Mempertahankan Manfaat Remitansi PMI
JAKARTA – Remitansi yang berasal dari pekerja migran Indonesia selama ini memberi banyak manfaat bagi pekerja migran dan menjadi salah satu penyumbang devisa bagi negara. Tumbuhnya remitansi yang sempat meredup saat pandemi Covid-19 menjadi harapan peningkatan kembali kesejahteraan pekerja migran dan keluarganya.
Migrasi tenaga kerja Indonesia memberikan kontribusi besar bagi kehidupan pekerja migran dan perekonomian Indonesia. Keluarga pekerja migran Indonesia dapat merasakan manfaat finansial dari pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri (remitansi). Pengiriman remitansi ini berkontribusi terhadap peningkatan kehidupan dalam jangka panjang.
Data survei Bank Dunia (2017) menunjukkan upah bulanan rata-rata pekerja migran Indonesia sebesar 281 dollar AS atau Rp3,7 juta. Upah tersebut mencapai empat kali lipat sebelum bekerja sebagai pekerja migran. Upah tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi ekonomi dengan mencukupi kebutuhan konsumsi dan investasi.
Penggunaan remitansi untuk konsumsi mengacu pada pembelian kebutuhan pokok, seperti pangan dan sandang. Jika kecukupan pangan terpenuhi, status gizi keluarga akan meningkat dan berdampak pada pembentukan SDM yang lebih berkualitas.
Sementara itu, remitansi juga dapat digunakan untuk investasi berupa pembangunan rumah permanen, pembelian aset tanah atau sawah, pembayaran pendidikan, dan kesehatan. Investasi produktif ini menjadi modal penting perubahan kehidupan keluarga di masa mendatang dan tabungan di hari tua.
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pusakajaya, Kabupaten Subang dan Desa Seriguna, Kabupaten Ogan Komering Ilir, pada 2011 menemukan pola pemanfaatan remitansi tersebut. Pengiriman remitansi oleh pekerja migran Indonesia ke daerah asalnya telah merubah kondisi sosial ekonomi desa dalam bentuk investasi pendidikan, investasi ekonomi, dan investasi sosial berupa sumbangan untuk pembangunan desa.
Pemanfaatan remitansi sebagai penopang kehidupan keluarga ini berdampak pada penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Remitansi dari pekerja migran Indonesia dapat mengurangi 28 persen kemungkinan keluarga jatuh miskin.
Remitansi pekerja migran Indonesia juga memberi kontribusi terhadap produktivitas ekonomi suatu negara. Berdasarkan laporan Bank Dunia, remitansi menjadi salah satu sumber untuk menstabilkan pendapatan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini bisa terjadi karena remitansi merupakan salah satu sumber devisa negara.
Kemitraan Global tentang Migrasi dan Pembangunan atau KNOMAD mencatat jumlah remitansi secara global pada 2018 mencapai 689 miliar dollar AS. Jumlah tersebut naik 18,5 persen dibanding 2015. Dari jumlah tersebut, sebanyak 76,78 persennya atau 529 miliar dollar AS remitansi mengalir ke negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu negara asal migran yang menjadi penerima dana remitansi terbesar. Besarannya mencapai hampir satu persen terhadap PDB.
Bank Indonesia mencatat remitansi PMI pada 2019 mencapai sebesar 11,43 miliar dollar AS. Remitansi tersebut tumbuh 37,03 persen dibanding lima tahun sebelumnya yang hanya 8,34 miliar dollar AS. Tak heran jika remitansi yang berasal dari PMI ini menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia.
Akan tetapi, nilai remitansi dari para pahlawan devisa pada 2020 mengalami penurunan sebesar 17,56 persen dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penyebaran virus Covid-19 yang terjadi secara global sehingga membuat sejumlah negara menutup pintu masuknya. Bahkan, banyak juga PMI yang terkena PHK dan upah yang tidak dibayarkan karena dampak wabah ini yang membuat lesunya perekonomian dunia.
Meskipun sempat mengalami penurunan karena imbas Covid-19, remitansi ini diproyeksikan kembali bertumbuh tahun ini. Pada 2021, remitansi dari pekerja migran Indonesia sudah menunjukkan pertumbuhan positif seiring dengan terkendalinya penyebaran virus dan meningkatnya capaian vaksinasi.
Pada kuartal III-2021, pengiriman remitansi tumbuh sebesar 2,04 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (year-on-year). Walaupun tingkat pertumbuhan belum terlihat signifikan, prospek bisnis remitansi cukup bagus ke depan seiring dengan mulai dibukanya pintu masuk negara penempatan dan upaya inovasi dari penyelenggara jasa remitansi.
Penyebaran virus Covid-19 yang terkendali searah dengan kondisi perekonomian yang membaik. Artinya, peluang penyerapan tenaga kerja Indonesia dari migrasi akan terbuka kembali. Bank Indonesia menyebutkan jumlah pekerja migran Indonesia hingga kuartal-III 2021 sebanyak 3,2 juta orang. Sementara itu, jumlah pekerja migran Indonesia 2019 setara dengan 2,8 persen total angkatan kerja Indonesia atau 3,7 juta orang.
