April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Dibalik Rangkaian Terorisme, Siapakah Dalangnya ?

14 min read

JAKARTA – Di ujung bulan Maret 2021 ini, kita digegerkan oleh serangkaian kejadian aksi terorisme yang melanda Indonesia. Sekurang-kurangnya ada lima lokasi kejadian terkait aksi terorisme ini sebagaimana diberitakan oleh media.

Aksi terorisme diawali dengan kejadian meledaknya bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar hari Minggu 28 Maret 2021 sekitar pukul 10.30 WITA. Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Merdisyam menjelaskan bom meledak setelah jemaat gereja selesai melaksanakan misa.

Hanya selang sehari setelah meledaknya bom di Makassar,  Densus 88 Mabes Polri berhasil melakukan penangkapan terhadap terduga teroris. di Jalan Raya Condet RT 005/003 Kelurahan Balekambang, Kramatjati, Jakarta.

Pada hari yang sama, terduga teroris diamankan Densus 88 Antiteror Polri di Jalan Raya Cikarang-Cibarusah, Kampung Kandang, Desa Sukasari, Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (29/03/2021).

Sehari kemudian tepatnya Selasa 30/03/2021, Densus 88 kembali menciduk  seorang jurangan dump truck asal Tulungagung, Jawa Timur berinisial N  dikediamannya. Pria 44 tahun yang  tinggal di Desa Tenggur, Rejotangan Tulungagung ini diciduk karena diduga terkait dengan jaringan teror yang akan dilakukannya.

Aksi terorisme kembali terjadi  sehari kemudian dengan adanya serangan terduga teroris berinisial ZA di Mabes Polri, Rabu (31/03/2021) sore yang notabene pelakunya seorang wanita muda.

Terjadinya rangkaian aksi teror yang melanda beberapa tempat dalam waktu empat hari beturut turut itu tentu saja menimbulkan banyak tanda tanya. Pertanyaan yang muncul diantaranya adalah apa yang mendasari terjadinya aksi terorisme yang nyata nyata bertentangan dengan ajaran semua agama ?.

Jika terorisme itu mempuyai suatu tujuan tertentu, maka siapa sebenarnya dalang aksi teror yang akhir akhir ini terjadi di Indonesia ?. Kejanggalan kejanggalan macam apa yang selalu mengiringi kejadiannya ?

 

Tujuan di Balik Aksi Teror

Kita sering menganggap mereka yang melakukan aksi terorisme misalnya lewat aksi bom bunuh diri adalah kumpulan orang orang tidak waras alias gila. Anggapan ini tidak selalu benar adanya. Menurut peneliti dari University of Nottingham di Inggris, para pelaku bom bunuh diri sebenarnya tidak sedang sakit mental juga tidak stres maupun sakit jiwa.

Menurut studi yang dilakukan Dr. David Stevens dari School of Politics and International Relations di University of Nottingham, para pelaku bom bunuh diri sebenarnya bertindak secara rasional dalam mengejar “keuntungan” yang mereka yakini menjadi bagian dari usaha religiusnya.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pandangan luas tentang pelaku bom bunuh diri sebagai kaum fanatik agama yang dicuci otaknya, melalui masa muda yang sulit, dan korban kemiskinan, bukanlah pandangan yang selalu benar adanya.

Steven berpendapat aksi para pelaku bom bunuh diri sebenarnya juga didorong oleh proses berpikir yang rasional alias sesuai logika. Proses berpikir ini terkait dengan keinginan mereka untuk menjadi bagian kelompok keras yang mendorong anggota untuk tunduk sepenuhnya pada tujuan kolektif kelompok demi solidaritas bersama.

Lebih lanjut, studi tersebut menyatakan aksi para pelaku bom bunuh diri itu sebenarnya telah melalui proses “analisis “ yang disebut dengan “simple cost-benefit analysis” alias  “biaya-manfaat sederhana”. Para pelaku merasa manfaat atau keuntungan dari aksi bom bunuh diri yang mereka lakukan akan lebih besar daripada biaya atau harga yang harus mereka bayar jika tidak melakukannya.

