KETIKA TGB MENYAPA HONG KONG
Setelah batal hadir pada 2016, Gubernur NTB M. Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) pekan lalu tiba di Negeri Beton. Usai tampil dalam tabligh akbar di Masjid Tsim Sha Tsui, Gubernur Santri itu langsung berbaur dengan warga NTB di Victoria Park. Apa pesan TGB untuk warganya?
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. TGH Muhammad Zainul Majdi, Lc. M.A., memenuhi janjinya. Setelah urung hadir ke Hong Kong November 2016, pria 46 tahun yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) itu akhirnya menyempatkan diri untuk datang, menyapa banyak warga daerahnya yang bekerja di Negeri Beton. Datang berdua didampingi sang istri, Erica Lucyfara, TGB mendarat di Hong Kong pada Sabtu (30/6) malam dan kembali ke Jakarta pada Senin (2/7) siang.
Resminya, TGB hadir di Hong Kong atas undangan Majelis WDDH (Wirid dan Dzikir Harian) yang berkolaborasi dengan Jami’yyah Dawwam Ukhuwah (JDU) Firdaus. Mereka menggelar acara bertajuk ”Tabligh Akbar dan Halal Bihalal” yang dipusatkan di Masjid Tsim Sha Tsui – Kowloon. Kendati publikasi terkait kegiatan ini tidak terlalu gencar, namun sepanjang hari Minggu (1/7), Masjid Tsim Sha Tsui tumplek blek oleh jamaah. Digelar dalam dua sesi, siang dan sore, tak kurang dari 1.200 jamaah hadir. Mayoritas adalah para pekerja migran Indonesia (PMI) di Hong Kong.
Sesi pertama diisi dengan tausiyah, sedangkan sesi kedua dikemas dalam format tanya jawab, dipandu oleh Ustadzah Bunyai Dewi Ani, ketua Forum Daiyah Fatayat NU (Fordafnu). Gubernur TGB, yang memang seorang dai kesohor di Tanar Air, menyampaikan paparan panjang lebar. Mulai dari pengertian berbuat baik dalam Islam, jihad fisabilillah, hingga pemahaman seputar Islam Nusantara.
Tuan Guru, kita tahu, adalah sebutan untuk kiai. Bajang berarti muda. TGB memang turunan kiai. Ia adalah cucu dari Maulana Syeh Tuan Guru Haji (TGH) Zainuddin Abdul Madjid, pendiri gerakan Islam Nahdatul Wathan (NW). Sebuah organisasi Islam terbesar di NTB dengan jamaah ditaksir mencapai 1,5 juta orang.
Zainul Majdi menjadi tuan guru bukan semata turunan. Ia mempunyai legitimasi intelektual untuk menyandang sebutan tersebut. Doktor Ilmu Tafsir Qur’an diraihnya dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Lulus dengan predikat sangat memuaskan dari universitas tertua dan terkemuka dalam kajian Islam itu, Zainul menghafal (hafidz) 30 juz AlQuran dan merupakan sedikit dari doktor tafsir Quran yang ada di Tanah Air saat ini.
Dalam tausiyahnya, TGB antara lain menjelaskan bahwa berbuat baik dalam Islam itu berlaku untuk seluruh umat. Laki-laki maupun perempuan. Termasuk dalam pengertian berbuat baik adalah bekerja untuk menafkahi keluarga. ”Allah swt sendiri menegaskan, jangan ada keraguan dari kaum perempuan. Jangan sampai kaum perempuan merasa tidak sama dengan laki-laki dalam berbuat kebaikan,” ujarnya.
Dalam Islam, lanjut TGB, contoh berbuat kebaikan itu luar biasa banyaknya. Rasulullah saw pernah menjelaskan kepada salah satu umatnya yang mengaku sulit bersedekah karena tidak punya uang. Kata Rasulullah, bersedekah tidak harus dengan harta. Tidak menyakiti orang lain, itu juga sudah bersedekah. ”Intinya, kebaikan dalam Islam itu terbentang luas bagi siapa pun, laki-laki maupun perempuan. Semua diberi kesempatan sesuai dengan kemampuannya,” tutur TGB.
