Ibnu Khaldun : Kezaliman Penguasa Mengakibatkan Hancurnya Peradaban
ApakabarOnline.com – Intelektual Muslim, Ibnu Khaldun menilai kezaliman seorang penguasa akan mengakibatkan kehancuran suatu peradaban. Hal ini dijelaskannya dalam buku tersohornya Mukaddimah.
Menurutnya tabiat kesewenang-wenangan atas harta manusia akan menghilangkan semangat masyarakat dalam berusaha mendapatkan dan mencari penghasilan. Karena jelasnya, merka akan memandang bahwa akhirnya semua itu akan dirampas dari tangan mereka.
“Ketika angan-angan untuk mencari dan menghasilkan telah hilang, maka mereka pun merasa enggan dan bermalas-malasan serta tidak melakukan usaha apapun,” jelasnya (hlm 508).
Khaldun pun menjelaskan bahwa tingkat kemalasan itu tergantung dari tingkat kesewenangan yang terjadi. Apabila kesewenangan tersebut sering terjadi dan merata, hilangnya semangat akan terjadi pada segala aspek.
“Pembangunan, kesempurnaannya dan belanja pasar hanyalah dapat terjadi karena berbagai kerja dan tindakan manusia untuk kemaslahatan-kemaslahatan dan usaha-usaha ketika mereka datang dan pergi,” paparnya.
“Maka apabila manusia malas bekerja dan tidak melakukan usaha, maka pasar-pasar pembangunan tidak bergairah, kondisi menjadi rusak dan masyarakat terpencar di berbagai penjuru selain daerah tersebut untuk mencari rezeki yang ada di sana. Maka penduduk pun menjadi jarang, desa-desanya sepi, dan kota-kota nya mati,”
Dirinya pun menegaskan bahwa kesewenangan bisa juga ditemukan di kota-kota besar kerajaan, walau di tempat tersebut tidak terjadi kehancuran. Hal ini karena harus berkesesuaiannya antara kesewenangan dan hal ihwal warga kota.
Dirinya menerangkan apabila kotanya besar, pembangunannya banyak dan hal-ihwahlnya luas tidak terbatas. Maka terjadinya kekurangan di dalamnya sebagai akibat kesewenangan dan kezaliman adalah kecil.
“Karena kekurangan itu terjadi secara bertahap. Jika kekurangan itu tidak tampak karena banyaknya keadaan dan luasanya wilayah di kota itu, maka sebenarnya dampaknya tidak tampak kecuali setelah sekian lama,” ucapnya.
“Terkadang kerajaan yang sewenang-wenang itu sudah hilang lebih dahulu secara total sebelum robohnya kota. Lalu datang kerajaan lain, memperbaiki dengan kebaikannya dan menambal kekurangan yang tidak tampak di sana. Hampir saja hal itu tidak terasa. Hanya saja yang seperti itu amat langka,” tambahnya.
Hikmah Syariat Melarang Kezaliman
Khaldun pun menegaskan bahwa kezaliman tidak hanya terjadi dengan cara mengambil harta atau kekuasaan, tapi lebih luas dari itu. Seperti mengambil kekuasaan orang lain, merampasnya dari wilayahnya, atau menuntutnya tanpa hak, mewajibkan atasnya suatu hak yang syariat tidak mewajibkannya.
“Orang-orang yang merampok adalah zalim. Orang-orang yang merampas hak-hak orang lain adalah zalim. Bahaya itu semua akan menimpa kerajaan dengan robohnya pembangunan yang merupakan unsur kerajaan, akibat hilangnya harapan-harapan dari warga,” paparnya.
Karena itu dirinya menyakini adanya hikmah dalam syariat yang mengharamkan kezaliman. Yaitu hikmah umum yang dilindungi oleh syariat, yaitu melindungi agama, nyawa, akal, keturunan dan harta benda.
Namun, ia menyatakan bahwa tidak semua orang mampu untuk mencegah kezaliman, seperti melarang zina, membunuh dan mabuk-mabukan. Ia, tegas Khaldun, hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dan kekuasaan.
“Karena itu celaan kepadanya diperberat dan diulang-ulang ancamanya, agar pencegahnya dapat muncul dengan sendirinya pada orang yang mampu,” tegasnya.
Menimbun Barang Agar Terjual Mahal
Selain itu dirinya pun menyoroti kezaliman yang lebih besar yaitu menguasai harta-harta manusia dengan membeli apa yang mereka miliki dengan harga yang sangat rendah. Tapi saat menetapkan barang dagangan dengan harga sangat tinggi.
Kadang jelas Khaldun, hal itu terjadi merata pada kelompok-kelompok para pedagang yang bermukim di kota. Akibatnya, kerugian akan menimpa kelompok-kelompok dan tingkatan-tingkatan lain, berulang-ulang dan melemahkan modal.
“Mereka tidak menemukan jalan keluar kecuali duduk-duduk saja, meninggalkan pasar karena kehabisan modal yang tidak tertambal oleh keuntungan. Orang-orang yang datang dari berbagai penjuru merasa berat untuk membeli dan menjual barang dagangan karena kondisi tersehut. Maka pasar-pasar pun menjadi lesu. Batallah mata pencaharian rakyat karena kebanyakan memang berasal dari jual beli,” ucapnya.
Kondisi ini pun akan membuat pasar-pasar telah kosong dan mengurangi penghidupan mereka, jelas Khaldun. Juga mengakibatkan pajak kepada Sultan berkurang bahkan tidak ada. Hal itu berakibat pada leburnya kerajaan dan rusaknnya pembangunan kota. Ketimpangan ini terjadi secara berangsur-angsur dan tanpa terasa.
Menurut Khaldun juga yang mendorong terjadinya hal tersebut adalah kebutuhan kerajaan dan Sultan untuk memperbanyak harta akibat kemewahan dalam berbagai kondisi. Belanja dan pengeluaran mereka menjadi melimpah dan pemasukan tidak lagi memadai bedasarkan ukuran-ukuran yang lazim.
“Lalu kemewahan masih terus bertambah dan pengeluarannya karena menjadi banyak dan kebutuhan kepada harta-harta manusia semakin kuat. Wilayah kerajaan karena itu bisa menjadi bertambah, hingga terhapus daerahnnya, hilang jejaknya dan dikalahkan oleh pihak yang menaklukannya,” pungkasnya. [KS]