Ekonomi Syariah Diyakini Dapat Menguatkan Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kemajuan ekonomi syariah dapat mengurangi gangguan stabilitas nilai tukar. “Saya merasa yakin, (gangguan stabilitas) ini juga bagian dari ekonomi yang riba,” kata Perry dalam acara halalbihalal dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Ia mengatakan peningkatan suku bunga acuan “7-Day Reverse Repo Rate” 50 basis poin (bps) dilakukan untuk mengatasi serangan spekulasi dari global yang membuat stabilitas nilai tukar rupiah terganggu. “Kalau bisa membuat ekonomi syariah makin maju di Indonesia, mestinya kebutuhan untuk melakukan intervensi atau menaikkan suku bunga bisa dikurangi,” ujar dia.
Perry juga mengajak semua pihak terkait untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam perekonomian syariah. Ia menyoroti banyaknya negara yang penduduknya bukan mayoritas Islam namun sudah ekonomi syariahnya lebih maju dari Indonesia, misalnya Thailand dan Australia lewat industri makanan halalnya.
Lebih lanjut, Perry mengatakan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) harus mampu menjalankan strategi nasional pengembangan ekonomi keuangan syariah sebagai arus baru pengembangan ekonomi di Indonesia.
Langkah yang bisa dilakukan terkait strategi nasional tersebut antara lain memajukan industri ekonomi halal dalam suatu jejaring yang terus berkembang, baik melalui basis pesantren atau asosiasi pengusaha. Kemudian, Perry juga mengatakan mengenai perlunya pengembangan perbankan dan keuangan syariah sekaligus instrumen keuangan syariah. “Juga pengembangan riset, edukasi, wirausaha, dan kampanye halal life style di Indonesia,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pembinaan umat merupakan faktor penting untuk mengembangkan perekonomian syariah di samping memperluas sektor kelembagaannya. Wimboh mengatakan langkah pembinaan umat tersebut akan mampu membangun dan menambah jumlah nasabah syariah. “Lembaga syariah kita itu dibangun sebanyak-banyaknya sudah betul. Tetapi kalau lembaganya sudah banyak, nasabah syariahnya yang belum banyak,” kata dia.
Wimboh menjelaskan bahwa OJK telah memiliki program pembinaan umat melalui bank wakaf mikro yang memberikan pembiayaan bagi masyarakat yang tidak tersentuh oleh layanan perbankan formal karena skala usahanya kecil dan tidak punya jaminan. Ia mengatakan jumlah bank wakaf mikro yang sudah diluncurkan mencapai 40 unit dan kegiatan operasionalnya bekerja sama dengan pesantren.
OJK secara rutin melakukan pembinaan bagi nasabah bank wakaf mikro yang jumlahnya mencapai sekitar lima ribu nasabah. “Inilah yang sebenarnya tulang punggung yang menjadi nasabah ke depan yang betul-betul syariah. Ke depan, nasabah bank wakaf mikro akan menjadi nasabah UMKM, tujuannya supaya dapat berkembang menjadi lebih besar,” kata dia. [Baihaqi]