April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Mengenal Inkontinensia Stres (Urin Keluar Dengan Sendirinya) Pada Wanita, Gejala Dan Cara Menanganinya

4 min read

JAKARTA – Inkontinensia stres adalah kondisi ketika urine keluar dengan sendirinya (bocor) akibat melakukan gerakan yang menekan kandung kemih dan uretra.

Banyaknya urine yang keluar dapat berbeda-beda. Pada beberapa penderita, urine yang keluar mungkin hanya beberapa tetes.

Namun, pada penderita lainnya, urine dapat keluar cukup banyak hingga menyebabkan pakaian terlihat basah.

 

Apa gejala inkontinensia stres?

Kebocoran urine umumnya terjadi akibat otot sfingter di ujung kandung kemih yang berfungsi menahan urine, justru tidak mampu menahan tekanan.

Akibatnya, otot tersebut sedikit terbuka saat Anda melakukan gerakan yang kuat secara tiba-tiba, seperti:

  • gerakan olahraga,
  • bersin,
  • batuk,
  • tertawa,
  • mengangkat benda berat, maupun
  • berhubungan seksual.

Jika kondisi yang dialami cukup parah, inkontinensia stres juga dapat terjadi saat melakukan gerakan yang ringan, misalnya berdiri, berjalan, atau menunduk.

Dibandingkan dengan pria, wanita lebih sering mengalami inkontinensia stres.

 

Seberapa umum inkontinensia stres pada wanita?

Pada wanita, inkontinensia stres cukup sering terjadi. Akan tetapi, jarang dari penderita yang melakukan pemeriksaan ke dokter terkait kondisi ini.

Berdasarkan data dari Urologyhealth, sekitar 1 dari 3 wanita mengalami inkontinensia stres sekali seumur hidup.

Sama seperti jenis inkontinensia urine yang lain, inkontinensia jenis ini dapat terjadi sementara atau terus menerus (kronis).

 

Apa penyebab inkontinensia stres pada wanita?

Inkontinensia stres disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul yang menopang uretra dan otot sfingter yang mengendalikan keluarnya urine.

Kandung kemih akan membesar seiring dengan semakin banyaknya jumlah urine yang disimpan.

Pada kondisi normal, otot sfingter yang menyerupai katup pada uretra akan menahan urine agar tetap berada di dalam kadung kemih hingga urine siap dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

Jika otot tersebut melemah, gerakan yang menekan otot perut atau panggul bisa menimbulkan tekanan pada kandung kemih sehingga menyebabkan urine bocor keluar dari uretra.

Inkontinensia stres, termasuk pada wanita, dapat bertambah parah jika Anda memiliki kondisi berikut :

  • Penyakit atau gaya hidup yang menyebabkan batuk kronis, misalnya merokok.
  • Aktivitas yang cukup berat, seperti berlari dan melompat, selama bertahun-tahun.
  • Mengalami obesitas.

 

Apa saja faktor risiko inkontinensia stres pada wanita?

Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko inkontinensia stres pada wanita yang meliputi sebagai berikut.

 

  1. Usia lanjut

Risiko inkontinensia stres bisa semakin tinggi seiring dengan pertambahan usia, termasuk pada wanita.

Ini karena otot panggul semakin lama dapat semakin melemah sehingga akan semakin sulit untuk menahan urine di dalam kandung kemih.

Selain itu, menopause dapat memicu terjadinya inkontinensia stres.

Kadar hormon estrogen yang rendah setelah menopause diduga menyebabkan uretra melemah dan tidak mampu menahan urine.

Inkontinensia stres dapat terjadi di semua golongan usia, tetapi lebih banyak dialami oleh wanita berusia di atas 50 tahun.

Umumnya, sekitar 1 per 3 wanita berusia 60 tahun terkadang akan mengalami inkontinensia stres.

Sementara untuk usia 65 tahun ke atas, sekitar 1 dari 2 wanita berpotensi mengalami kondisi ini.

 

  1. Persalinan

Kelemahan otot dasar panggul atau otot sfingter dapat terjadi akibat adanya jaringan atau saraf yang rusak saat proses persalinan.

Inkontinensia stres akibat melahirkan dapat terjadi segera setelah persalinan atau beberapa tahun setelahnya.

Wanita yang melahirkan secara normal berisiko lebih besar menderita inkontinensia stres ketimbang wanita yang melahirkan melalui operasi caesar.

