2022, Populasi Penduduk Hong Kong Merosot Tajam
HONG KONG – Setiap negara atau kawasan yang berdaulat, memiliki dinamika demografi masing-masing yang seringkali menjadi barometer dari ukuran sesuatu. Database demografi menjadi hal krusial bagi setiap wilayah berdaulat untuk berbagai keperluan domestik mereka masing-masing.
Perubahan demografis yang diluar dugaan, sering mengakibatkan berbagai kekhawatiran oleh sebuah kawasan berdaulat. Tentu saja wajar, bagaimanapun juga dinamika demografi merupakan dinamika potensi sumber daya manusia sebuah negara.
Merosot, atau bertambah banyak diluar kendali tentu akan memiliki arti tersendiri.
Pun demikian dengan yang terjadi pada dinamika demografi di Hong Kong saat ini.
Dikutip ApakabarOnline dari beberapa sumber lokal menyebutkan, secara statistik, Hong Kong saat ini mengalami kemerosotan jumlah populasi yang cukup mencolok.
Per Kamis 11 Agustus 2022 kemarin, total populasi Hong Kong turun dari 7,41 juta orang menjadi 7,29 juta. Angka tersebut turun sebanyak 1,6 persen, kata Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong.
Fenomena penurunan yang terjadi saat ini disebut merupakan angka paling tajam sejak pemerintah setempat mulai melacak angka pada tahun 1961.
Meskipun pihak berwenang mengaitkan sebagian dari faktor itu dengan penurunan alami namun angka kematian terjadi lebih banyak dari angka kelahiran. Para ahli mengatakan angka itu juga mencerminkan eksodus yang telah dipercepat dalam beberapa tahun terakhir di tengah periode pergolakan sosial besar-besaran yang mencakup protes antipemerintah dan pandemi.
Sekitar 113.200 penduduk meninggalkan Hong Kong selama setahun terakhir, kata departemen itu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sepanjang pandemi, para ahli dan pemimpin industri telah memperingatkan bahwa pembatasan COVID-19 yang ketat di kota itu akan mengusir penduduk, pelancong, dan ekspatriat.
Bahkan ketika seluruh dunia terbuka, selama berbulan-bulan Hong Kong terus menutup perbatasan, menangguhkan rute udara dan memberlakukan karantina wajib dan langkah-langkah jarak sosial seperti pembatasan pertemuan publik dan pembatasan layanan restoran.
Kewajiban masker tetap berlaku sementara ruang publik seperti pantai dan pusat kebugaran menghadapi penutupan lama selama periode jumlah kasus yang tinggi.
Langkah-langkah tersebut dianggap telah menghancurkan bisnis yang mana beberapa situs paling terkenal di Hong Kong, termasuk restoran terapung Jumbo Kingdom juga ditutup pada tahun lalu.
“Lebih dari dua setengah tahun pembatasan COVID-19 berdampak besar pada bisnis dan ekonomi,” kata Kamar Dagang Umum Hong Kong dalam sebuah pernyataan bulan ini.
CEO grup tersebut George Leung menambahkan bahwa penutupan perbatasan Hong Kong mencekik prospek pemulihan ekonomi dan mendesak pihak berwenang untuk membuat jadwal konkret untuk membuka kembali Hong Kong.
Pemerintah Hong Kong juga telah mengakui dampak dari kebijakannya dengan mengatakan bahwa pembatasan penerbangan seperti mengharuskan semua kedatangan divaksinasi, dites negatif untuk COVID-19, dan membayar karantina di hotel pada saat kedatangan telah mengganggu arus masuk populasi di negara tersebut.[]