi Isran, lokasi bekas galian tambang memiliki manfaat. Hanya saja dirinya tidak menyebutkan secara detail pemanfaatan seperti apa yang bisa didapat. Ia membantah sebagian kalangan yang menyebut perusahaan tambang meninggalkan lubang menganga setelah proyek selesai. Lubang terbuka itu, kata dia masih dalam pengerjaan proyek alias belum selesai.

Lubang yang dibiarkan tanpa ada aktivitas, kata Isran, bukan berarti pengerjaan selesai. Kondisi saat itu, perusahaan memutuskan berhenti sementara karena pertimbangan harga jual batu bara di pasaran rendah. Jadi, para pemilik tambang memutuskan berhenti. Apabila pemilik tambang ingin kembali, terlebih dahulu pengusaha tersebut menyelesaikan kewajiban mereklamasi. Jadi bukan karena dia meninggalkan itu sudah selesai bukan.

“Tapi karena harga batu bara turun dia tinggalkan sehingga itu ada lubang-lubang,” tutupnya.

Nah, soal adanya korban jiwa, Isran pun menjelaskan. Katanya, saat memutuskan berhenti sementara para pekerja tambang telah menempel papan bertuliskan dilarang bermain. Atau, sebagian lubang lainnya ditutup menggunakan seng atau kayu besar. “Tujuannya agar tidak menjadi area bermain masyarakat,” pungkasnya. []

Advertisement
Advertisement