Derita Sutini, Eks PMI Banjarnegara Yang Terancam Terusir Dari Rumah Sakit
BANJARNEGARA – Malang benar nasib Sutini (37), mantan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Banjarnegara, Jawa Tengah. Bukannya memperbaiki nasib, Sutini malah dipulangkan dalam kondisi sakit parah.
Sutini merupakan janda beranak satu. Ayahnya adalah penjual dawet. Sementara ibunya mencari rezeki dengan berjualan keripik pisang. Bisa dibayangkan kondisi ekonomi keluarga ini.
Kondisi ini memaksa Sutini mengadu nasib menjadi pekerja migran. Harapannya, tentu memperbaiki nasib dan demi masa depan anak satu-satunya.
Lantas, ia pun memilih Singapura sebagai sebagai negara tujuan. Barangkali, menjadi PMI di Singapura akan menyudahi impitan ekonomi keluarganya.
Sutini akhirnya berangkat ke Singapura untuk bekerja menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dengan berbekal kontrak atau perjanjian kerja selama dua tahun.
Alih-alih memperoleh majikan yang baik, PMI ini justru mesti menghadapi kondisi lingkungan kerja yang sangat buruk. Sutini pernah dipukul oleh salah satu keluarga majikannya di Singapura, hingga Sutini merasakan sakit pada bagian kepala dan pinggang.
Sutini juga tidak dibolehkan berkomunikasi melalui ponsel. Kartu nomor ponselnya diambil oleh majikan.
“Jika ketahuan menggunakan handphone Sutini dikurung di gudang selama 2 sampai 3 hari. Dan hanya diberi makan sekali dalam sehari,” kata Ahmed Chomeini, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Purwokerto, yang mendampingi Sutini, Senin, 12 November 2018.
Kondisi lingkungan kerja yang buruk menyebabkan kesehatan Sutini terus menurun. Puncaknya, ia tak lagi bisa bekerja ketika baru bekerja selama 6 bulan. Sutini harus dipulangkan ke Indonesia, Sabtu, 27 Oktober 2018 lalu, dalam kondisi sakit.
Sutini pulang membawa kesedihan. Ia sakit parah dan mesti segera diobati. Padahal, Sutini tak memiliki BPJS maupun asuransi lainnya. Keluarga lah yang mesti menanggung seluruh biaya.
“Jika kekurangan biaya pengobatannya tidak dilunasi hari ini, dia bisa angkat kaki dari rumah sakit,” ujarnya.
Diagnosa dari dokter yang diketahui keluarga, Sutini mengalami sakit paru-paru. Paru-Paru Sutini dipenuhi lendir ketika operasi. Usai dioperasi, kesehatannya memburuk.
Pihak keluarga kini mesti menanggung biaya pengobatan yang mencapai Rp50 juta lebih. PPTKIS yang memberangkatkan Sutini sempat menemui keluarga Sutini. Mereka bermusyawarah mengenai tanggung jawab terhadap kesembuhan Sutini.
Kata Ahmed, agensi juga menyetujui untuk menangguhkan membayar biaya rumah sakit sebesar Rp30 juta rupiah. Selain itu, pihak agensi justru menyodorkan secarik surat pernyataan untuk ditanda tangani oleh keluarga Sutini.
Inti surat tersebut menyebutkan bahwa keluarga sewaktu-waktu tidak akan menuntut pihak agensi. Kenyataannya, total biaya pengobatan mencapai Rp50 juta rupiah. Sampai hari ini, kekurangan biaya pengobatan membuat Sutini belum bisa mendapat obat.
Karena kedaruratan itu, pihaknya menggalang donasi untuk melunasi biaya pengobatan Sutini yang nasibnya masih terkatung-katung di rumah sakit.
Ahmed mengungkapkan, berdasarkan keterangan adik Sutini, Tino, sepulangnya Sutini ke rumah, ia tidak membawa dokumen apa pun kecuali paspor. Sutini mengatakan KTP-nya ditahan.
Sutini pulang hanya membawa uang sebesar Rp 185.000 ribu untuk bayar ojek dari Banyumas Rp 160 ribu. “Ada sejumlah uang dollar Singapura, apabila dirupiahkan berjumlah Rp 2,4 juta,” pungkas Ahmed. []