April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Minimnya Pengolah Kopi Nusa Tenggara

2 min read

Industri pengolahan kopi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dipandang masih minim dibandingkan produksi kopi di provinsi tersebut. Pemerintah daerah setempat pun mendorong agar makin banyak industri pengolahan kopi yang muncul guna bisa memberikan nilai tambah bagi komoditas yang satu ini.

“Kita mempunyai banyak hasil kopi lokal, tetapi masih jarang sekali industri pengolahan kopi yang kita miliki di sini,” ujar Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat , di Kupang, Senin (25/3), dalam acara penandatanganan kerja sama memperkuat peran Satgas pencegahan calon pekerja migran Indonesia (PMI) bersama PT Angkasa Pura 1 Kupang dan Pangkalan Udara El Tari Kupang, seperti dilansir Antara

Pasalnya, ia melihat, , NTT memiliki potensi besar menghasilkan produk kopi lokal dengan citra rasa yang bersaing hingga ke tingkat internasional. Salah satu indikasinya terlihat dari suksesnya  tiga kabupaten Pulau Flores, yakni Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur untuk bisa mengirim 7 ribu ton biji kopi ke luar daerah.

“Tapi, kita sendiri tidak ada tempat pengolahan kopi yang baik, yang betul-betul enak di NTT,” ucapnya.

Di sisi lain, indikasi kurangnya tempat pengolahan kopi mumpuni di provinsi ini terlihat dari masih jarangnya industri sejenis di Kota Kupang yang merupakan ibu kota Provinsi NTT. Kalaupun ada, Viktor mengatakan, tempat usahanya masih kecil dengan daya tampung yang sangat terbatas.

Untuk diketahui, NTT merupakan salah satu provinsi yang memiliki jenis kopi unggulan berindikasi geografis. Jenis kopi yang dimaksud, yakni kopi Arabika Flores Bajawa. Sementara itu di Indonesia, setidaknya sudah ada 21 kopi berindikasi geografis.

Produksi kopi di NTT ini sendiri sampai tahun 2017 berada di angka 22,1 ribu ton menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Besarannya pun memang masih minim dibandingkan volume produksi nasional di periode yang sama di angka 668,7 ribu ton. Artinya, produksi kopi NTT baru berkontribusi sekitar 3,3% dari produksi kopi nusantara.

Viktor memandang, industri pengolahan kopi mesti digenjot mengingat konsumsi kopi meningkat karena terpengaruh tren gaya hidup. Apalagi dari segi cita rasa dan aroma, sang gubernur meyakini, kopi asal nusantara termasuk dari NTT sangat disukai para pencinta kopi.

“Ini merupakan peluang besar kita, kalau kita kelola secara baik maka bisa menyerap tenaga kerja kita, ekonomi kita jalan,” tukasnya.

Untuk diketahui, hingga kini, produksi kopi Indonesia memang masih banyak diperuntukkan untuk kepentingan ekspor. Setidaknya dari tahun 2014—2017, rata-rata tiap tahunnya 68,72% produksi kopi nusantara ditujukan untuk pengiriman ke luar negeri. Kebutuhan domestik hanya menyita sekitar 31,28% dari total produksi. Di mana sebagian besar ekspor kopi dalam bentuk green bean.

Peruntukan yang lebih banyak untuk ekspor dikarenakan konsumsi domestik yang masih terbatas. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia mencatat, konsumsi kopi masyarakat Indonesia tiap tahunnya pada 2009 hanya mencapai 800 gram per kapita per tahun. Inilah yang menjadi alasan masih belum mampunya konsumsi kopi didominasi penggunaan dalam negeri. []

Advertisement
Advertisement