Jawa Timur Darurat Pernikahan Dibawah Umur
JAKARTA – Perkawinan anak merupakan suatu masalah yang besar bagi anak muda di Indonesia sebagai penerus bangsa. Perkawinan anak ini merupakan pelanggaran hak anak dimana anak akan terhambat dalam mendapatkan hak-hak yang wajib mereka dapatkan. Di satu sisi, anak merupakan generasi muda yang memiliki peran penting dalam menjaga dan meneruskan cita-cita bangsa. Sebab itu, upaya perlindungan dan pemenuhan hak bagi setiap anak merupakan kewajiban bagi negara.
Pemerintah, melalui Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Kartika Putri, didampingi oleh Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Kemenko PMK Imron Rosadi, pagi ini (Selasa, 24/01/2023), membuka rapat koordinasi upaya pencegahan perkawinan anak di Provinsi Jawa Timur.
Dalam paparanya, Deputi Femmy mengatakan bahwa Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan angka perkawinan anak paling tinggi, yaitu 10,44 % lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Selain itu, angka permohonan dispensasi perkawinan anak di Provinsi Jawa Timur merupakan yang tertinggi se-Indonesia, yaitu sebanyak 15.337 kasus atau 29,4 % kasus nasional. Maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia. Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru.
“Jika mereka (anak muda) tidak diberikan edukasi dan sosialisasi yang baik tentang pendidikan perkawinan anak akan menimbulkan kemiskinan ekstrem,” ujar Deputi Femmy
Selanjutnya, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang angka perkawinan anak terbesar di Indonesia hingga menyebabkan dispensai perkawinan. Dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga orang tua bagi anak yang belum cukup umurnya tersebut bisa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar mendapatkan izin dispensasi perkawinan.
Faktor utama terjadinya dispensasi kawin yaitu seperti kurangnya sosialisasi mengenai pendidikan perkawinan anak kepada anak, orang tua, dan masyarakat setempat. Selain itu, kurangnya pengawasan dari orang tua serta faktor ekonomi juga menjadi faktor penyebab tingginya dispensasi kawin.
“ Fenomena dispensasi kawin ini tentu saja cukup mengkhawatirkan. Tak hanya dari segi sosial, kondisi itu juga rawan menimbulkan efek negatif lanjutan. Salah satunya potensi meningkatnya kasus stunting “ Tambah Deputi Femmy.
Dispensasi kawin ini, lanjutnya, dapat diputuskan jika dalam keadaan mendesak. Namun, hal tersebut dapat dilakukan dengan bukti-bukti yang kuat seperti surat-surat pendukung. Tidak hanya angka dispensasi kawin saja yang tinggi, namun angka perkawinan anak yang tidak tercatat pun di wilayah lain tergolong tinggi. Pernikahan tidak tercatat ini secara terpaksa harus diberikan dispensisasi kawin agar status dari anak tersebut tercatat dan mendapatkan bimbingan mengenai perkawinan.
Untuk itu, Pengawasan dari orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah juga diperlukan agar anak muda saat ini tetap dalam pengawasan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Deputi Femmy mengharapkan agar anak-anak muda dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang positif untuk mengasah minat dan bakat mereka. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pun diharapkan dapat mengurangi angka perkawinan muda di Indonesia, sehingga para orang tua juga dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang telah diberikan oleh pemerintah dan tidak putus sekolah.
Diakhir paparanya, Deputi Femmy menegaskan bahwa perlu adanya kerja sama dan gotong royong antara pemerintah pusat, daerah dengan berbagai pihak untuk mencegah perkawinan anak, khususnya di Provinsi Jawa Timur.
Hadir sebagai narasumber dalam rapat tersebut, Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPA, Rini Handayani, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, & Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Direktur SUPD IV, Kementerian Dalam Negeri, Zanariah, Direktur pembinaan administrasi peradilan agama, badilag MA Nur Jannah Syaf serta 540 peserta rapat baik yang hadir secara daring maupun luring, yang merupakan perwakilan dari K/L dan daerah. []