Kenalkan, Ini Pasangan Gubernur Dan Wakil Gubernur Jatim Yang baru
SURABAYA – Guratan senyum tergambar di wajah Khofifah Indar Parawansa, calon gubernur di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim).
Berbagai lembaga penghitungan cepat telah menyatakan perempuan yang berpasangan dengan Emil Elistianto Dardak itu sebagai pemenang Pilkada Jatim 2018.
Khofifah sumringah menyapa setiap tamu yang sejak 27 Juni sampai Jumat (29/6) secara bergelombang terus berdatangan ke rumahnya untuk memberi ucapan selamat di Jalan Jemursari VIII, Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.
Siapa sangka perempuan yang semasa kecilnya dulu berjualan es lilin keliling kampung itu kini menapak ke Gedung Negara Grahadi.
“Wes Wayahe”, begitu slogan berbahasa Jawa yang digembar-gemborkan oleh pasangan Emil Elestianto Dardak selama masa kampanye Pilkada Jatim 2018. Dalam bahasa Indonesia kata itu berarti “sudah waktunya (menang)”.
Memang Pilkada Jatim kali ini adalah yang ketiga kalinya bagi istri dari mendiang Indar Parawansa itu. Dua kali peridoe Pilkada Jatim sebelumnya Khofifah selalu dikandaskan oleh pasangan Soekarwo – Saifullah Yusuf.
Khofifah tak patah arang. Dia mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial di era pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2018 untuk mengikuti kontestasi Pilkada Jatim 2018 atas dorongan sejumlah ulama dan kiai sepuh di provinsi setempat, yang dimotori oleh pembina Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid.
Semula terdapat sembilan ulama dan kiai yang mendorongnya, dikenal dengan nama Tim 9, belakangan berkembang beranggotakan sebanyak 17 kiai yang menyatakan turut mendukungnya.
Dorongan dari para ulama dan kiai tersebut direspons oleh partai politik Demokrat, Golkar, Hanura, PPP, Nasdem dan PAN, yang kemudian berkoalisi mengusungnya berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, hingga akhirnya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi Jawa Timur sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1 di Pilkada Jatim 2018.
“Alhamdulillah, perjuangan kami selama berbulan-bulan akhirnya membuahkan hasil,” ucap KH Salahuddin Wahid di Surabaya, dilansir Antara, Sabtu (30/6), mengacu pada hasil hitung cepat oleh berbagai lembaga yang menempatkan Khofifah-Emil sebagai pemenang Pilkada Jatim 2018.
Gus Solah, sapaan akrabnya, menyebut kemenangan ini adalah milik masyarakat Jawa Timur.
“Mudah-mudahan apa yang telah kami perjuangkan bisa memberi manfaat bagi masyarakat Jawa Timur,” katanya, dengan mata berkaca-kaca.
Dari atas kursi rodanya, adik kandung mendiang Presiden Republik Indonesia keempat Abdurrahman Wahid itu meyakini amanah dari hasil Pilkada Jatim ini dapat dijalankan oleh pasangan Khofifah-Emil dengan sebaik-baiknya.
“Kita doakan agar pasangan Khofifah-Emil bisa tetap bertahan memajukan Jawa Timur yang lebih baik dan memberi manfaat bagi seluruh rakyat,” ujarnya.
Mobil pinjaman
Arek Wonocolo Khofifah lahir di Surabaya, 19 Mei 1965. Sejak kecil perempuan itu sudah tinggal di rumah yang ditempatinya saat ini, Jalan Jemursari VIII, Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.
“Ini adalah rumah warisan dari orang tua. Jadi sejak kecil saya sudah tinggal di sini. Saya ‘Arek Wonocolo’ asli,” katanya.
Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya itu menghabiskan masa anak-anak hingga masa remajanya di kampung tersebut. Maka tak heran jika para tetangga di sekitar rumahnya mengenal Khofifah dengan akrab.
Itu ditunjukkan dengan kemenangannya yang terbilang telak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 016, Kelurahan Jemur Wonoasri, yang berjarak sekitar 20 meter dari rumahnya. Di TPS itu pula Khofifah bersama keluarganya menggunakan hak pilih selama tiga kali periode Pilkada Jatim yang diikutinya.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS setempat Muhammad Mabrur mengumumkan Khofifah, yang di Pilkada Jatim 2018 berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, memperoleh 413 suara. Sedangkan rivalnya, pasangan Saifullah Yusuf – Puti Guntur Soekarno, di TPS tersebut memperoleh 56 suara.