Para teroris itu merasa manfaat yang akan mereka dapatkan dalam hal keanggotaan kelompok, pencapaian tujuan kolektif, janji surgawi di akhirat, dan sebagainya sangatlah besar nilainya. Jauh lebih besar sehingga lebih besar daripada harga apapun yang timbul dari aksi bunuh diri mereka.

Stevens berpendapat bahwa meskipun agama memainkan peran sentral dalam memicu aksi bom bunuh diri –tapi ada juga beberapa contoh serangan bunuh diri yang dimotivasi oleh faktor non-agama. Namun tidak dapat dipungkiri faktor agama masih tetap menjadi primadona aksi para teroris dalam menjalankan aksinya.

Sebagian orang menganggap aksi bom bunuh diri termasuk jihad fi sabilillah, dan pelakunya dikatakan sebagai orang yang mati syahid, yang tentunya kalau mati dalam keadaan syahid adalah Surga jaminanya. Tentunya tanpa menimbang amalan perbuatanya selama hidupnya dan Bidadari adalah teman akhiratnya.

Itulah kiranya yang menjadi tujuan dari mereka yang melakukan aksi bom bunuh diri menurut keyakinan orang orang yang menilainya. Apakah memang demikian motivasinya ? Sejauh ini belum ada konfirmasi kebenarannya karena orang yang melakukan aksi bom bunuh diri itu sudah terlanjur meninggal dunia sehingga tidak bisa pertanyaan seperti  ini diajukan kepadanya.

Tentu saja keyakinan bom bunuh diri itu sebagai perbuatan jihad yang mendapatkan ganjaran surga tidak selalu benar adanya. Bahkan perbuatan seperti itu  dilarang Agama.

Seperti dikutip dalam Surat An Nisa ; 29-30 :”Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. An Nisa: 29-30).”

Syariat Islam itu turun bukan dengan tujuan untuk membunuh manusia dan menghilangkan nyawanya. Justru sebaliknya, tujuannya adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Dalam syariat Islam, orang kafir berhak hidup damai dengan umat Islam meskipun keyakinannya berbeda.

Dan tidaklah ajaran Islam ini diturunkan, kecuali untuk dijadikan petunjuk bagi mereka yang mau mengikutinya. Sedangkan mereka yang tidak mau mengikuti petunjuk dari Allah, tentu saja tidak ada paksaan, tidak perlu dimusuhi, dan tidak perlu diperangi keberadaannya.

Meskipun aksi bom bunuh diri dalam situasi damai dan bukan dalam kondisi perang ini tidak dibenarkan secara agama namun setiap kali aksi ini terjadi seringkali digoreng oleh para buzzer penguasa sedemikian rupa seolah olah hal itu merupakan bagian dari ajaran agama. Fenomena ini sempat membuat jengkel seninam Ahmad Dhani sebagaimana dikutip oleh media.

Dalam tulisannya ia menyerukan kepada Seluruh BuzzerRp BuzzerRp se Nusantara, Tahukah anda bahwa MUI sudah menyatakan haram nya para BuzzerRP di Nusantara?, katanya. Perlu anda anda ketahui. tidak ada satupun muslim di Indonesia  ( Muhammadiyah – NU – FPI – HTI dll  ) yang berkeyakinan bahwa bom bunuh diri itu mendapatkan pahala besar bahkan di jemput 72 bidadari di surga.

Jadi saya mohon jangan berhalunisasi  soal ada yang mau melakukan bom bunuh diri untuk mendapatkan bidadari ( ini cuma karangan para Mafia Teroris saja ). Sudahlah , saya ini dekat dengan dengan NU-Muhammadiyah-FPI-HTI  tidak pernah mendengar ada ajaran Bom Bunuh Diri  mendapat  bidadari.

Stop nge-Buzz bahwa ada Ulama yang mengajarkan bom bunuh diri untuk mendapatkan bidadari di Surga. Sekali lagi tidak ada Ulama NU – Muhammadiyah -FPI -HTI dll seperti itu, saya kenal dekat semua, pungkasnya.

