Jumlah Pekerja Migran Indonesia asal Kabupaten Kediri Meningkat Pesat
KEDIRI – Meredanya pandemi covid-19 turut berdampak pada peningkatan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Kediri. Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Kediri, sampai 28 Desember 2022 lalu terdapat 3.093 warga Kabupaten Kediri yang bekerja di luar negeri.
Dari angka itu, 1.616 orang terdata di Disnaker Kabupaten Kediri, sementara sisanya terdata di BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jumlah tersebut meningkat sekitar 30 persen dari 2021 lalu, di mana pada tahun tersebut terdapat kurang lebih 2000an PMI bekerja di luar negeri. Catatan tersebut berdasarkan rekam rekomendasi ID untuk PMI yang akan berangkat ke luar negeri,baik di Disnaker ataupun BP2MI.
Rekomendasi ID sendiri merupakan salah satu syarat untuk penerbitan paspor bekerja di luar negeri melalui jalur resmi. Untuk negara favorit masih didominasi Hongkong, Taiwan, Malaysia, Singapura.
“Di Hongkong dan Taiwan, perlindungan pekerja migran lebih terjamin,” kata Kepala Bidang Transmigrasi dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kediri Jumadi, dinukil dari Indonesia Times, Senin (02/01/2023).
Sedangkan untuk negara di luar Asia seperti Australia tidak banyak peminatnya.
Untuk jenis kelamin sendiri, PMI yang berangkat 60 persen adalah perempuan dan bekerja di sektor informal, terutama di sektor rumah. Mereka kebanyakan mendapat kontrak selama 2 tahun, dengan opsi perpanjangan 3 tahun. Menurut, Jumadi, ada beberapa PMI yang melakukan perpanjangan masa kerja di KBRI atau KJRI. Namun mereka yang “bandel” nekat tidak memperpanjang masa kerja namun tetap berada di negara tempat ia bekerja.
“Itu sudah termasuk ilegal. Banyak permasalahan muncul ketika mereka memilih ilegal. Kadang saat ada permasalahan kita kesulitan,” tuturnya.
Permasalahan tidak hanya muncul saat sudah penempatan kerja. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kamboja. Beberapa masyarakat Indonesia yang kepincut dengan iming-iming menarik nekat berangkat. Namun saat tiba di Kamboja rupanya bisnis yang dijalankan adalah bisnis ilegal. Dari Kabupaten Kediri sendiri terdapat 2 orang yang sudah berangkat dan kini telah dipulangkan.
“Mereka teriming-iming dengan gaji besar tapi ternyata kerjanya seperti itu. Mereka sudah dipulangkan,” kata Jumadi.
Untuk menghindari masalah terutama di luar negeri, Jumadi mengingatkan masyarakat Kabupaten Kediri yang ingin berangkat bekerja ke luar negeri untuk memastikan terlebih dulu sebuah tawaran kerja di Dinas Tenaga Kerja. Jumadi mengungkapkan di lapangan memang banyak yang tawaran gaji besar dan tinggi serta prosesnya cepat.
Keberangkatan resmi memang perlu waktu lebih lama karena ada pelatihan termasuk ketrampilan dan bahasa. Selain itu tidak jarang para pencari kerja ke luar negeri, harus menjalani wawancara secara acak untuk memastikan kesiapan mereka berangkat ke bekerja di luar negeri.
Wawancara itu biasannya dilakukan saat para pencari kerja melakukan pengajuan kartu kuning. Seperti diketahui kartu kuning atau yang dikenal sebagai AK-1 merupakan kartu tanda pencari kerja, baik pencari kerja ke luar negeri dan di dalam negeri.
“Untuk sektor rumah tangga mereka mendapat pelatihan keterampilan dan bahasa. Kalau tidak tahu bahasa di sana, komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar,” ujarnya.
Untuk di Kabupaten Kediri, wilayah-wilayah yang menjadi penyumbang pekerja migran adalah di wilayah perbatasan seperti Mojo, Kras, Ringinrejo, Kandat , Wates, serta Ngancar. “Terbanyak di kecamatan Ringinrejo, serta wilayah perbatasan Kediri-Blitar dan Kediri-Tulungagung,” kata Jumadi.
Sebagai catatan, pada 2021 BP2MI mendata Blitar berada di posisi ketiga daerah pengirim PMI terbanyak di Indonesia. Sementara Tulungagung, berada di posisi sembilan. []