“Kemenangan pasangan Khofifah-Emil di TPS 016 Kelurahan Jemur Wonosari pada Pilkada Jatim 2018 mencapai 76% dari total jumlah pemilih,” katanya.
Mabrur menjelaskan total daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 016 adalah 631 orang. Namun tercatat yang hadir menggunakan hak pilihnya sebanyak 497 orang, 10 suara di antaranya dinyatakan tidak sah.
Dia menandaskan, selama tiga kali periode Pilkada Jatim yang diikuti KHofifah di TPS 016 selalu membuahkan kemenangan yang terbilang telak. “Rata-rata kemenangannya di tiga kali periode Pilkada Jatim di TPS ini selalu mencapai 76%,” ucapnya.
Warga Kampung Jemursari VIII Surabaya mengenal Khofifah sebagai sosok yang sederhana. Salah satunya Rodhy Nina Abarhum, warga setempat, menyebut kesederhanaan KHofifah tergambar dari rumahnya yang sampai saat ini masih menempati tanah warisan dari orang tuanya.
Bahkan, Trisnadi, kerabat dekat Khofifah, memastikan meski beberapa kali menjabat sebagai anggota DPR RI dan menteri, perempuan 53 tahun itu tidak pernah memiliki mobil yang dibelinya untuk kepentingan pribadi.
“Sampai sekarang tidak pernah membeli mobil sendiri untuk keperluan pribadinya. Mobil yang dipakai selama menjabat anggota DPR RI maupun menteri adalah mobil dinas,” katanya.
Konon, mobil yang digunakan Khofifah selama masa kampanye di Pilkada Jatim 2018 pun adalah pinjaman dari pendukung atau pengusungnya.
Khofifah selama masa kampanye Pilkada Jatim 2018 di Surabaya memang selalu menekankan bahwa menjadi pejabat tidak boleh untuk tujuan kekayaan. Jabatan, menurut dia, adalah amanah yang harus dijalankan dengan tulus untuk mengabdi kepada masyarakat.
“Jika hanya mengandalkan gaji dari jabatan, susah untuk bisa menjadi kaya raya. Karenanya jabatan itu harus diniati dengan tulus untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat,” tuturnya.
Penjual es lilin
Maka Khofifah menegaskan dirinya bukan orang kaya. Dia mengenang semasa kecilnya dulu harus membantu meringankan beban orang tua dengan menjual es lilin keliling kampung di sekitar rumahnya, wilayah Kecamatan Wonocolo. Itu dilakoninya sejak duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Dia menjajakan es lilin kepada teman-teman sekolah hingga teman-teman mainnya di lingkungan perkampungan Wonocolo.
“Wonocolo ini kampung saya. Dulu saya berkeliling kampung jualan es lilin. Kalau uangnya kumpul, saya belikan buku-buku,” ucapnya, mengenang.
Kini, dia menandaskan, kalaupun bisa menyekolahkan anak-anaknya sampapi ke luar negeri, semuanya juga bukan dari hasil kekayaannya.
Khofifah mencontohkan, putri pertamanya, Patimasang Mannagalli Parawansa, bisa kuliah di Singapura, Australia dan Inggris, berkat beasiswa. Begitu pula putra keduanya, Jalaluddin Mannagali Parawansa, bisa berkuliah sampai ke negeri China karena mendapat beasiswa.
“Saya ini enggak kaya. Rumah di Jemursari itu adalah warisan dari orang tua. Busana yang saya pakai sampai sekarang juga masih ‘ndeso’,” ujarnya.
Kader NU Khofifah Indar Parawansa meniti karir politik melalui Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang merupakan sayap dari organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU).
Di usia 26 tahun, setelah menjabat Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Surabaya, dia melenggang ke Senayan, Jakarta, menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 1992 – 1996 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada masa usia yang masih tergolong muda itu Khofifah bahkan telah dipercaya sebagai Pimpinan Fraksi PPP DPR RI.
Selanjutnya di tahun 1999 Khofifah kembali menduduki jabatan wakil rakyat di DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan menempati jabatan Wakil Ketua DPR RI.
Ketika Presiden Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, terpilih menjadi Presiden keempat Republik Indonesia, periode 1999-2001, Khofifah diangkat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan sekaligus Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Khofifah menjabat Menteri Sosial di Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo di tahun 2014 hingga akhirnya mengundurkan diri demi mengikuti Pilkada Jatim 2018 pada 17 Januari lalu.
