April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

[OPINI] Korupsi Dana Bansos Corona, Beranikah KPK Menebang Madam dan Pohonnya?

12 min read

JAKARTA – Dibanyak tempat masih sering kita dengar masyarakat miskin yang mencak-mencak karena tidak kebagian jatah bansos corona padahal ia merasa berhak mendapatkannya. Mereka yang menjadi  pejabat ditingkat Desa atau Kelurahan seringkali  menjadi sasaran kemarahan karena dinilai pilih kasih dalam menentukan siapa yang berhak menerimanya.

Ketika masyarakat menanyakan masalah ini, aparat ditingkat bawah biasanya beralasan bahwa pihak atas  (pejabat diatasnya) yang menentukan siapa yang berhak menerima dan bukan dia penentunya karena perangkat desa hanya sekadar mengusulkan saja.

Ternyata persoalan semrawutnya pembagian bansos corona bukan semata mata  disebabkan karena dugaan pilih kasih pejabat dalam menentukan siapa yang berhak menerimanya atau karena data orang miskin / penerima Bansos yang sengaja tidak dibereskan  segera. Ada masalah lain yang lebih menggenaskan yaitu dikorupsinya dana Bansos oleh pejabat yang diberikan kewenangan untuk menyalurkannya.

Fenomena korupsi dana Bansos ditengah pandemi corona telah membuat banyak orang mengelus dada. Kok bisa bisanya alokasi dana pembelian sembako bagi  orang miskin yang sedang lapar perutnya masih juga disikatnya.

Mengapa korupsi dana Bansos disebut sebut sebagai bentuk kejahatan yang luar biasa ?, Bagaimana modus operandi mereka menilep dana Bansos corona ?, Sejauhmana korupsi dana Bansos ini mengalir dilingkaran penguasa ?, Beranikah KPK menebang pohonnya ?

 

Kejahatan Luar Biasa

Sudah sering disebut kalau korupsi itu merupakan kejahatan yang luar biasa. Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan ada tiga sebab mengapa korupsi di Indonesia menjadi kejahatan yang luar biasa. Pertama, korupsi di Indonesia sifatnya transnasional karena para pelakunya banyak mengirimkan uang hasilnya korupsinya ke mancanegara. Yang kedua, pembuktian korupsi di Indonesia itu disebut super karena membutuhkan usaha ekstra keras untuk mengungkapnya. Ketiga, dampak korupsi luar biasa karena bisa menambah hutan negara dan membuat rakyat Indonesia sengsara.

Kalau korupsi secara umum disebut sebut sebagai kejahatan luar biasa maka bagaimana halnya dengan korupsi dana Bansos di tengah bencana pendemi virus corona ?. Mungkin bisa di sebut sebagai mbahnya kejahatan luar biasa karena ditengah tengah kondisi dimana negara sedang sibuk memerangi virus corona, justru ada oknum pejabat negara yang menyelewengkan dana yang diperuntukkan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkannya. Apalagi kalau dana itu diperoleh dari sumber hutang pula.

Kalau orang miskin mengharapkan dana Bansos itu untuk bertahan hidup ditengah pandemi virus corona maka koruptor dana Bansos menyunat dana itu untuk mempertahankan gaya hidupnya. Dulu di zaman Belanda  kita mengenal tokoh Cipitung yang merampok orang kaya dimana hasilnya dibagi bagi untuk orang miskin di wilayahnya. Di Eropa ada tokoh Robin Hood yang merampok harta para raja untuk dibagi bagi pada orang yang sedang membutuhkan. Tapi ditengah pandemi virus corona ini kita mengenal di Indonesia ada pejabat yang merampok haknya orang miskin untuk memenuhi hajat hidup orang kaya. Sungguh ini suatu ironi dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu korupsi Bansos bukan hanya sekadar kejahatan yang luar biasa melainkan bisa lebih tinggi derajatnya. Pelakunya bisa disebut sebagai rajanya raja tega karena tega melakukannya ditengah wabah bencana virus corona.

Ditengah bencana dimana banyak elemen masyarakat yang bergotong royong ingin membantu meringankan beban sesama yang terkena bencana tapi disisi lain ada pejabat yang aji mumpung memanfaatkan kewenangannya untuk menangguk untung di tengah bencana. Wajar kalau kemudian pelakunya diancam dengan hukuman seberat beratnya hingga hukuman penghilangan nyawanya. Tetapi apakah hukuman berat sampai penghilangan nyawa ini bisa diterapkan di Indonesia ?. Sepertinya akan sulit karena memang belum pernah ada buktinya kecuali untuk para teroris atau penjahat narkoba.

 

Modus Operandinya

Dalam tulisannya di media, pengamat kebijakan piublik, Agus Pambagio pernah mengulas bagaimana modus korupsi Bansos ini dilakukan oleh mereka yang berkuasa. Ia mencontohkan bancakan dana Bansos senilai Rp 7,10 triliun di wilayah DKI Jakarta yang melibatkan Mensos sebagai tersangkanya.

