December 21, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Karena Korupsi, 3.240 PNS Dipecat, 103 Kepala Daerah Kena Teguran

3 min read

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) telah memberhentikan dengan tidak hormat 3.240 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat korupsi. Sementara 103 kepala daerah mendapat teguran.

Hal tersebut diungkapkan Menteri (PAN RB) Syafruddin saat berbicara dalam Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (3/7/2019).

Menurutnya, pemberhentian para Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu sesuai aturan yang berlaku. “Ini bagian dari (pemberian) punishment, 3.240 ASN yang terlibat korupsi sudah diberhentikan tidak dengan hormat,” ungkap Syafruddin.

Pemberhentian para PNS itu, tambah Syafruddin; juga berdasarkan atas keputusan bersama Menpan RB, Mendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Rakernas yang dihadiri wali kota dari 92 daerah di Indonesia itu, dibuka oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

Menilik data Indonesia Corruption Watch (ICW), PNS korup yang tercatat di BKN per tanggal 17 September 2018 terdapat 98 orang bekerja di tingkat kementerian.

Selain itu, 2.259 PNS korup bekerja di pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Sejak 2016, terdapat sekitar 2.357 PNS korup sudah inkracht, namun hingga Januari 2019 masih terdapat 1.466 PNS koruptor yang belum dipecat.

Provinsi dengan PNS korup terbanyak adalah Sumatra Utara, 298 orang. Disusul Jawa Barat sebanyak 193 orang.

Ini adalah lanjutan dari pertengahan September 2018 saat Mendagri Tjahjo Kumolo bersama MenPAN RB Syafruddin, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana menandatangani Surat Keputusan Bersama pemecatan PNS terpidana korupsi.

Kesepakatan itu tertuang dalam Keputusan Bersama tanggal 13 September 2018, Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan Yang Ada Hubungannya dengan Jabatan.

Para PNS terpidana korupsi sempat melakukan perlawanan agar bebas dari pemecatan dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun langkah mereka gagal.

Dalam putusan MK dengan nomor 87/PUU-XVI/2018 atas pemohon bernama Hendrik dari Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mahkamah menilai, Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS yang dijadikan dasar pemerintah memecat PNS terpidana korupsi tidak melanggar konstitusi.

“Jika seorang PNS diberhentikan karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatan, hal demikian adalah wajar sebab dengan melakukan kejahatan atau tindak pidana demikian seorang PNS telah menyalahgunakan atau bahkan mengkhianati jabatan yang dipercayakan kepadanya untuk diemban sebagai ASN,” bunyi putusan tersebut.

Putusan itu ditandatangani Ketua MK Anwar Usman beserta anggota-anggota MK, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, dan Suhartoyo di Jakarta, Kamis (25/4).

Bahkan, MK juga berpendapat pemerintah dapat memecat tanpa melihat rentang waktu putusan inkracht. Sebab, Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN diberlakukan terhadap PNS yang masih aktif.

Pada 29 April lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Aturan tersebut memuat mekanisme bagaimana ASN yang tidak bekerja sesuai target bisa dikenakan sanksi administratif hingga pemecatan.

 

275 belum diproses

Adapun Tjahjo memberikan teguran tertulis kepada 103 kepala daerah agar dalam waktu 14 hari segera melakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) ASN yang terlibat kasus korupsi.

Teguran pertama itu, ungkap Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, disampaikan kepada 11 gubernur, 80 bupati dan 12 wali kota.

“Per 1 Juli sudah diberikan teguran tertulis oleh Pak Mendagri kepada kepala daerah untuk segera PTDH dalam waktu 14 hari ini,” ungkap Akmal, Rabu (3/7).

Akmal menjelaskan, dari total 2.357 ASN yang harus dilakukan PTDH, sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup pemerintah daerah.

Hingga akhir Juni 2019, ada 275 ASN yang belum diproses oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tersebar di 11 provinsi, 80 kabupaten dan 12 kota. “Kebanyakan ASN berkasus korupsi ada di lingkungan Pemda,” tandasnya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang berpendapat, lamanya proses pemecatan ASN ini lantaran masih kentalnya perilaku yang menolerir tindak korupsi.

“Negeri ini zero tolerance-nya terhadap perilaku korup dari skala 1 sampai 10 berada di angka 4. Menurut saya, upaya (percepatan pemecatan) ini baik untuk tingkatkan zero tolerance kita,” tukasnya.

Dari catatan ICW tahun 2018, terdapat lima sektor tertinggi kasus korupsi, pada infrastruktur dan non infrastruktur yakni sektor anggaran desa, pemerintah, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Korupsi tertinggi terjadi di sektor anggaran desa yakni 49 kasus pada infrastruktur dan 47 kasus non infrastruktur. Kerugian negara pada sektor ini yakni masing-masing 17,1 miliar dan 20 miliar. Sementara, kerugian negara paling tinggi di sektor transportasi pada infrastruktur yakni 366 miliar dengan 23 kasus korupsi.

Peneliti Bidang Investigasi ICW Wana Alamsyah mengungkapkan, kualitas PNS membuat layanan birokrasi di Indonesia masih kedodoran dalam melayani publik. Bahkan mental korup PNS seakan menular hingga tingkat daerah. []

Advertisement
Advertisement