Makmurkan Pedesaan Supaya Tidak Repot Ngurusi Masalah Pekerja Migran
JAKARTA – Masih ditemukannya Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditahan majikan hingga 15 tahun di luar negeri, seperti yang dialami Sarisih, 52 tahun, warga Lampung, di Yordania, menandakan pemerataan pembangunan belum dirasakan hingga tingkat perdesaan.
Hal tersebut diungkapkan Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, di Jakarta, Minggu (29/7).
Menurut Julius, sudah sepatutnya pemerintah segera memakmurkan masyarakat perdesaan. “Mereka itu pergi jadi TKI karena tidak ada pekerjaan di desa,” kata Julius.
Kalaupun warga mau jadi PMI pun harusnya pemerintah mengubah isi ketentuan peraturan yang mengatur tentang penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
“Jangan ada kata penempatan, kalau kata itu tetap dipakai, itu seperti menyamakan orang dengan barang,” kata Julius.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, mengatakan dana desa selama yang selama ini lebih banyak digunakan untuk membangun infrastruktur desa harus disisihkan untuk pengembangan ekonomi perdesaan.
“Dana desa bukan hanya untuk infrastruktur dan menyerap tenaga kerja dalam jangka pendek, tetapi juga untuk mengolah sumber ekonomi produktif setempat,” ujarnya.
Selain itu, di wilayah perdesaan juga ternyata perlu perhatian lebih mengingat tingkat inflasi di perdesaan selalu lebih tinggi dari di perkotaan. Di sisi lain, nilai tukar petani juga terlihat lamban mengalami kenaikan.
“Pemberdayaan ekonomi desa bukan hanya sekadar membangun basis ekonomi desa dan bukan hanya fisik. Tetapi, potensi SDM dan juga peningkatan penggunaan teknologinya,” tegas dia.
Seperti diketahui, KBRI Amman berhasil menemukan PMI bernama Sarisih yang sudah 15 tahun ditahan majikannya.
Upaya pencarian Sarisih bermula dari laporan yang diterima Presiden Joko Widodo dan sejumlah instansi di Tanah Air dari Ferdina Nur Fitria, 21, mahasiswa semester 7 UIN Raden Intan Lampung yang meminta bantuan pemerintah memulangkan ibunya yang tidak pernah dilihatnya sejak 15 tahun lalu.
“Saya mohon, bantu Ibu saya. Bantu saya Pak Jokowi untuk memulangkan Ibu saya, bukankah Ibu saya warga Indonesia? Saya mohon bantuan Bapak Jokowi,” kata Ferdina, yang sudah ditinggal wafat ayahnya saat berusia 6 tahun, dalam suratnya.
Berdasarkan pengaduan tersebut, KBRI Amman melakukan pencarian berbekal informasi yang sangat minim.
Laporan kemudian disampaikan ke kepolisian Jordania, simpul-simpul masyarakat Indonesia dihubungi, data-data milik KBRI serta berbagai instansi di Indonesia yang mungkin menyimpan informasi mengenai keberadaan Sarisih ditelusuri.
Setelah penelusuran panjang, pada minggu ketiga Juli 2018, KBRI Amman berhasil menemukan keberadaan Sarisih di daerah Swefieh, sekitaran Amman. KBRI juga berhasil melakukan komunikasi dengan Sarisih dan majikannya.[Antara]