Selain itu, persalina dengan bantuan forceps dapat meningkatkan risiko inkontinensia stres.

Sementara persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum berisiko lebih kecil menyebabkan kondisi ini.

 

  1. Berat badan berlebih dan obesitas

Berat badan dapat menimbulkan tekanan pada organ di perut dan panggul.

Oleh karena itu, berat badan berlebih dan obesitas berisiko menyebabkan inkontinensia stres.

 

  1. Penyakit yang memengaruhi kemampuan otak

Seseorang lebih rentang mengalami inkontinensia stres jika menderita penyakit yang memengaruhi kemampuan otak dalam mengirim sinyal perintah kepada kandung kemih.

Beberapa penyakit tersebut yaitu stroke, penyakit Parkinson, multiple sclerosis. dan demensia.

 

  1. Histerektomi

Operasi panggul pada wanita, misalnya histerektomi, dapat menyebabkan kelemahan otot penyangga kandung kemih dan uretra.

Kondisi ini bisa meningkatkan risiko inkontinensia stres.

 

Apa pengobatan inkontinensia stres pada wanita?

Dalam menangani inkontinensia stres pada wanita, umumnya dibutuhkan beberapa metode pengobatan.

Pengobatan juga akan meliputi penanganan terhadap penyebab yang mendasari inkontinensia stres.

Berikut adalah metode yang dapat dilakukan untuk menangani inkontinensia stres.

 

  1. Terapi perilaku

Terapi perilaku bertujuan membantu menghentikan atau mengurangi terjadinya inkontinensia stres.

Terapi dapat meliputi langkah-langkah berikut ini:

  • Melakukan senam kegel untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul dan otot sfingter penahan urine.
  • Mengatur jenis dan jumlah cairan yang dikonsumsi setiap hari. Hindari minuman yang mengandung kafein. soda, atau alkohol yang dapat memengaruhi fungsi kandung kemih.
  • Mengubah gaya hidup dengan berhenti merokok, menurunkan berat badan, mengobati batuk kronis yang diderita, dan menghindari aktivitas berat.
  • Menjaga kadar gula darah bagi penderita diabetes.
  • Melatih fungsi kandung kemih dengan buang air kecil lebih sering dan teratur, lalu secara perlahan menambah lama jeda waktunya agar kandung kemih kembali terbiasa menahan jumlah urine yang lebih banyak.

 

  1. Obat-obatan

Belum ada obat-obatan khusus yang dapat digunakan untuk mengatasi inkontinensia stres.

Namun, duloxetine yang berupa obat antidepresan, cukup umum digunakan sebagai pengobatan inkontinensia stres.

 

  1. Alat bantu medis

Ada beberapa alat medis yang dapat digunakan oleh wanita untuk membantu mengatasi inkontinensia stres, yaitu sebagai berikut :

  • Ring pessarium, yang dimasukan ke dalam uretra untuk menahan dasar kandung kemih agar urine tidak bocor, terutama jika kandung kemih turun (sistokel) ke area vagina.
  • Sisipan uretra, yang berbentuk seperti tampon untuk dimasukan ke dalam uretra agar dapat menahan urine saat beraktivitas berat, seperti mengangkat beban dan berlari. Alat ini dapat digunakan hingga 8 jam.
  1. Operasi

Dalam menangani inkontinensia urine, operasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menutup otot sfingter atau menopang leher kandung kemih.

Beberapa prosedur operasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urine pada wanita meliputi berikut ini :

Pemasangan sling kandung kemih

Sling merupakan penyangga uretra yang dapat terbuat dari jaringan tubuh pasien, bahan sintetis, atau jaringan dari pendonor atau hewan.

Suntikan bahan penebal

Bahan penepal berupa gel akan disuntikan ke jaringan di bagian atas uretra untuk membuat bagian tersebut lebih tebal, sehingga otot sfingter dapat menutup dengan lebih baik.

Suspensi leher kandung kemih

Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat jaringan dekat leher kandung kemih dan bagian atas uretra dengan menjahitnya pada ligamen tulang di selangkangan.

Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter bila inkontinensia stres yang Anda alami telah mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan ke dokter dapat membantu menentukan pengobatan yang tepat untuk masing-masing kondisi yang Anda alami. []

Sumber Halo Sehat

Advertisement
Advertisement