 

Siapa Dalangnya ?

Terjadinya rangkaian aksi terorisme melalui aksi bom bunuh diri atau ingin mencelakakan dirinya sendiri ini diyakini bukan dilakukan secara mandiri melainkan ada pihak pihak yang mendalanginya.

Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Al Chaidar, meyakini pelaku pengeboman di depan Gereja Katedral Makassar merupakan bagian dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS.Analisisnya didasarkan pada sasaran pengeboman yang serupa dengan insiden di Surabaya, Jawa Timur, pada 2018 dan peristiswa bom meledak di  tahun 2019 di Jolo, Filipina. Dimana sasaran bom sama yaitu gereja.

Al Chaidar menduga, serangan tersebut merupakan balas dendam kelompok JAD atas penangkapan puluhan anggotanya dan tewasnya dua orang dari kelompoknya oleh Densus 88 Antiteror Polri pada awal Januari lalu di Makassar.

“Jadi daripada tertangkap atau tewas maka mereka segera melakukan serangan amaliyah,” ujar Al Chaidar kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, hari Minggu (28/03).

Sebagai tindaklanjut pengusutan aksi bom Makassar  Densus 88 Antiteror Polri dilaporkan telah menangkap dalangnya.  “Satu orang inisial W adalah pelaku, otak perakit bom sudah kami amankan,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 31 Maret 2021.

Berdasarkan pemberitaan yang banyak dikutip oleh media, dalang dibalik pelaku aksi teror di Makassar maupun Mabes Polri diduga dilakukan oleh anggota dari kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Kelompok JAD, selama ini dikenal sebagai kelompok yang pro Islamic State of Iraq and Suriah atau ISIS. Mereka mengklaim, bagian dari ISIS, kelompok teroris internasional yang didirikan oleh Abu Bakr al-Baghdadi. Bos ISIS sendiri telah tewas di Suriah oleh serangan pasukan khusus Amerika.

Meskipun disebut sebut aksi teror itu diduga dilakukan oleh kelompok jaringan teroris JAD yang memang sudah dikenal malang melintang diduga sebagai pelaku teror di Indonesia namun opini liar kini sedang berkembang di sosial media.

Ada pihak yang sudah mulai menyinggung keterlibatan FPI (Front Pembela Islam) yang baru saja dibububarkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai pelakunya.Deputi Badan Intelijen Nasional (BIN) Wawan Purwanto menjelaskan soal adanya kaitan antara bom di Makassar dengan Front Pembela Islam (FPI).Pihaknya telah melihat adanya kaitan antara kejadian teror bom di Makassar dengan FPI yang telah dibubarkan penguasa.

“Kalau dari runtutan, memang ada kaitannya,” ujar Deputi BIN Wawan Purwanto PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari tayangan YouTube najwa Shihab, Kamis, 1 April 2021.

Dugaan keterlibatan FPI kembali mengemuka setelah ditemukannya atribut FPI di dalam penggerebekan rumah terduga teroris oleh anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri di Condet, Jakarta Timur pada Senin (29/03/2021).

Adapun atribut FPI yang ditemukan di Condet adalah kartu keanggotaan. Dilaporkan KompasTV, kartu keanggotan FPI itu berlatar putih dengan tulisan dominasi warna hijau. Tertera pula foto si pemilik kartu dengan nama tertulis di bawahnya.

Dugaan keterlibatan FPI ini pada akhirnya mengarah kepada tokoh sentra FPI sendiri yaitu HRS (Habib Riziek Shihab) yang saat sedang menjalani rangkaian sidang atas kasus pelanggaran protokol kesehatan di Pengadilan Negeri Jakarta. Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kebenaran foto yang viral mengenai kehadiran dua teroris pada sidang terdakwa Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan bahwa kedua terduga teroris tersebut berinisial HH alias Husein Hasny dan ZA. Kedua terduga teroris tersebut, kata Yusri, tertangkap kamera saat aksi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan sebelum ditangkap oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di wilayah Condet Jakarta.

