Kantong PMI di Pulau Jawa Belum Mencapai Target Terapi ARV untuk ODHA
JAKARTA – Upaya pencegahan dan pengendalian HIV -AIDS bertujuan untuk mewujudkan target Three Zero pada 2030, antara lain tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Upaya yang terus dilakukan Pemerintah dan pada 2017 dicanangkan strategi Fast Track 90-90-90 yang meliputi percepatan pencapaian 90% orang mengetahui status HIV melalui tes atau deteksi dini, 90% dari ODHA yang mengetahui status HIV memulai terapi antiretroviral (ARV), dan 90% ODHA dalam terapi ARV berhasil menekan jumlah virusnya sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV, serta tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA.
Dalam rangka mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan menerapkan strategi akselerasi Suluh, yaitu Temukan, Obati dan Pertahankan (STOP). Suluh dilaksanakan melalui edukasi hendak dicapai 90% masyarakat paham HIV, Temukan dilakukan melalui percepatan tes dini akan dicapai 90% ODHA tahu statusnya, Obati dilakukan untuk mencapai 90% ODHA segera mendapat terapi ARV, Pertahankan yakni 90% ODHA yang ART tidak terdeteksi virusnya.
Selain itu, Kemenkes melakukan akselerasi ARV, dengan target pada tahun 2020 sebanyak 258.340 ODHA yang mendapat terapi ARV. Namun, saat ini baru 50% (17 provinsi) yang telah mencapai target ODHA on ARV yaitu: Aceh, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, Jabar, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng, Sulut dan Gorontalo.
Kawasan yang menjadi kantong pekerja migran Indonesia (PMI) di Pulau Jawa yang selama ini sering disorot rawan, masih belum mencapai target tersebut. Pun demikian dengan kawasan lain yang menjadi sumber terbesar penularan HIV/Aids.
“Cita-cita tersebut tidak dapat tercapai tanpa dukungan lintas program, lintas serta masyarakat. Kesuksesan dapat terwujud dengan didukung akses layanan kesehatan berkualitas tinggi, upaya pencegahan, pendampingan dan dukungan tanpa adanya stigma dan diskriminasi,” ucap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Anung Sugihantono, M.Kes dalam rilis, Jumat (29/11). []