April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Air Mata Duka, Sulawesi Di Terjang Tsunami Dan Di Guncang Gempa

5 min read

PALU – Gempa bumi berkekuatan 7,7 Skala Richter (SR) mengguncang Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9/2018) pukul 17.02.44 WIB.Pusat gempa berada di arah Timur Laut Donggala dengan kedalaman 11 km.Selain menyebabkan korban jiwa dan kerusakan bangunan, gempa bumi tersebut juga disertai tsunami dengan ketinggian antara 1,5 – 2,0 meter.

Kepala BMKG Dwi Korita Karmawati memastikan bawah benar terjadi tsunami, menghantam kawasan pantai Talise, Kota Palu dengan ketinggian hingga 1,5 meter akibat gempa berkekuatan 7,7 pada skala Richter yang mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah, tetapi air sudah surut.

“Dari pemantauan di lapangan, benar terjadi tsunami, dan bahwa video yang beredar itu memang benar,” kata Dwi Korita Karmawati dalam jumpa pers di kantor BMKG, Jumat malam (28/09).

“Tsunami mencapai ketinggian sekitar 1,5 meter, terjadi pada pukul 17:32. Namun kemudian setelah beberapa lama, air sudah surut,” katanya.

Di media sosial beredar video yang menunjukkan ombak besar menerjang pantai sekitar pesisir Palu. Video lain menunjukkan, air bah menerjang masuk pemukiman. Belum jelas apakah jatuh korban. Selain di Palu dan Donggala, tsunami juga melanda Mamuji di Sulawesi Barat.

Pengumuman bahwa terjadi tsunami akibat gempa di Donggala disampaikan beberapa jam setelah peringitan dini tsunami dicabut.

Dua gempa di Sulawesi Tengah dalam selang tiga jam sempat memicu peringatan tsunami yang kemudian dicabut dan gempa besar itu diikuti dengan gempa-gempa susulan. Sejauh ini seorang warga meninggal dunia dan 10 luka akibat peristiwa pada Jumat (28/09).

Gempa pertama terjadi di Donggala, sekitar pukul 14:00, sementara gempa berikutnya terjadi pada pukul 17:02. Di antara dua gempa besar, terjadi setidaknya tiga gempa kecil lain, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Peringatan dini tsunami segera aktif saat gempa di Palu terjadi, “namun sesudah setengah jam situasi kondusif, sehingga peringatan tsunami diakhiri,” Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.

Disebutkan gempa pertama berkekuatan 5,9 skala Richter dengan pusat gempa 2 km utara Kota Donggala pada kedalaman 10 km. Di sini, gempa tidak berpotensi tsunami.Sementara gempa sesudahnya pada pukul 17:02 terjadi 27 km timur laut Donggala, atau 80 km barat laut Palu, dan menimbukan peringatan tsunami.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, kemudian mengatakan bahwa peringatan dini tsunami sudah berakhir untuk Donggala, Mamuju dan Palu.

Terjadi kerusakan di berbagai tempat, dengan banyak rumah rubuh. Warga di daerah yang terkena dampak, keluar dari rumah masing-masing, berkumpul di tempat terbuka.

Mohamad Fajar, salah satu korban gempa dan tsunami, yang tinggal di Kelurahan Sengau, Kecamatan Tetanga, Palu, Sulawesi Tengah menceritakan pengamalamnnya:

“Gempanya lumayan dasyat. Rata-rata jalan ke Palu barat ini semua retak, bahkan ada yang turunnya sampai 80 cm, amblas ke bawah. Tadi posisinya saya sementara di atas motor, saya jatuh. Langsung jatuh. Posisi saya sementara mengendarai motor, tiba-tiba gempa, jatuh. Lumayan keras. Ya ada luka di siku sebelah kanan. Lecet saja.

Jembatan Empat, maskotnya Palu, itu patah tadi posisinya. Patah di tengah-tengahnya. Jadi akses dari selatan ke barat itu putus.

Terus di tempat saya juga ada rumah yang retak, ada tembok-tembok yang rubuh.

Orang-orang di sekitar saya, semua juga kan, posisi kan saya sementara di tengah kota. Jadi rata-rata di keliling gedung bertingkat, semua memang lari, lari keluar gedung, semua berhamburan ke tengah jalan.

