April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Mulai 2040 Kendaraan Berbahan Bakar Minyak (Pertalite, Solar, Pertamax, Premium) Dilarang Mengaspal di Jalanan Indonesia

3 min read

Demam mobil listrik melanda seluruh dunia. Banyak Negara yang sudah mencanangkan penggunaan mobil listrik secara massal. Bahkan beberapa Negara sudah berani berikrar untuk tidak lagi menggunakan mobil berbahan bakar fosil (minyak dan gas) mulai tahun tertentu. Indonesia pun tak mau ketinggalan, bakal melarang penggunaan mobil dengan BBM mulai tahun 2040. Sebuah langkah yang terlalu berani.

Pemerintah sudah menyusun garis besar pengembangan kendaraan bertenaga listrik lewat Perpres No 22 Tahun 2017. Perpres itu antara lain menyatakan bahwa pada 2025 Indonesia mampu memproduksi kendaraan bertenaga listrik (hybrid) sebanyak 2.200 unit untuk roda empat dan 2,1 juta unit untuk roda dua.

Pada saat itu, sekitar 10% angkutan umum berupa mobil listrik. Namun Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto punya rencana yang berbeda. Menurut dia, pada tahun 2025, Indonesia menargetkan 20% dari total produksi kendaraan nasional adalah berbasis elektrik. Artinya, saat produksi mobil ketika itu mencapai dua juta unit per tahun, sebanyak 400 ribu di antaranya adalah kendaraan listrik.

Sebelum ambisi besar itu terwujud, di Indonesia sudah terjadi investasi besar-besaran untuk industri baterai, komponen utama mobil listrik. Investor Tiongkok, Jepang, dan Indonesia sudah berkolaborasi membangun pabrik komponen baterai di Morowali, Sulawesi Tengah, senilai US$ 700 juta, dengan devisa pada tahun pertama diperkirakan mencapai US$ 800 juta.

Indonesia memang berpotensi menjadi basis produksi mobil listrik di Asia, antara lain lantaran didukung ketersediaan pasokan nikel untuk bahan baku baterai lithium kendaraan listrik. Indonesia memiliki 16% dari cadangan nikel laterit global, yang menjadi bahan baku baterai. Sedangkan 60-80% bahan baterai lithium berbasis nikel.

Pemerintah memang harus mengembangkan mobil listrik karena lebih ramah lingkungan, sementara cadangan minyak dan gas dari fosil kian menipis. Mobil listrik bisa menghemat 50%-80% bahan bakar. Mobil listrik jenis hybrid electric vehicle (HEV) bisa lebih hemat bahan bakar 50%, sementara plug-in HEV bahkan bisa lebih hemat sampai 75%-80%.

Selain itu, mobil listrik akan dapat menghemat anggaran subsidi BBM, karena berkurangnya impor minyak dan BBM yang selama ini membebani neraca perdagangan Indonesia.

Guna mendorong produksi kendaraan dengan energi listrik, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu sudah menjanjikan potongan 50% atas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PpnBM). Pemerintah juga sudah memformulasikan Perpres baru sebagai payung hukum pengembangan kendaraan bermotor listrik di Indonesia.

Saat ini memang banyak Negara di dunia yang berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan dalam mengembangkan teknologi kendaraan bermotor listrik guna mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Mengingat industri jenis ini masih berada pada tahap awal, Indonesia harus benar-benar mempersiapkan dengan baik. Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum, terutama kepemilikan cadangan bahan baku baterai sebagai sumber utama energy kendaraan listrik.

Untuk itu, pemerintah harus menyusun grand design atau peta jalan (roadmap) pengembangan kendaraan listrik. Pemerintah harus merancang bagaimana teknologi terkini yang akan dipakai, penyiapan sumber daya manusia (SDM), pengembangan industri komponen dan pendukungnya dari hulu hingga hilir, regulasi dan insentif yang dibutuhkan, hingga penyiapan infrastruktur pendukungnya.

Kita sepakat bahwa dalam jangka panjang, Indonesia harus mengikuti tren dunia dalam pengembangan kendaraan listrik, mengingat energy fosil bakal habis. Namun pertanyaannya, benarkah Indonesia sudah siap?

Sementara industri otomotif konvensional saat ini sedang ekspansi besar-besaran. Industri itu kelak mau dikemanakan dan siapa yang harus menanggung kerugian tersebut. Juga bagaimana dengan masa transisi yang berlangsung.

Kecuali itu, pemerintah harus dapat mendeteksi kendala teknis yang muncul dalam pengembangan kendaraan listrik di dunia. Antara lain belum adanya baterai yang bisa tahan lama. Juga ukuran baterai yang masih bermasalah, karena saat ini belum ada negara yang mampu membuat baterai dengan ukuran ringan.

Belum lagi harga kendaraan listrik yang umumnya lebih mahal minimal 50% dibanding mobil konvensional. Banyak hal yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Itu sebabnya, pemerintah harus mengajak seluruh pemangku kepentingan, khususnya kalangan industri otomotif, akademisi, serta pakar-pakar di berbagai lembaga riset untuk duduk bersama merancang peta jalan kendaraan listrik. Indonesia jangan gegabah ikutikutan namun tanpa persiapan yang matang dan penguasaan teknologi yang memadai. [Bsid]

Advertisement
Advertisement