October 10, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Bolehkah Merahasiakan Pernikahan ?

5 min read

JAKARTA – Menikah adalah ibadah sebab terdapat pahala yang didapat bersama istri. Dilakukan tanpa beban dan paksaan. Kedua mempelai melaksanakannya dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan. Wajah mempelai, keluarga dan sanak kerabat, ‘hadir’ dalam rona cerah. Semua yang hadir gembira. Tak ada yang sedih. Karenanya, kagembiraan dan kebahagiaan itu, patut diketahui orang banyak.

Sejatinya, acara pernikahan dalam Islam, memang, tak boleh ditutup-tutupi atau tak boleh melakukan menikah diam diam. Ia harus dipublikasikan. Segenap orang yang mengenal mempelai dan keluarganya, seyogianya tahu perihal acara pernikahan tersebut.  Rasulullah saw bahkan merekomendir agar acara acara pernikahan disertai ‘hiburan’ yang membuat semua pihak yang hadir di acara tersebut turut bergembira. Tentu saja ‘hiburan’ yang sesuai dengan tuntunan Qur’an dan Sunnah.

Demikianlah sekilas, bagaimana sesungguhnya Islam memandang acara acara pernikahan yang berhubungan dengansyarat laki laki menikah dalam islam. Sayangnya, belakangan di sebagian kita makin menguat kecenderungan untuk menutup-nutupi atau membuat misterius sebuah acara pernikahan, terutama di kalangan seleb.  Biasanya ‘dalil’ yang dikemukakan adalah, “Ini kan acara sakral, buat keluarga dan kerabat terdekat saja.”

Rencana dan prosesi acara pernikahan mestinya jangan dibuat “misterius” kecualitunangan dalam islam. Nikah itu sendiri penuh hikmah. Menutupi rencana acara pernikahan dan saat berlangsungnya ijab-qabul, mengurangi kandungan hikmah yang terdapat di dalamnya. Karenanya, Islam mengajarkan, supaya acara pernikahan itu dipublikasikan. Rasulullah saw bersabda, “A’linuu haadzan-nikaaha waj-‘aluuhu fi’l-masaajidi wadh-ribuu ‘alaihid-dufuufa (umumkanlah acara pernikahan, selenggarakanlah di masjid dan bunyikanlah  tetabuhan),” (HR Ahmad dan Tirmidzi).

Dalam riwayat lain tentang hal yang harus ditanyakan saat lamaran menurut islam, Rasulullah saw menyatakan, “Kumandangkanlah acara pernikahan… dan rahasiakanlah peminangan,” (HR Ummu Salamah ra). Dengan berbagai pertimbangan, Islam mengajarkan agar sebisa mungkin merahasiakan peminangan. Ia hanya diketahui sebatas keluarga terdekat. Mengapa? Untuk mengantisipasi gagalnya acara pernikahan, hal ini penting dan sangat berarti bagi keluarga wanita. Jika acara pernikahan itu urung, padahal orang banyak sudah tahu wanita tersebut sudah dilamar, bagaimanakah perasaan dan kehormatan yang bersangkutan? Bisa jadi sangat menyakitkan dan merugikan nama baik pihak perempuan. Boleh jadi pula orang lain akan ragu mengajukan lamaran, lantaran  pihak sebelumnya telah mengundurkan diri. Bisa saja orang berpikiran negatif terhadap pihak perempuan dan keluarganya.

Jika peminangandirahasiakan, andai pun tak berlanjut ke acara pernikahan, diharapkan nama baik(kehormatan) wanita dan keluarganya lebih terjaga—karena hanya diketahui olehkeluarga yang sangat terbatas. Yang umum terjadi hari ini, jauh sebelum acarapernikahan—bahkan meminang pun belum—sudah gembar-gembor.

Di kalangan orang-orangterkenal lebih dahsyat lagi, karena sikap dan perilaku mereka sendiri yangmembuat para wartawan gosip memburu dan memberitakan sepak terjang keduanya.Belum apa-apa, mereka sudah sering terlihat  berjalan berduaan (pacaran),kelihatan mesra—meski belum diikat dengan tali acara pernikahan, astaghfirullaah! Tapi kalau ditanya, kapan menikah, jawabannya tak jelas dan klise alias basi!Tak jarang, melamar saja belum, keduanya tak lagi melanjutkan ke arah acarapernikahan. Perbuatan dosa dilalui, pindah lagi ke perempuan atau lelaki lain—untuk memperbarui dosa, begitulah seterusnya.

Kalaupun mengarah kejenjang acara pernikahan,  tak jarang publik dan khususnya wartawan,dibuat penasaran. Sampai puncaknya,  keduanya menikah dan dihadiriterbatas keluarga dan teman-teman terdekat, para wartawan protes—karena takboleh mengikuti proses berlangsungnya akad nikah. Padahal semakin banyak(ramai) yang hadir, makin baik. Banyak hikmah yang terkandung atas kehadirandan kesaksian orang lain di seputar acara pernikahan kita.

 

Hikmah acara pernikahan yang transparan dan diumumkan, di antaranya:

Pertama, menutuppintu fitnah. Dengan transparan, kenalan mempelai dan keluarganya jadi tahu.Jika si pengantin baru itu berduaan, baik di tempat sepi maupun di tengahkeramaian, orang yang mengenalnya sudah mafhum, karena memang diketahui sudahmenikah. Tapi, kalau tidak, gosip dan api fitnah bisa ke mana-mana. Kedua,semakin banyak orang tahu dan menyaksikan prosesi acara pernikahan itu, justrumakin bagus.