Lebih jauh TGB menjelaskan, suatu hari ada seorang laki-laki muda berjalan melintas di depan masjid. Kebetulan, saat itu Rasul sedang duduk bersama sahabatnya di beranda masjid. Melihat itu, sahabat tadi berkomentar, ”Duh, sayang ya, ganteng-ganteng tapi tidak mengaji di masjid.” Komentar yang sama juga berlaku untuk mengatakan, ”Cantik-cantik kok tidak ikut majelis.”
Mendengar ucapan itu, Rasulullah saw menegur sahabatnya. ”Hati-hati. Seseorang yang mencari rezeki untuk orangtuanya yang tidak mampu bekerja, itu termasuk fisabilillah. Pemuda itu sedang berjihad fisabililah. Satu langkah pahalanya berlimpah. Ketika kita keluar rumah dari mana saja asalnya, dengan tujuan mencari nafkah untuk keluarga, maka orang tersebut adalah fisabilillah,” kata TGB, mengutip ucapan Rasul.
Rasulullah saw menambahkan, kalau kita keluar rumah agar tidak dihina oleh orang lain, atau agar tidak minta-minta dan bisa mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, maka ia juga sudah berada di jalan Allah, fisabililah. Kecuali, kata Rasul, kalau ia keluar untuk menyombongkan dirinya, ingin pamer, dan takabur, maka sesungguhnya ia berada di jalan yang tidak baik. ”Tetapi selama dilandasi dengan niat yang baik dan cara yang baik pula, insyaallah termasuk fisabililah.”
Sementara itu, terkait penegertian ”Islam Nusantara”, TGB menegaskan bahwa amalan-amalan yang dilakukan dalam Islam pada dasarnya sama. Zikir-zikir umat Islam di seluruh dunia, semua sama. Puasanya sama, hajinya pun sama ke baitullah. Tidak ada perbedaan. Yang terjadi dan terkesan melahirkan perbedaan, yakni menyangkut kebiasaan yang tidak pernah dijelaskan secara detail oleh Rasulullah saw. Misalnya, tahlilan setelah orang meninggal, itu tidak pernah dijelaskan oleh Rasul.
”Tidak semua hal yang tidak dijelaskan oleh Rasul tidak boleh dikerjakan. Sebaliknya, tidak semua yang dikerjakan Rasul tidak boleh ditinggalkan, karena beliau tidak mau membebani umatnya,” ujar TGB. Amalan seperti zikir misalnya, Rasul menyerahkan pada keluangan waktu masing-masing umatnya. Rasulullah juga tidak melakukan shalat tarawih setiap hari, karena tidak mau umatnya beranggapan bahwa tarawih itu shalat wajib.
Di Indonesia, menurut TGB, ada banyak kebiasaan seperti bertahlil bersama, atau berziarah ke makam orang meninggal sebelum puasa Ramadhan dan setelah Hari Raya Idul Fitri. Amalan ”Islam Nusantara” seperti itu merupakan kebiasaan-kebiasaan di negara kita yang dibolehkan, dan selama ini kita lakukan. Sedangkan hal itu tidak dilakukan di Arab Saudi atau Mesir, misalnya.
Perbedaan amalan seperti itulah, kata TGB, yang sesungguhnya mencerminkan keluasan dan kelapangan Islam. Itu sebabnya, sesama umat Islam tidak boleh saling menjelekkan. ”Justru, seluruh umat Islam di Indonesia patut bersyukur, karena ulama-ulama kita telah mewariskan tradisi Islam yang kuat, ya Islam Nusantara itu, yang di dalamnya tersimpan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamiin, rahmat bagi semesta alam,” pungkas TGB.
