April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Jelas Sekali Ghibah Itu Dosa, Bagaimana Cara Meminta Maaf dari Dosa Ghibah ?

3 min read

ApakabarOnline.com – Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, arti kata Ghibah berasal dari kata Ghaaba-yaghiibu yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak.

Melansir dari wikipedia Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan).

Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya.

Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.

Dari segi istilah, ghibah berarti pembicaraan antar sesama muslim tentang muslim lainnya dalam hal yang bersifat kejelekkan, keburukan, atau yang tidak disukai.

Bedanya dengan dusta, sesuatu yang diperbincangkan dalam ghibah memang benar adanya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah SAW menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (H.R. Muslim)

Perbuatan ghibah seringkali dilakukan tanpa sadar sepengetahuan bahkan dilakukan secara sengaja. Perbuatan ini juga kerap kali sering dilakukan oleh kaum hawa antar sesamanya. Dalam ajaran islam perbuatan ghibah sangat dilarang alias dosa.

Beberapa dalil mengenai larangan berbuat ghibah dalam Al-Qur’an dan hadist:

Dalil Al-Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya;

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. 49 : 12).

Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. Al-Hujurat : 12).

Bertaubat dari dosa ghibah adalah dengan meminta kehalalan (minta maaf dengan tulus) dari orang yang dighibahi, sama saja jika nantinya dimaafkan atau tidak, itu adalah perkara lain. Hal ini karena melihat hadits umum yang datang dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,

 

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

 

Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukuran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudian dibebankan kepadanya.”

(HR. Bukhari, no. 2449).

Dan jika ternyata orang yang dighibahi ini adalah orang yang buruk dan fasiq, maka permasalahan ini perlu dilihat:

Jika dugaan kuat, dia (orang yang dighibahi) adalah orang yang berhati lapang, easy going, terbuka maka harus minta maaf (kehalalan).

Namun apabila yang terjadi adalah mudharat yang lebih besar (dugaan kuat orang ini karakternya pendendam, gampang marah lagi emosian, egoisme), maka tidak perlu minta maaf secara terang – terangan, bisa sembunyi-sembunyi (pesan khusus) atau mendoakan banyak kebaikan kepadanya, hal ini karena menimbang:

Pertama,

Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibahi akan menimbulkan dampak negatif (mafsadah) yang tak dapat dipungkiri, yaitu akan menambah sakit perasaannya. Karena celaan yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dicela lebih menyakitkan ketimbang celaan yang dilakukan dengan sepengetahuan orang yang dicela. Dia mengira orang yang selama ini dekat dengannya dan berada di sekelilingnya, ternyata dia telah merobek-robek kehormatannya di balik selimut.

Kedua,

Mengabarkan ghibah kepada orang yang di-ghibahi akan menimbulkan permusuhan. Karena jiwa manusia sering kali tidak bisa bersikap obyektif dan adil dalam menyikapi hal seperti ini.

Ketiga,

Mengabarkan ghibah kepada orang yang dighibahi akan memupuskan rasa kasih sayang diantara keduanya. Yang terjadi justru semakin menjauhkan hubungan silaturahim atau persaudaraan Islam.

Dalam agama kita yang mulia berlaku kaidah agung,

 

عطيل المفاسد وتقليلها لا على تحصيلها وتكميلها

 

Mencegah kerusakan atau keburukan secara merata, atau memperkecil dampaknya. Bukan menimbulkan kerusakan atau menyempurnakan kerusakan

(lihat kitab al-Fawaid al-Majmu’ah karya Syaikh Abdullah al-Fauzan, hal. 166). []

Advertisement
Advertisement