Ternyata tidak cuma FPI yang terkait atau dikait kaitkan dengan aksi terorisme yang akhir akhir ini sedang terjadi di Indonesia. Kelompok aksi 212 yang berhasil menghimpun jutaan massa dengan damai di Monas beberapa waktu yang lalu juga ikut ikutan di singgung keterlibatannya.

Hal itu terjadi karena terduga teroris yang diamankan Densus 88 Antiteror Polri di Jalan Raya Cikarang-Cibarusah, Kampung Kandang, Desa Sukasari, Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (29/03/2021) dikabarkan kerap menutup bengkelnya untuk mengikuti agenda 212 .

Hal tersebut disampaikan Aris (50) tetangga ruko sebelah pemilik toko sparepart mobil. Menurut dia, pelaku yang bekerja sebagai montir di Bengkel Sinergy Motor sering menutup bengkelnya jika ada kegiatan aksi 212. “Kalau ada acara dia sering nutup bengkelnya,” katanya sebagaimana dikutip metro.sindonews.com, Selasa (30/03/2021).

Berkembangnya opini katerkaitan FPI, dan gerakan 212 dalam aksi aksi terorisme yang terjadi akhir akhir ini begitu ramai digoreng di sosial media. Seolah kelompok ini yang saat ini menjadi opisisi pemerintah adalah pihak yang harus ikut bertanggungjawab atas terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Mereka biasanya di sebut sebagai “kadrun” yang kerjanya (katanya) bikin onar saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara kubu pendukung pemerintah sering bersuara bahwa kelompok kadrun menjadi bagian dari merebaknya terorisme yang kini melanda Indonesia. Kelompok “oposisi” justru berpikir sebaliknya.

Menurut pandangan kelompok oposisi ini, upaya untuk mengait ngaitkan FPI maupun kelompok yang tidak sepaham dengan penguasa sebagai bagian dari terorisme terlalu mengada ada. Seperti dinyatakan oleh Munarman bahwa hal tersebut hanyalah operasi media besar yang bertujuan untuk menyudutkan FPI saja.

“Ini ada operasi media besar-besaran dan sistematis, untuk penggalangan opini publik dalam rangka memframing, menstigma, dan melabelisasi saya mau pun FPI agar diteroriskan,” ujar Munarman, dikutip dari Netral, Selasa, 30 Maret 2021

Bahkan, Munarman tak segan menuding bahwa hal ini dilakukan untuk melegalisasi kasus pembunuhan terhadap enam laskar FPI pada 7 Desember 2020 silam di KM. 50 yang sampai sekarang masih belum jelas sejauhmana proses hukumnya.

Dugaan adanya operasi ini juga disampaikan oleh  Abdullah Hehamahua tokoh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam anggota FPI. Ia menilai, temuan atribut Front Pembela Islam saat Densus 88 Antiteror Polri menggerebek terduga teroris di Jakarta dan Bekasi, adalah operasi intelijen negara.

Abdullah menyebut temuan atribut FPI di kediaman terduga teroris, hanyalah upaya rekayasa untuk mengalihkan perhatian terhadap kematian 6 anggota FPI.”Itu adalah operasi intelijen untuk mengalihkan perhatian terhadap TP3, mengalihkan perhatian terhadap HRS (Rizieq Shihab), maka ada bom.

“Coba anda perhatikan bom pagi, siang ditangkap.”. “6 orang dibunuh (anggota FPI) sudah berapa bulan tidak tahu siapa pembunuhnya. Itu bukti operasi intelijen,” ujarnya. Abdullah mengklaim pihaknya sudah paham cara-cara intelijen beroperasi sejak zaman Orde Baru (Orba).

Di tengah simpang siurnya siapa dalang rangkaian aksi teror yang akhir akhir ini melanda Indonesia, beredar di sosial media video lama yang menampilkan sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur presiden keempat Indonesia.