Yang mendoakan pun banyak.Lagi pula, upacara acara pernikahan itu punya nilai ibadah. Sesuatu yang baik,mengapa harus ditutup-tutupi atau tak boleh disaksikan banyak orang? Ketiga,mendorong yang belum nikah supaya (berani) menikah. Keempat, syi’ar.Kehadiran banyak orang di  acara acara pernikahan, akan menambah marak dansyi’ar Islam. Yang tak tahu, bagaimana acara pernikahan dalam Islam, akanmenjadi tahu. Apalagi untuk yang belum pernah menikah, dengan mengikuti proses acarapernikahan itu, dia jadi belajar.

Cukup banyak orang menikah diam-diam, sehingga jadi gosip, termasuk yang berpoligami. Ini jelasmenambah deret dosa orang-orang yang menggosipkannya—apalagi kalau hal inidilakukan public figur, terang saja jadi makanan empuk media yang doyangosip. Ini dapat melahirkan fitnah baru. Parahnya lagi, saat diketahui yangbersangkutan hamil—meski mengaku sudah menikah, tapi acara pernikahannya takpernah diketahui publik.

Fitnah demi fitnah danomongan yang tak sedap menjalar ke mana-mana. Ironisnya lagi, bohong demikebohongan (karena usaha untuk menutupi) terus berlanjut. Kebohongan punberuntun. Pernyataan pertama bohong, yang kedua bohong lagi, begitulahseterusnya. Untuk menutupi kebohongan sebelumnya, berbohong lagi.

Demikianlah sebagian kitahari ini dalam menyikapi dan memasuki institusi acara pernikahan. Institusi acarapernikahan yang sesungguhnya bernilai ibadah yang juga kerap dilontarkansebagai ‘sakral’, telah kehilangan nilai. Ia dicoreng-morengi oleh sikap dankelakuan para mempelai dan keluarganya yang  memaknai acara pernikahansebagai sesuatu yang ‘sakral’, tapi dalam pengertian yang sempit.

Islam yang memuliakannilai acara pernikahan dan menganjurkannya untuk disyi’arkan (diramaikan dandipublikasikan) dirusak sendiri oleh sebagian kita yang gemar membuat“misterius” sebuah acara pernikahan.  Bobroknya institusi acara pernikahandi kalangan public figur, sebagai tamsil, jelas punya dampak kemasyarakat. Namanya juga public figur—sosok yang difigurkan publik—tapinyatanya tak layak jadi figur, orang yang mestinya jadi contoh.

Apa-apa yang telahdiungkap seperti tersebut di atas, semoga jadi  perhatian kita bersama.Adalah tugas para dai dan kita semua yang mengaku Muslim dan tahu, untukmemberikan pemahaman dan kesadaran kepada keluarga, sanak kerabat danlingkungan pergaulan kita, tentang hakikat acara pernikahan. Dengan demikian,salah satu ibadah yang bernama nikah itu, tidak disalahpahami. Lebih dari itu,“tak dijadikan mainan” buat “sensasi” atau apalah namanya yang bagi kalangantertentu jadi ajang untuk ngetop.

Diriwayatkan oleh Ahmaddari Abdullah bin Zubair –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihiwa sallam- bersabda:

“Umumkanlah pernikahan”.(Hadits ini dihasankan oleh al Baani dalam Irwaul Ghalil: 1993)

Mengumumkan pernikahandalam arti menyaksikannya adalah wajib menurut jumhur ulama, dan merupakansalah satu syarat sahnya nikah, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-:

“Tidak ada pernikahankecuali dengan adanya wali dan kedua orang saksi yang adil”. (HR. al Baihaqidari hadits Imran dan ‘Aisyah, dan dishahihkan oleh al Baani dalam Shahih alJami’: 7557)

Sebagian ulama telah menganjurkanuntuk menyembunyikan proses pertunangan, karena dihawatirkan ada orang-orangyang mempunyai rasa hasad (dengki) yang mau merusak hubungan antara pihaklaki-laki dengan keluarga pihak perempuan. Sebagaimana yang disebutkan dalam“Hasyiyah al ‘Adwi ‘ala syarhin mukhtashar kholil”: 3/167.

Pendapat di atas didasarioleh sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

“Mintalah bantuan untukmensukseskan hajatan dengan sembunyi-sembunyi, karena setiap orang yangmempunyai nikmat akan diiri orang lain”. (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh alBaani dalam Shahih al Jami’)

Hal ini tidak hanyamenyangkut masalah khitbah (lamaran), bahkan sebaiknya bagi setiap orang untuktidak menampakkan nikmat yang Allah berikan di depan orang yang menaruh rasadengki.

Sedangkan menyelenggarakanresepsi pertunangan adalah termasuk perkara yang sudah menjadi kebiasaan banyakorang, dan hal itu tidak masalah insya Allah.

Tentu dalam resepsitersebut tidak boleh melanggar hukum syar’I yang ada, tidak boleh bercampuraduk antara laki-laki dan perempuan, atau menggunakan alat-alat musik selainrebana; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberikan rukhshah(keringanan) boleh menggunakan rebana pada resepsi pernikahan. []

Sumber ApakabarOnline dari Islamic Base

 

Advertisement
Advertisement