December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Kekeringan Picu Kenaikan Harga Pangan

3 min read

JAKARTA – Kekeringan yang mulai melanda sebagian wilayah Indonesia terancam membuat harga pangan naik.

Kementerian Pertanian mencatat ada 12 ribu hektare lahan puso dari total 1,5 juta hektare sawah dengan tanaman padi. Jumlah lahan puso tersebut bertambah ribuan hektare dibandingkan per awal Juli yang tercatat seluas 9.358 hektare.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy mengatakan, total luas lahan padi terdampak kekeringan mencapai 120 ribu hektare. “Paling banyak di Pulau Jawa. Purwakarta salah satunya,” kata Edhy ketika meninjau sawah yang kering di Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (24/7/2019) seperti dikutip dari Republika.co.id.

Menurut Edhy, wilayah yang sudah mengalami kekeringan adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara. Sementara, wilayah lainnya masih relatif aman karena masih turun hujan. “Di Jawa Barat, daerah yang paling terdampak kekeringan dan puso terluas adalah Kabupaten Indramayu,” ujar dia.

Seturut dengan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Senin (22/7/2019) sudah ada 55 pemerintah daerah yang menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan. Selain itu, ada juga 75 wilayah kabupaten dan kota yang terdampak kekeringan di tujuh provinsi.

Menurut situs hargapangan, kenaikan bahan pangan yang besar terjadi pada komoditas cabai di seluruh provinsi. Cabai rawit merah misalnya, pada 1 Juli 2019 harga per kilogramnya mencapai Rp44.200. Namun pada Kamis (25/7/2019) Rp70.300 alias naik 59 persen. Cabai rawit hijau dari Rp45.950, menjadi Rp60.350 per kilogram alias naik 31 persen. Harga beras dan gula pasir, cenderung stabil.

Pemerintah belum tergerak melakukan intervensi terhadap harga pangan. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution kekeringan ini berisiko panen menurun dan dapat berdampak meningkatnya harga-harga pangan yang bisa menyebabkan inflasi.

“Kami akan lihat dari sini ke Agustus seperti apa pengaruhnya. Sekaligus kami menunggu apakah ada perkembangan terjadi lebih baik, atau lebih buruk,” ujarnya, usai rapat koordinasi pengendalian inflasi 2019, di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis (25/7/2019) seperti dikutip dari financedetik.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, kekeringan menghantui para petani karena bisa menyebabkan gagal panen. Akibatnya, banyak petani memilih tidak menanam agar terhindari dari kerugian.

Ancaman gagal panen ini sebenarnya dapat diatasi jika pemerintah dapat belajar dari kesalahan masa lalu yang terus berulang. “Memproduksi bahan pangan yang berlebih sebelum kekeringan terjadi mungkin saja jadi solusi untuk menyetok bahan pangan,” ujarnya, seperti dinukil dari Warta Ekonomi, Selasa (23/7/2019).

Pemerintah sejatinya telah mengupayakan pembangunan bendungan untuk mengairi sawah agar panen bisa digelar tiga kali setahun. Saat ini baru ada 231 bendungan besar, yang hanya bisa mengairi 11 persen lahan sawah.

Namun di sisi lain, kekeringan menciptakan kesadaran asuransi pertanian bagi petani. Menurut data Kementerian Pertanian hingga sampai awal Juli 2019 jumlah lahan sawah yang sudah diasuransikan seluas 300 ribu hektare dan terus meningkat.

Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Permodalan dan Asuransi Pertanian, Direktorat Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Waluyo pada Rabu (24/7/2019) menyatakan, saat kemarau datang, kecenderungan petani mengasuransikan lahan sawahnya memang meningkat. Keuntungan asuransi pertanian adalah 60 persen kerugian yang ditanggung petani karena gagal panen akan diganti.

Jawa Timur menjadi penyumbang provinsi dengan asuransi pertanian paling luas, yaitu 151 ribu ha. Kemudian disusul Jawa Barat (59 ribu ha), Kalimantan Barat (29 ribu ha), Jawa Tengah (18 ribu ha), Sulawesi Tengah (14 ribu ha), dan provinsi lainnya di bawah 10 ribu ha. [Asa]

Advertisement
Advertisement