Perbincangan bom bunuh diri Makassar menyeret nama Gus Dur yang belakangan viral lagi potongan videonya.  Konteks pernyataan Gus Dur dalam video itu sebenarnya adalah berkaitan dengan tragedi bom Bali tapi kembali di unggah oleh netizen di sosial media.

Gus Dur mengatakan dalang atau pembuat bom kala itu butuh pendalaman tentunya. Ada berbagai kemungkinan dong pembuat bom, bisa kelompok fundamentalis bisa juga aparat sendiri yang melakukannya. Nah dalam wawancara itu, Gus Dur meyakini dari bukti yang ada terkait bom Bali kala itu, mirip dengan punya aparat yang mengusutnya

“Ya, Siapa yang tahu bahwa semua ini ada dalangnya, bisa saja pelakunya aparat yang selama ini dianggap sebagai pelakunya, ” ungkap Gus Dur seperti dikutip Pikiran Rakyat, yang mengutip dari video unggahan akun @AidulFa, Senin 29 Maret 2021.

Dari rangkaian informasi yang dikemukakan diatas, memang masih perlu penyelidikan panjang tentang siapa sebenarnya dalang dibalik aksi teror yang akhri akhir ini sedang melanda tanah air kita. Apakah memang jaringan JAD atau jaringan teroris lainnya atau memang sudah melibatkan Ormas FPI dan simpatisannya ?. Atau bahkan melibatkan aparat yang diberikan tugas untuk memberantasnya ?. Kiranya anda sendiri yang bisa menilainya.

 

Berbagai Kejanggalan

Kasus terorisme melalui ledakan ledakan bom maupun bom bunuh diri sudah sering terjadi di Indonesia. Seiring dengan terjadinya peristiwa itu masyarakat banyak menyampaikan komentar maupun opininya.

Sebagaian dari mereka ada yang menyoroti kejanggalan kejanggalan yang terjadi setiap kali terjadi peristiwanya. Hal yang sama terjadi pada peristiwa teror bom bunuh diri di Makassar maupun di Mabes Polri yang melibatkan seorang wanita muda.

Sebagian dari kejanggalan kejanggalan itu seringkali tidak terungkap alias tidak ada jawabnya sampai kemudian terjadi peristiwa terorisme berikutnya. Sehingga akhirnya publik hanya bisa bisa menyimpulkan sendiri sendiri apa yang sebenarnya terjadi dibalik suatu peristiwa.

Kita awali dengan peristiwa bom bunuh diri di Makassar  yang terjadi pada 28 Maret 2021 yang bisa dicatat sebagai salah satu pengumpulan fakta yang tercepat prosesnya. Juga yang paling efisien dan paling komprehensif hasilnya.

Tak perlu waktu lama, dalam peristiwa ini publik bisa segera melihat rekaman CCTV aksi pengeboman yang dilakukan oleh pelakunya. Ada mobil warna merah, ada yang berwarna abu-abu metalik, ada warna hitam, warna putih dan lain sebagainya.

Tidak ada informasi tentang dari CCTV gedung mana rekaman ini diperolehnya. Tapi, proses untuk mendapatkannya sangat cepat sehingga bisa dinikmati oleh para pemirsa. Identifikasi pelaku pengeboman juga sangat cepat diungkap di media. Inisial pelaku terungkap dalam waktu tak sampai 2 x 24 jam lamanya. Pelakunya pasangan suami istri yang baru enam bulan menikahnya.

Mereka berdua mengendarai sepeda motor  matik  bernomor plat DD-5984-MD. Berdasarkan informasi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulsel, sepedamotor matik merek Honda buatan 2014, kepemilikan pertama.

Pajak motor sudah habis masa berlakunya pada 20 Oktober 2020 dan tidak diperpanjang lagi oleh pemiliknya. Total tunggakan pajak adalah sekitar Rp224,040 termasuk pembayaran PKB pokok, PKB denda, SWDKLLJ pokok, dan SWDKLLJ denda. Ada kode ACH1M21B04AT di badan sepedamotornya .