SILATURAHIM KE VICTORIA PARK
Kendati sudah penat usai dua sesi memberikan tausiyah di Masjid Tsim Sha Tsui, Gubernur TGB tetap bersemangat menuju Lapangan Victory di Causeway Bay untuk bertemu dengan Sasambo, salah satu organisasi bentukan PMI asal NTB di Hong Kong. Dengan memesan kendaraan online, TGB bersama sang istri, Erica, langsung beroleh sambutan semarak dari seratusan anggota Sasambo yang sempat khawatir TGB tak jadi singgah.
Melihat antusiasme warga NTB menyambut pemimpin daerahnya, tampak jelas, TGB memang dikagumi dan dirindukan oleh warganya di luar negeri. Tidak sedikit di antara mereka yang matanya sembab, bahkan meneteskan airmata. Namun, ada pula yang berteriak kegirangan menyambut kedatangan TGB. Meski persiapannya sederhana, lantaran kunjungan Pak Gubernur terbilang mendadak, namun bisa mengobati kekecewaan warga Sasambo yang pernah gagal bertemu TGB di akhir 2016.
Acara ramah tamah dengan warga NTB berlangsung santai. Diisi dengan bincang-bincang dan berfoto-foto. Kepada Apakabar Plus, beberapa warga NTB terang-terangan menyatakan kekaguman pada sosok Tuan Guru yang ramah dan rendah hati itu. Mereka berharap, setelah tidak lagi menjabat Gubernur NTB, TGB bisa diusung menjadi salah satu kandidat pemimpin nasional dalam hajatan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) pada 2019 nanti.
Dengan ponsel di tangan, puluhan anggota Sasambo tampak berebut mendekat, bersalaman dan berfoto wefie bersama TGB dan istri, yang duduk santai di lapangan rumput. Beberapa dari mereka malahan ada yang menangis, tidak menduga di hari liburnya bisa bertemu langsung dengan pemimpin daerahnya itu.
TGB sendiri mengaku senang dan terharu menerima sambutan dari warganya yang tidak ia sangka-sangka. TGB pun mengusulkan agar warga NTB yang ada di Hong Kong untuk terus memupuk silaturahim. Tidak hanya sesama warga NTB yang sedang bekerja di Hong Kong, tetapi juga dengan keluarga besarnya di daerah, termasuk dengan PMI yang sudah purna.
”Warga NTB yang di luar negeri sekaligus merupakan duta-duta NTB. Jadi, harus menunjukkan sifat-sifat yang baik, bermasyarakat yang baik, taat dan menghormati hukum yang berlaku. Ini penting, karena kita tidak akan dihormati kalau kita tidak menghormati hukum yang ada,” tegas TGB, yang akan segera mengakhiri masa jabatannya yang kedua sebagai Gubernur NTB, September 2018 nanti. (emma)
Gubernur NTB, TGH Muhammad Zainul Majdi
”Bekerja di Luar Negeri Itu Suatu Kehormatan.”
Warga NTB di Hong Kong antusias menyambut kedatangan gubernurnya. Tanggapan Tuan Guru?
Tentu, saya bersyukur kepada Allah swt bisa bersilaturahim dengan saudara-saudara di Hong Kong. Saya melihat, komunitas muslimah yang berada di Hong Kong ini luar biasa. Luar biasanya itu dari banyak hal. Pertama, banyak sekali majelis taklim yang tumbuh dan berkembang di Hong Kong. Kedua, majelis-majelis tersebut sering mengadakan kegiatan dengan mendatangkan dai dari Indonesia.
Ketiga, rasanya memang jarang bermajelis seperti di Hong Kong ini. Hal tersebut menunjukkan, tradisi bertahlil dan bermajelis itu sudah sangat kuat bagi teman-teman di sini. Saya harap semua energi positif ini terus dijaga dan dikokohkan untuk kebaikan kita semua.
Warga NTB di Hong Kong jumlahnya ribuan. Apa maknanya bagi seorang gubernur?
