Melanda Jawa Tengah, Gelombang PHK Masal Membuat Puluhan Ribu Orang Kehilangan Pekerjaan
JAKARTA – Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kini mulai mengancam pekerja di Jawa Tengah.
Sebelumnya, laporan PHK massal ramai dilaporkan terjadi di wilayah Jawa Barat. Melanda puluhan ribu karyawan di industri padat karya, mulai dari pabrik alas kaki sampai tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk garmen (pakaian jadi).
“Data yang resmi masuk ke Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan di daerah) masih dari Jawa Barat. Tapi info dari perusahaan yang lain di Jawa Tengah juga sudah ada yang PHK,” kata Redma dikutip dari CNBC, Selasa (08/11/2022).
“Belum ada laporan secara resmi, tapi info dari teman-teman di sana, sudah mencapai 20 ribu yang dirumahkan,” tambah Redma.
Dari laporan tersebut, dia menjelaskan, untuk industri hulur tekstil masih baru hanya merumahkan karyawan.
“Kalau hilir sepertinya sudah ada PHK,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengonfirmasi, setidaknya ada 10.765 orang yang kena PHK per September 2022.
“Kalau kita lihat kasus PHK pada 2019- September 2022, PHK yang paling tinggi di 2020, ketika mengalami pertama kali pandemi. Dan ini data per September yang di-input mencapai 10.765 orang,” kata Ida Fauziyah, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, Selasa (08/11/2022).
Dari paparan Menaker, kasus PHK pada tahun 2019 lalu mencapai 18.911 orang, lalu tahun 2020 meledak hingga 386.877 orang, pada 2021 mencapai 127.085 orang.
Menanggapi hal tersebut, Redma mengatakan, jumlah yang disebutkan Menaker adalah hanya menyangkut karyawan tetap.
“10 ribu itu PHK karyawan tetap. Banyak yang karyawan kontrak di-terminate kontraknya, ini tidak termasuk data PHK-nya Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan),” katanya.
“Data yang dirumahkan juga tak masuk data PHK. Tapi pada faktanya lapangan, pengurangan tenaga kerja sudah sampai 73 ribu (di Jawa Barat) ditambah 20 ribu di Jawa Tengah,” kata Redma.
Untuk itu, dia berharap, pemerintah tegas membenahi pasar domestik.
“Pasar dalam negerinya dibenahi, impornya ditertibkan. Kalau kita bisa jualan di pasar domestik, tidak akan ada pengurangan karyawan. Mereka bisa tetap bekerja, memperkuat daya beli meski ada inflasi, ekonomi tetap tumbuh,” kata Redma. []