Selain terkait dengan hal tersebut, Netizen juga mempertanyakan foto yang disebut-sebut sebagai pasangan suami istri pelakunya. Mereka menemukan beberapa kejanggalan dalam foto yang beredar luas di sosial media.

Foto tersebut memperlihatkan seorang pria berjaket coklat dengan kepala dikerudungi syal mengemudikan sebuah motor matic bernomor polisi DD 5984 MD. Pria yang diidentifikasi berinisial L itu membonceng seorang wanita berburqa hitam yang diidentifikasi sebagai YSF, yang menjadi istrinya.

Akun @Anonymous_2024, misalnya yang curiga foto tersebut merupakan hasil editan. Pasalnya, wanita berburqa hitam yang dibonceng menghadap kekanan.“Tuh ketahuan… Editan! Lihat yang bonceng pun menghadap ke kanan, harusnya ke kiri ya?” kata @Anonymous_2024.

“Gw sebagai tukang ojek online kenal banget sama karakteristik orang kalo dibonceng berdasarkan pakaiannya. Orang dengan pakaian kayak perempuan di belakang itu biasanya duduknya nyamping, nggak ngadep ke depan. Gw jadi mikir kayaknya dia baru kali pertama pake pakaian kayak gitu untuk kebutuhan saat itu doang”  kata akun @Only_Maliq menimpali cuitan @Anonymous_2024.

Selain  soal informasi mengenai siapa pelakunya, ditemukan pula surat wasiat berjihad yang ditulis pelaku kepada orang tuanya. Begitu lengkap informasinya dan dalam waktu singkat pula bisa didaptkannya. Tentunya ini prestasi aparat yang sangat luar biasa.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa proses penyelidikan yang begitu cepat dan lengkap  ini tidak berlaku untuk kasus kasus yang melibatkan aparat sendiri yang diduga sebagai pelakunya ?. Sebagai contoh kasus penembakan 6 laskar FPI yang melibatkan aparat polisi sebagai pelakunya. Sejak terjadi peristiwa penembakan pada 7 Desember 2021 yang lalu terkesan proses penyelidikan dan penyidikannya sangat lambat jalannya.

Hasil investasi Komnas HAM mengatakan ada tiga polisi yang terindikasi sebagai pelakunya. Tetapi sampai saat ini masi belum jelas siapa tiga tersangka tersebut, dimana rumahnya, siapa inisial namanya, apa pangkatnya dan sebagainya. Meskipun ketiga polisi yang diduga pelakunya itu kabarnya sudah dibebastugaskan pada 10 Maret 2021.

Ketika ditanyakan, para pejabat tinggi Kepolisian cenderung mengelak untuk menjawabnya. Berat sekali mereka mengungkap nama-namanya pada hal ketiganya konon sudah dibebastugaskan pada 10 Maret 2021.

Belum lagi jelas siapa ketiga polisi yang diduga pelakunya, sudah ada kabar lagi kalau satu diantara  ketiganya meninggal dunia karena kecelakaan  tunggal pada 4 Januari 2021. Tapi anehnya mengapa pengumuman tewas itu baru dilakukan pada 25 Maret 2021 ?.  Belum lagi keanehan yang menyangkut 6 orang FPI yang telah meninggal dunia sebagai tersangka meskipun akhirnya di SP3.

Selain itu CCTV di sekitar kejadian yaitu KM. 50 dinyatakan rusak oleh jasa marga sehingga tidak ada bukti yang bisa merekam kejadiannya. Apakah kerusakan itu suatu kebetulan atau memang disengaja ?.

Belum lagi ketidakmapuan Polisi untuk mengungkap mobil Land Cruiser warna gelap yang hadir di lokasi pembunuhan KM-50 pada hal Komnas HAM, dalam termuannya, menganggap mobil ini sangat perlu diungkap siapa saja yang ada di dalamnya.Yang menjadi pertanyaan pula adalah mengapa lokasi ‘rest area’ di KM-50 harus dihancurkan keberadaannya ?.

