April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Kisah-Kisah yang Memperingatkan Para Penghina Nabi

5 min read

ApakabarOnline.com – Berikut beberapa kisah tentang kehinaan para pencela Nabi dan hadits Nabi. Semoga kisah-kisah ini menjadi peringatan bagi kita semua sehingga kita tidak termasuk orang demikian.

 

Bumi Tidak Menerima Mayat Penghina Nabi

Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, “Dahulu ada seorang Nasrani yang masuk Islam dan membaca al-Baqarah dan Āli Imrān dan menulis untuk Nabi, lalu dia murtad kembali ke agama Nasrani dan menghina Nabi seraya mengatakan, “Muhammad itu tidak tahu kecuali apa yang dituliskan untuknya saja.” Allah lalu mematikannya dan mereka pun menguburnya, namun esok harinya ternyata dia tergeletak di atas bumi.

Mereka pun mengatakan, “Ini pasti perbuatan Muhammad dan para sahabatnya, mereka menggali kuburan kawan kita ini lalu membuangnya begitu saja.” Akhirnya mereka menggali lagi kuburan sedalam mungkin yang mereka mampu, namun esok harinya ternyata mayatnya tergeletak lagi di atas bumi. Maka mereka pun menyadari bahwa ini bukan perbuatan manusia, sehingga mereka akhirnya membuang mayatnya”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkomentar, “Lihatlah orang terlaknat ini. Ketika dia berdusta tentang Nabi dengan ucapannya bahwa beliau tidak mengerti kecuali apa yang dituliskan untuknya, maka Allah membinasakannya dan membongkar kedoknya dengan memuntahkan mayatnya dari kuburannya setelah beberapa kali dikubur. Sungguh ini di luar kebiasaan!

Hal ini menunjukkan bagi setiap orang bahwa ini adalah hukuman dari kedustaannya. Sebab kebanyakan mayat tidak tertimpa kejadian seperti ini. Dan dosa ini lebih keji daripada kemurtadan, sebab kebanyakan orang yang murtad juga tidak tertimpa hal serupa.” (ash-Sharimul Maslul ’ala Syatimir Rasul, hal. 123 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

 

Anjing dan Penghina Nabi

Para ahli fiqih Qairawan dan para sahabat Suhnun memfatwakan untuk menghukum mati Ibrahim al-Fazari. Dia adalah seorang penyair dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Ungkapan-ungkapan penghinaannya kepada Allah dan Nabi dilaporkan kepada al-Qadhi Abul Abbas bin Thalib. Beliau lalu menghadirkan al-Qadhi Yahya bin Umar dan para ahli fiqih lainnya, lalu memutuskan untuk menghukumnya dengan hukuman mati. Akhirnya, dia pun dihukum mati dan disalib terbalik, lalu diturunkan untuk dibakar (tapi ini tidak benar dan tidak boleh -pent).

Sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa tatkala kayunya ditancapkan, kayu itu bisa berputar sendiri dan membelakangi kiblat sehingga menjadi tanda menakjubkan bagi manusia yang membuat mereka bertakbir. Lalu ada seekor anjing yang menjilat darahnya. Melihat hal itu, al-Qadhi Yahya bin Umar berkata dan dia menyebutnya sebagai hadis Nabi (kami belum tahu keshahihan hadis ini),  “Anjing itu menjilat darah seorang muslim.” (asy-Syifa’ bi Ta’rif Huquqil Musthafa, 2: 135 oleh al-Qadhi Iyadh, Hayatul Hayawan al-Kubra, 2: 422 oleh ad-Damiri)

 

Menang Setelah Musuh Menghina Nabi

Syaikhul Islam rahimahullah bercerita, “Banyak kawan saya yang tepercaya dari kalangan ahli fiqih bercerita tentang pengalaman mereka beberapa kali ketika mengepung para musuh di benteng pinggiran kota Syam pada zaman ini. Katanya, ‘Kami sering mengepung musuh sebulan atau bahkan lebih, namun belum juga berhasil mengalahkan mereka sehingga kami hampir saja putus asa. Sampai ketika ada di antara mereka yang mencela Rasulullah dan menodai kehormatan beliau, maka kemenangan segera datang menghampiri kami sehari atau dua hari setelahnya.’

Kata mereka, ‘Kami menyambut gembira dengan kemenangan jika kami mendengar celaan mereka kepada Nabi  sekalipun hati kami penuh amarah dengan ucapan mereka tersebut.’” (ash-Sharimul Maslul ’ala Syatimir Rasul, hal. 171 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

 

Dikejar Ular Karena Menghina Hadits Nabi

Imam adz-Dzahabi menceritakan dari al-Qadhi Abu Thayyib, katanya, “Suatu kali, kami pernah ta’lim (pengajian) di Masjid Jami’ al-Manshur. Lalu tiba-tiba seorang pemuda datang dari Khurasan menanyakan perihal masalah ‘al-Musharrah’ serta meminta dalilnya sekaligus. Pertanyaan pemuda itu pun dijawab dengan membawakan hadis Abu Hurairah tentangnya. Pemuda yang bermazhab Hanafiyyah itu mengatakan dengan nada mencela, ‘Abu Hurairah tidak diterima hadisnya!’