Kepada wartawan di Surabaya, pada 28 Juni, Khofifah mengenang dirinya bersama Saifullah Yusuf, atau akrab disapa Gus Ipul, yang menjadi pesaingnya sebagai calon gubernur nomor urut 2 di Pilkada Jatim 2018, adalah sama-sama meniti karir sebagai kader NU di bawah bimbingan mendiang Gus Dur.
Saat itu, periode 2000 – 2005, untuk pertama kalinya Khofifah menjadi Ketua Umum Muslimat NU. Pada periode yang sama di kepengurusan struktural NU, Gus Ipul menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
Khofifah mengaku jalinan persaudaraan dengan Gus Ipul erat terbangun pada era itu. “Gus Ipul dulu hampir setiap tiga kali seminggu mampir ke Kantor Muslimat NU di Jakarta hanya sekadar makan nasi bungkus bersama-sama,” katanya, mengenang.
Khofifah merasa jalinan persaudaraannya dengan Gus Ipul mulai berjarak selama kontestasi Pilkada Jatim 2018. Dia bertekad untuk memperbaikinya agar kembali terjalin rasa persaudaraan yang erat seperti dulu lagi.
Sehari sebelumnya, pada Rabu malam, 27 Juni, Khofifah menyatakan dirinya yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak telah terpilih sebagai pemenang di Pilkada Jatim 2018, mengacu pada hasil dari berbagai lembaga penghitungan cepat.
Dia mengucapkan salam hormat kepada Gus Ipul dan pasangannya Puti Guntur Soekarno, beserta segenap koalisi partai pengusung PDIP, PKB, PKS dan Gerindra, dengan menekankan bahwa kemenangan di Pilkda Jatim 2018 adalah milik seluruh masyarakat Jawa Timur.
Khofifah berharap momen Pilkada Jatim 2018 bisa menjadi mata rantai yang berkelanjutan untuk membawa masyarakat Jawa Timur yang lebih baik dan sejahtera.
Sembari menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU Provinsi Jawa Timur, perempuan yang semasa kecilnya berjualan es lilin keliling kampung itu kini menatap untuk segera menempati kantor di Gedung Negara Grahadi Surabaya, sebagai Gubernur Jatim periode 2019-2024.
Janji Khofifah Untuk Pekerja Migran
Jawa Timur merupakan salah satu daerah penyumbang pekerja migran terbesar di Indonesia. Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak ingin menekan jumlah itu.
Salah satu cara yang dilakukan dengan mengedepankan konsep wirausaha. Karena, faktor ekonomi menjadi alasan utama seseorang menjadi pekerja migran Indonesia (PMI).
“Wirausaha juga satu program yang didorong supaya mereka tidak berangkat ke luar negeri,” janji Emil dalam debat Pilkada Jawa Timur di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Selasa, 10 April 2018.
Emil mengaku bertemu dengan sejumlah PMI yang berasal dari Jawa Timur. Sebagian besar di antara mereka meninggalkan keluarga di kampung halaman.
“Tapi karena himpitan ekonomi, (mereka) berangkat,” kata dia.
Sementara itu, Khofifah melihat minimnya skill yang dimiliki tenaga kerja menjadi alasan utama tingginya angka pekerja migran dari Jawa Timur. Padahal, sejumlah sentra industri di Jawa Timur mengeluh minimnya tenaga kerja.
“Saya jalan ke Nganjuk ada sentral industri kok yang established dari 1963 mereka kekurangan tenaga kerja, saya datang ke Ngawi ada sentra seni kerajinan kayu, mereka kekurangan tenaga kerja,” kata Khofifah.
Khofifah mengatakan, masalah tenaga kerja di Jawa Timur sangat variatif. Saat ini, ada 21 persen masyarakat Jawa Timur berumur di atas 15 tahun tak lulus sekolah dasar. Sedangkan, sekitar 30 persen masyarakat Jawa Timur hanya lulus sekolah dasar.
“Mereka kategori unskill labour, ada yang mengambil pilihan jadi TKI dan TKW,” kata Khofifah.
Khofifah sadar, butuh perlakuan khusus menangani tenaga kerja yang tak memiliki skill ini. Selain penguatan pendidikan formal, Khofifah juga akan memberikan pelatihan kepada mereka. [Asa/Net]