Pertanyaan pertanyaan tersebut tentu menjadi ingatan publik yang sampai sekarang masih belum menemukan jawabannya. Menjadi tanda tanya sampai kemudian terjadi peristiwa berikutnya yaitu tertembaknya seorang diduga teroris yang menyerang mabes Mabes Polri yang notabene seorang wanita.

Berdasarkan data dari pihak kepolisian, orang yang ditembak mati di Mabes Polri tersebut berjenis kelamin perempuan berusia 25 tahun, berinisial ZA. Meskipun pelaku wanita, gelarnya bukan Almarhumah melainkan `lone wolf`, berideologi ISIS, begitu, katanya.

Seperti halnya kasus bom Makassar, identitas pelaku yang diduga penyerang Mabes Polri ini begitu cepat didapatnya. Wajar karena pelaku bukan hanya meninggalkan  KTP saja tapi juga surat wasiat yang kabarnya isi surat pembukanya mirip dengan surat wasiat yang dibuat oleh pengebom bunuh diri di Makassar.

Ternyata bukan hanya KTP dan surat wasiat saja, terduga teroris juga sempat membuat Instagram segala. Berdasarkan insagram ini memudahkan polisi untuk menelusuri jejak yang bersangkutan yang katanya  terkait dengan kelompok ISIS dan agenda jihadnya. Mengapa kalau ia seorang teroris begitu dermawan untuk menginformasikan siapa jati dirinya ?

Kejanggalan rupanya tidak berhenti sampai disitu saja. Karena publik juga mempertanyakan sejauhmana keamanan di Mabes Polri sampai sampai ada orang bawa senjata bisa leluasa masuk kekawasannya ?. Tidak adakah, pemeriksaan pengunjung sejak sebelum masuk area Mabes, yang biasanya wajib lolos Metal Detektor dan sesuai Protap wajib meninggalkan KTPnya ? .

Kenapa, KTP ditemukan pasca kejadian, bukan diperoleh sebelum orang yang ditembak mati ini memasuki area kejadiannya ?.  Mengapa terduga pelaku harus ditembak mati pada hal seharusnya aparat semestinya bisa menembak bagian lain sehingga tidak harus menyebabkan ia meninggal dunia ?. Bukankah dengan meninggalnya yang bersangkutan tidak lagi bisa di interogasi untuk dimintai keterangannya ?.

Tak pelak rangkaian kejanggalan ini pada akhirnya memunculkan rasa curiga.Kecurigaan itu antara lain di ungkapkan oleh pengamat seniman politik Mustari atau Si Bangsat Kalem (SBK) dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Rabu (31/03/2021).⁣

Saya menduga akan ada penangkapan emak-emak pendukung HRS pasca serangan yang dilakukan seorang perempuan terduga teroris,” katanya.

Menurutnya  bisa jadi perempuan yang menyerang Mabes Polri dikaitkan dengan pendukung HRS dan FPI. “Ketika dilakukan penggeledahan di rumahnya ditemukan buku-buku FPI maupun foto HRS. Tempat tinggal perempuan pelaku penyerangan Mabes Polri Cicaras yang dikenal sebagai basis pendukung FPI,” paparnya.⁣

Bagaimanapun selama kejanggalan kejanggalan diatas belum terungkap apa penyebab dan alasannya, publik hampir dipastikan akan selalu menaruh rasa curiga. Kecurigaan yang terus mengendap di kepala karena tidak ditemukan jawabnya. Semuanya bermuara pada mahalnya nilai nilai keadilan di Indonesia. Kata kata ini begitu mudah di ucapkan tetapi sulit untuk mewujudkannya.

Selain terkait dengan soal kejanggalan kejanggalan belum ditemukan jawabannya, publik sampai saat ini pasti masih mempetanyakan siapa kira kira dalang terjadinya aksi teror yang sekarang merebak di Indonesia. Apakah Anda mengetahui siapa mereka ? []

Penulis Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

 

Advertisement
Advertisement