Saya menangkap beberapa aspirasi dari warga NTB yang ada di Hong Kong. Salah satu yang paling penting bagi saya, bagaimana setelah mereka purna tugas di Hong Kong nanti. Saudara-saudara kita yang mempunyai pengalaman di Hong Kong bisa membangun kewirausahaan atau entreprenuership. Bisa membangun usaha di daerah masing-masing untuk mendukung ekonomi keluarga.
Ini peluangnya bagus. Apalagi, teman-teman yang di sini tidak hanya bekerja, tetapi juga belajar dari nilai-nilai yang ada di masyarakat Hong Kong. Khususnya nilai-nilai yang positif seperti tentang profesionalisme, kejujuran, kedisiplinan, karena itulah yang diperlukan di Indonesia.
Saya pikir, warga NTB yang ada di Hong Kong sangat kontributif. Pemprov NTB sendiri akan terus memaksimalkan perlindungan. Termasuk, memaksimalkan dukungan kepada mereka setelah pulang ke daerah pada waktunya. Di antaranya terkait masalah modal usaha. Di NTB sebenarnya sudah ada (dukungan modal) melalui bank daerah, juga melalui bank-bank lain. Kami juga telah menyiapkan program-program untuk saudara kita pekerja migran yang sudah purna tugas.
Banyaknya warga suatu daerah yang menjadi TKI selalu memicu pro dan kontra. Ada yang menganggap karena peluang kerja di daerah kecil, sehingga mereka memilih mengadu nasib ke luar negeri.
Lapangan kerja di daerah sebenarnya banyak. Hanya saja, penghasilan seperti di Hong Kong ini kan cukup tinggi dibandingkan dengan pekerjaan yang sama di Indonesia. Sehingga, wajar kalau kemudian ada warga yang memilih untuk pergi ke luar negeri. Jadi, buat saya, masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri itu bukan aib. Tidak perlu disembunyikan. Pekerjaan biasa yang halal. Tugas pemerintah adalah menyiapkan perangkat perlindungan supaya warga yang bekerja ke luar negeri ini terlindungi secara fisik dan mental, baik setelah penempatan maupun setelah pulang.
Sejauh ini apa saja yang dilakukan Pemprov NTB terhadap calon-calon TKI yang hendak bekerja di luar negeri?
Kami memiliki Balai Latihan Ketenagakerjaan (BLK). Kami punya lembaga yang menangani dokumen-dokumen sebelum mereka berangkat. Kami punya pelatihan untuk menyiapkan mereka bagaimana bersikap di luar negeri. Pasca pelatihan, kami juga punya pelatihan untuk pekerja purna. Intinya, regulasinya kita siapkan dan perangkat untuk melindungi TKI juga sudah disiapkan sejak mereka masih di daerah.
September nanti Tuan Guru akan mengakhiri masa jabatan sebagai gubernur. Ada pesan khusus bagi warga NTB yang bekerja di luar negeri?
Bekerja di luar negeri itu suatu kehormatan. Sesuatu yang terhormat. Islam juga mengajarkan, ke mana kita pergi kita harus menjaga kehormatan kita. Jadi, saya berpesan, bekerja ke luar negeri merupakan kesempatan yang baik untuk belajar banyak hal. Itu harus diimbangi dengan menjaga diri kita dengan baik.
Kedua, tentu warga NTB yang di luar negeri adalah duta-duta untuk NTB. Jadi, harus menunjukkan sifat-sifat yang baik, bermasyarakat yang baik, taat dan menghormati hukum yang berlaku. Ini penting, karena kita tidak akan dihormati kalau kita tidak menghormati hukum yang ada. Ketiga, jangan lupa untuk terus bersilaturahim dengan keluarga di NTB.
Terakhir, menjelang Pilpres 2019, banyak kalangan berharap dan mendoakan TGB maju sebagai pemimpin nasional. Ada tanggapan?
Mudah-mudahan dikabulkan… (emma)