Belum selesai ucapannya, kemudian ada ular besar yang menjatuhinya dari atap masjid. Melihatnya, manusia pun berlarian ketakutan. Ular tersebut terus mengejar pemuda tadi yang sedang berlari. Dikatakan kepadanya, “Taubatlah! Taubatlah!” Pemuda itu mengatakan, “Saya bertaubat.” Akhirnya, ular itu pun hilang tiada membawa bekas.”

Imam Adz-Dzahabi berkomentar, “Sanadnya para tokoh imam. Abu Hurairah merupakan sosok sahabat yang sangat kuat hafalannya terhadap hadis Nabi secara huruf per huruf dan beliau telah menyampaikan hadis tentang ‘al-Musharrah’ secara lafaznya. Maka wajib bagi kita untuk mengamalkannya. Inilah pokok masalah.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 1: 618–619. Lihat pula al-Bidayah wan Nihayah, 16: 199 oleh Ibnu Katsir)

 

Akibat Mencela Hadis Nabi

Imam Muhammad bin Isma’il menyebutkan dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, “Saya mendengar dalam sebagian hikayat bahwa ada sebagian ahli bid’ah ketika mendengar sabda Nabi,

“Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, janganlah dia memasukkan tangannya ke bejana sehingga dia mencucinya terlebih dahulu. Sebab dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (HR. Muslim no. 103)

Ahli bid’ah itu dengan nada mencela berkomentar, “Saya tahu kok di mana tanganku bermalam, ya di atas kasur!”

Maka tatkala (terbangun) di pagi hari, ternyata dia memasukkan tangannya ke duburnya, hingga sampai siku-sikunya!”

Imam at-Taimi mengomentari kisah di atas, “Maka hendaknya seorang takut dari merendahkan sunnah Nabi. Lihatlah kesudahan mereka yang sangat mengenaskan di atas.”

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata setelah membawakan kisah di atas, “Mirip dengan kasus ini adalah fakta yang terjadi pada zaman kita sekarang ini dan beritanya mutawatir serta telah sahih menurut para hakim bahwa ada seorang yang beraqidah jelek dari kota Bushra pada awal tahun 665 H. Dia punya seorang anak yang saleh. Suatu hari, anaknya datang dari gurunya yang saleh membawa siwak. Ayahnya mengatakan dengan nada mengejek, “Gurumu memberimu apa?” Jawab sang anak, “Siwak ini”. Lalu sang ayah mengambil siwak tersebut dan meletakkan di duburnya sebagai penghinaan.

Selang beberapa hari, ayah tersebut mengeluarkan dari duburnya sejenis ikan. Lalu setelah itu atau selang dua hari berikutnya orang itu meninggal dunia. Semoga Allah melindungi kita dari bala-Nya dan memberikan taufik kepada kita untuk mengagungkan sunnah dan syi’arnya.” (Bustanul ’Arifin, hal. 113–114 oleh Imam Nawawi, cet. Dar Ibnu Hazm. Lihat pula kisah lebih detail dalam al-Bidayah wan Nihayah, 13: 249 oleh Ibnu Katsir).

 

Tidak Bisa Berjalan Akibat Menghina Hadis

Abu Yahya Zakaria as-Saji berkata, “Kami pernah berjalan di kampung kota Bashrah menuju rumah sebagian ahli hadis. Kami pun tergesa-gesa berjalan cepat menuju rumahnya. Dalam rombongan kami ada seorang yang tertuduh agamanya berkomentar dengan nada mengejek, ‘Angkatlah kaki kalian dari sayap para malaikat, janganlah kalian memecahkannya!’ Ternyata, dia seketika itu juga tidak bisa berjalan, dia tetap di tempatnya sampai kedua kakinya kering dan jatuh.” (Dzammul Kalam wa Ahlihi 4/369 oleh al-Harawi).

Al-Hafizh Abdul Hafizh berkata, “Sanad kisah ini sangat nyata (kesahihannya) karena semua perawinya adalah para imam dan ulama besar.” (Bustanul ’Arifin, hal. 112)

Kisah semisal juga diceritakan oleh ad-Dainawari dari Ahmad bin Syu’aib, Abu Dawud as-Sijistani berkata, “Ketika kami belajar kepada seorang ahli hadis, ketika guru kami menyampaikan hadis Nabi, ‘Para malaikat meletakkan sayapnya untuk para penuntut ilmu.’ Di dalam majelis ada seorang Mu’tazilah yang melecehkan hadis ini seraya mengatakan, ‘Demi Allah, besok saya akan mengenakan sandal yang berpaku, lalu akan kuinjakkan ke sayap para malaikat!’ Dia pun melakukannya, dan kedua kakinya langsung keras sehingga dimakan oleh rayap.” (Al-Mujalasah no. 2151. Lihat pula Miftah Dar Sa’adah 1: 256, oleh Ibnul Qayyim)

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua. []

Penulis Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

Advertisement
Advertisement