Data tersebut menunjukkan bahwa ada peluang pekerja migran Indonesia tumbuh kembali mencapai angka 3,7 juta orang tersebut. Diprediksikan lebih dari 500.000 orang kembali bekerja sebagai pekerja migran Indonesia ketika ekonomi mulai pulih. Jika sejumlah orang tersebut kembali bekerja sebagai pekerja migran Indonesia, remitensi berpeluang meningkat sebesar 67,18 persen dari kuartal III 2021. Namun, prospek pertumbuhan ini terjadi secara bertahap mengikuti perkembangan kondisi pandemi dan juga kondisi perekonomian negara-negara penerima pekerja migran Indonesia.
Prospek perkembangan positif ini didukung oleh inovasi dari jasa penyelenggara remitansi. Salah satu contohnya adalah Bank BRI dan Bank CIMB Niaga selaku jasa penyelenggara remitansi yang bekerjasama dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin) dan counterpart yang memiliki plafform digital. Melalui aplikasi digital yang terhubung secara daring, transaksi remitansi tetap bisa dilakukan secara aman kapan saja dan dimana saja.
Adanya inovasi ini bisa membuat semakin banyak pekerja migran Indonesia yang menggunakan jalur formal dalam mengirimkan remitansinya dengan mudah dan aman. Bank Dunia memperkirakan hanya 36 persen remitansi ke Indonesia yang dikirim melalui jalur formal pada 2005. Karena itu, dengan adanya layanan remitansi yang semakin cepat, mudah, dan efisien ini diharapkan dapat menjaga performa remitansi ke depan.
Strategi
Di luar inovasi pengiriman, sejumlah strategi perlu disiapkan agar prospek pertumbuhan positif remitansi dapat terus ditingkatkan. Beberapa strategi untuk meningkatkan peluang bekerja di luar negeri, yakni meningkatkan keterampilan calon pekerja migran, memperbaiki tata kelola, meningkatkan standar perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri, meninjau kembali pengaturan kelembagaan, serta menerapkan monitoring dan evaluasi.
Menurut Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), hingga November 2021, pekerja migran Indonesia bekerja pada sektor informal sebesar 77,6 persen atau hanya 22,4 persen pekerja migran Indonesia yang bekerja pada sektor formal. Pekerja migran Indonesia yang bekerja pada sektor formal menerima upah lebih tinggi dibandingkan yang bekerja pada sektor informal.
Rendahnya upah ini dilatarbelakangi karena PMI masih berketerampilan rendah. Lebih dari separuh pekerja migran Indonesia hanya lulusan SMP atau lebih rendah. Berdasarkan data survei migrasi internasional dan remitansi Indonesia, negara tujuan mengajukan persyaratan pendidikan minimum. Pekerja migran Indonesia yang berpendidikan rendah cenderung bekerja di Timur Tengah dan Malaysia. Sebaliknya, pekerja migran Indonesia yang berpendidikan lebih tinggi cenderung bermigrasi ke Asia Timur.
Pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik Timur Tengah mendapatkan rata-rata upah per bulan sebesar 189 dolar AS. Upah tersebut merupakan setengah upah pekerja migran Indonesia yang bekerja di Asia Timur (Singapura, Hong Kong, Taipei).
Besaran upah ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula manfaat ekonomi yang diperoleh. Besaran perolehan upah akan searah dengan besaran jumlah pengiriman remitansi. Maka dari itu, perlu upaya sepadan untuk meningkatkan kualitas dan ketrampilan pekerja migran agar mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik.
Keterampilan ini dapat dipupuk melalui berbagai program pelatihan yang disusun sesuai dengan permintaan negara-negara penempatan agar pekerja migran dapat bersaing secara global. Pengembangan keterampilan dapat membantu calon pekerja migran memperluas pilihan pekerjaan yang tersedia dan meningkatkan daya tawar upah.
Peluang ini terlihat dari perjanjian sistem izin kerja (employment permit system) antara Indonesia dan Korea Selatan. Perjanjian tersebut memberi ruang permintaan keterampilan tertentu dari pemberi kerja. Sayangnya, jumlah pekerja migran Indonesia yang dipilih oleh pemberi kerja masih dibawah kuota perjanjian karena ketidakcocokan keterampilan pekerja.
Karenanya, peningkatan kualitas dan ketrampilan pekerja migran harus terus mendapat perhatian pemerintah. Selain itu, strategi memperbaiki tata kelola juga harus dilakukan dengan sasaran mendorong calon pekerja migran berangkat melalui jalur resmi yang aman. Pengintegrasian proses melalui layanan terpadu satu atapjuga harus terus ditingkatkan agar semakin banyak pekerja migran yang memanfaatkan sistem layanan tersebut.
Demikian pula dengan peningkatan standar perlindungan pekerja di luar negeri untuk memberi jaminan perlindungan bekerja. Harapannya, semakin banyak pekerja migran Indonesia yang berdaya saing sehingga dapat meningkatkan daya tawar upah yang akan berimbas pada peningkatan remitansi. []
Sumber LITBANG KOMPAS