Kalau gempanya sendiri tadi dia goyangnya sekitar hampir satu menit. Terus kalau efek setelah itu, sampai sekarang masih ada. Efeknya orang masih takut masuk ke dalam rumah. Semua orang ini posisi masih di luar rumah.

Kondisi itu juga dialami oleh warga di Palu, sekitar 40 km dari Donggala. Menurut Eddy Djunaidi, wartawan Metro di Palu, warga mengungsi ke tempat-tempat lebih tinggi karena khawatir akan tsunami.

“Kondisi di sekitar rumah gelap gulita,” tuturnya.

Getaran gempa bahkan dapat dirasakan di Gorontalo, sekitar 576 kilometer dari pusat gempa di Donggala.

“Goyangnya agak lama. Bukan sekali getar langsung selesai, terus disusul goyang. Bukan begitu. Tetapi goyangannya lama. Orang pada saat keluar dari masjid, mereka diam, ada yang mengucapkan Subhanallah, Allahu Akbar, takbir. Mereka tidak begitu panik,” tutur Rio, seorang warga Gorontalo.

Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Bambang Setiyo Prayitno, mengatakan berdasarkan peta gempa, gempa di Donggala adalah “gempa bumi tektonik diakibatkan sesar Palu Koro, Selat Makasar”.

“Kalau melihat dari peta dampak guncangan dari gempa bumi diperkirakan timbulnya kerusakan karena sudah mencapai sekitar 8 MMI di dekat sumber gempanya,” tambahnya dalam wawancara dengan Nuraki Aziz untuk BBC News Indonesia.

 

Donggala setelah Lombok

Gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Richter dan susulan sebesar 7,7 skala Richter di Donggala, Sulawesi Tengah, ini terjadi satu bulan setelah gempa dahsyat Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Agustus 2018 lalu.

Namun gempa di Lombok dan Donggala tersebut tidak berkaitan.

“Tidak ada hubungannya sama sekali antara gempa di Lombok dengan di Palu Koro tadi, di Donggala. Hal yang berbeda, mekanismenya berbeda, sumber-sumber gempanya juga berbeda. Dan kedua daerah, baik di Lombok maupun di Donggala di sini juga memiliki sumber-sumber gempa.” Demikian dijelaskan oleh Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Bambang Setiyo Prayitno.

Ditambahkan bahwa gempa di Donggala terjadi karena pergerakan sesar Palu Koro dan kondisi di Sulawesi lebih rumit karena ada pergerakan lempeng dari utara, selatan, dan timur.

Pergerakan sesar Palu Koro telah menyebabkan gempa beberapa kali, antara lain meliputi gempa di Sulawesi Tengah pada 14 Agustus tahun 1968 dengan kekuatan 6 skala Richter, gempa di Sulawesi Tengah dengan kekuatan 7,8 pada 1 Januari tahun 1996, dan pada 14 Mei 1921dengan kekuatan 6,3 skala Richter, kata Bambang Setiyo Prayitno.

 

Gempa susulan

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa gempa di Donggala diikuti dengan gempa-gempa susulan, sebagaimana dengan gempa besar di Lombok.

“Berdasarkan historis yang kemarin di gempa Lombok, maka dengan gempa yang cukup besar ini kemungkinannya bisa sampai dua minggu ke depan akan terjadi gempa-gempa susulan. Namun kita belum menghitung karena datanya belum terkumpul semua, nanti akan dihitung berapa pastinya,” jelas Bambang Setiyo Prayitno.

Karena gempa susulan itu, lanjutnya, masyarakat diharapkan untuk tetap waspada apalagi kondisi bangunan yang sudah melemah setelah gempa besar. Mereka disarankan untuk menghindari rumah-rumah yang sudah tidak layak.

Hingga kini pihak berwenang belum dapat memberikan rincian skala kerusakan atau pun korban, antara lain karena akses terputus dan jaringan komunikasi terganggu.

Di ibu kota Sulawesi Tengah, Palu, hingga menjelang tengah malam listrik masih mati sementara kerusakan tampak terjadi, sebagaimana tertera dalam rekaman video dan foto yang menunjukkan masjid rusak.

“Saya tadi melalui di sana, memang seperti itu, kubahnya (masjid) rubuh, terus air masih ada di sekitarnya, motor, juga mobil, kendaraan masih berserakan,” ungkap seorang warga Palu, Mohamad Fajar. [BBC]

Advertisement
Advertisement