Anak Saya Menjadi Pemurung dan Lamban Dalam Pelajaran Sekolah Semenjak Saya Bercerai dengan Suami
Assalamualaikum . . .
Kakak Psikolog pengasuh curhat yang saya hormati, perkenalkan, saya I, salah satu pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang sudah 8 tahun bekerja.
Saya memiliki persoalan yang bagi saya cukup mengganggu hari-hari saya, dan merusak anak saya yang di rumah.
Saya punya anak yang saat ini berusia 13 tahun, seharusnya sudah kelas 1 SMP, namun karena tertimpa permasalahan, anak saya saat ini masih kelas 6 SD.
Sejak saya tinggal ke Hong Kong, anak saya tinggal bersama suami saya yang sekaligus ayah kandungnya di Tulungagung.
Awalnya saya kira semua baik-baik saja, namun seiring dengan bertambah usia anak saya, nalarnya semakin dewasa, anak saya kecewa melihat perilaku ayahnya yang sering mabuk, main perempuan dan lingkaran pergaulan yang tidak disukai anak saya, sebagaimana sebelumnya saat dia tinggal di Nganjuk sebelum saya berangkat ke Hong Kong.
Empat tahun yang lalu, terpaksa saya harus memutuskan bercerai dengan suami. Dan anak saya kembali saya ambil untuk diasuh keluarga saya di Nganjuk.
Sekembali dari Tulungagung, di Nganjuk, perangi anak saya berubah drastis. Anak saya menjadi pemurung, menjadi lambat menangkap pelajaran sekolah, hingga membuatnya tinggal kelas saat kelas 4.
Saat saya tanyakan secara langsung kepada anak saya, apakah menginginkan saya sebagai ibunya berhenti bekerja di Hong Kong agar dia bersemangat seperti semula, anak saya menjawab tidak.
Tapi anak saya menjawab ingin tetap bersama ayah dan ibu, tapi ayah harus menjadi orang baik.
Sampai disini, tentu saya tidak mudah menyelesaikan hal tersebut.
Demikian curhat singkat saya, saya berharap mendapat pencerahan dari kakak psikolog pengasuh. Terimakasih banyak saya sampaikan sebelumnya.
Wassalamualaikum…
IS, di Ho Man Tin Hong Kong
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan yang Ibu IS ajukan, saya turut prihatin atas apa yang anak dan keluarga ibu alami.
Perceraian secara langsung akan berdampak pada psikologis anak, apalagi anak ibu yang berada di kampung sedang tumbuh dan berkembang, ia memerlukan belaian, perhatian dan kasih sayang, namun saya memahami ibu mengalami dilema, di suatu sisi ibu ingin terus mengasuh anak di kampung namun disisi lain ibu berhadapan dengan masalah ekonomi
Walaupun kalau kita bicara ekonomi tidak akan habisnya, karena kebutuhan ekonomi dan rasa cukup itu subjektif, selagi tidak banyak keinginan, Insya Allah merasa cukup
Apa yang anak ibu inginkan agar ibu segera pulang adalah hal yang wajar dan sangat manusiawi, karena seorang anak memerlukan figur dan sosok yang bisa mendidik dan tidak cukup dengan hanya memberikan materi, karena di masa-masa puber memasuki usia remaja anak ibu akan labil sangat beresiko terpengaruh oleh lingkungan atau rekan sebaya
Apalagi Ayahnya tidak bisa menjadi contoh dan ibu sudah bercerai dengan suami, tentu saja membuat dia semakin marah dan sakit hati, ini yang disebut dengan istilah “broken home” sehingga anak ibu adalah anak yang beresiko melakukan “kenakalan remaja”
Ada beberapa saran yang mungkin bisa ibu lakukan bila ibu belum bisa berhenti bekerja saat ini ;
- Carikan dia sosok/figur pengasuh yang bisa menjadi teladan seperti orang tua angkat atau dari lingkungan keluarga terdekat khususnya figur Ayah, bisa seperti kakek, paman, abang ataupun guru/ustad yang bisa membimbingnya, khususnya membimbing ke arah agama, sehingga dia memiliki prinsip dan pegangan hidup
- Lakukan komunikasi intensif dan ketika berkomunikasi jangan banyak menceramahi, namun lebih banyak mendengar luapan hatinya, biarkan dia mengekspresikan perasaannya tanpa merasa dihakimi (judge), bisa dengan Video Call, Zoom ataupun perangkat komunikasi yang mudah lainnya. Dalam komunikasi juga jangan libatkan anak dalam konflik dengan Ayahnya, jangan pula memprovokasi anak untuk membenci Ayahnya
- Luangkan waktu untuk cuti dan pulang bertemu dengan anak, banyak jalan berdua dan ibu juga harus tersambung dengan gurunya untuk mengetahui perkembangan anak
- Ibu harus punya target mau sampai kapan bekerja di luar negeri, karena tentunya ada “harga” yang harus dibayar, yaitu melewatkan tumbuh kembang anak,
- Bila memungkinkan bawa anak ibu berkonsultasi ke konselor remaja atau psikolog untuk mendapatkan layanan konseling boleh secara online maupun tatap muka langsung (offline) agar anak mendapatkan intervensi psikologi sehingga ia bisa mengelola emosi dan dapat tumbu dan berkembang dengan baik
Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat, salah hormat
Dr.H.Muhammad Iqbal
Psikolog
Keterangan
Dr.Muhammad Iqbal, Psikolog
Lahir di Medan, 25 September 1980, Menyelesaikan pendidikan S1 Sarjana Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, S2 dan S3 dalam Bidang Psikologi Universiti Kebangsaan Malaysia