Bagaimana dana orang miskin yang berasal dari Bansos di-embat secara brutal oleh oknum Kementerian Sosial (Kemensos) dan ikutannya, hingga pada akhirnya terkuak setelah terjadi OTT oleh KPK.

Berdasarkan pemantauan langsung di lapangan, pemerintah telah menetapkan pembagian sembako seharga Rp 300.000 per paketnya. Anggaran itu dibelanjakan untuk membeli beras merek bebas (10 kg), minyak goreng merek Filma atau yang setara (2 liter), mie instan merek Supermi atau yang setara (10 bungkus), sarden merek Gaga atau yang setara @155 gr (9 kaleng), kecap/saos merek Indofood atau yang setara (1 botol). Anggaran tersebut sudah termasuk biaya pengadaan packing, goody bag, dan transportasinya.

Persoalan pertama muncul ketika goody bag di isi dengan anggaran hanya Rp 238.000/paket, bukan Rp 300.000/paket (sumber: dokumen spesifikasi Kemensos yang didapat Agus  dari calon vendor). Masih pada dokumen tersebut, tercantum fee untuk “bohir” proyek (Kemensos) sebesar 10% dari anggaran asli atau Rp 30.000/paket. Sehingga total anggaran yang harus dibelanjakan oleh vendor hanya Rp 238.000/paketnya

Sisa anggaran per paket diperuntukkan untuk fee oknum Kemensos 10% (Rp 30.000/paket) dan keuntungan vendor 11,92% (Rp 32.000/paket). Namun di laporan pertanggungjawaban tetap Rp 300.000/paket. Artinya, dari total anggaran Bansos Sembako untuk Jabodetabek yang Rp 7,10 triliun sudah disunat 10% atau senilai Rp 710 miliar dan untuk keuntungan vendor kurang lebih sama. Besar sekali. Sehingga secara total dana untuk belanja isi bansos dari Rp 7,10 triliun hanya efektif sekitar Rp 7,10 triliun – Rp 1,5 triliun = Rp 5,6 triliun saja.

Lalu karena vendor merasa keuntungan belum maksimal setelah disunat sebesar 10% oleh oknum Kemensos, maka vendor mengisi goody bag dengan barang berkualitas rendah yang tentu lebih murah harganya. Akibatnya warga miskin akan mendapatkan paket dengan kualitas barang buruk dan mungkin juga berbahaya untuk kesehatannya.

Setelah paket dikorupsi oleh oknum Kemensos dan vendor, warga RW  kembali diperas terkait dengan biaya penurunan barang dari truk ke lokasi penyimpanan barangnya. Dari anggaran yang ada, ditetapkan bahwa biaya menurunkan per paket adalah Rp 5.000 yang harus dibayar dulu menggunakan uang kas RW sebagai dana pinjaman sementara.

Tapi nyatanya selain waktu pengembalian dana turun paket untuk sekitar 320 paket lambat dibayarnya, jumlahnya juga tidak sesuai dengan yang dijanjikan semula. Seharusnya 320 paket x Rp 5.000 = Rp 1.600.000, tetapi yang diberikan hanya 320 x Rp 3.000 = Rp 960.000 saja. Artinya, kembali terjadi korupsi dana masyarakat sebesar Rp 640.000/bulannya.

Yang lebih konyol lagi menurut pengakuan Agus, Ketua RW -nya diminta menandatangani kuitansi kosong oleh kurir pembawa uang pengganti menurunkan paket tersebut. Bisa dibayangkan berapa angka yang akan mereka tulis di kuitansi kosongnya. Kalau Ketua RW tidak mau tanda tangan bisa-bisa paket tidak diantar atau RW  bermasalah nantinya. Jadi Ketua RW terpaksa menandatanganinya.

Begitulah sekelumit gambaran tentang modus operandi korupsi Bansos diwilayah DKI Jakarta yang disalurkan oleh jajaran Kemensos yang sekarang para pejabatnya terancam masuk penjara. Apa yang terjadi diilayah DKI Jakarta ini sangat mungkin terjadi pula di daerah lain di Indonesia.

Fenomena tersebut akhirnya mengingatkan publik pada peristiwa beberapa tahun yang lalu ketika berlangsung  wawancara antara Presiden Abdurrahman Wahid dengan Andi F. Noya. Potongan video itu  beredar luas di sosial media dimana pada wawancara itu  Gus Dur menjelaskan mengapa Departemen Sosial pada waktu ia berkuasa dibubarkannya.

Menjawab pertanyaan Andi F. Noya, Gus Dur mengatakan ia membubarkan Departemen Sosial, karena departemen yang tugasnya membantu orang miskin  itu ternyata banyak tikusnya. “Kalau banyak tikusnya, kenapa tidak tikusnya saja yang ditangkap bukan membakar lumbungnya”, tanya Andi F. Noya. “Masalahnya  tikus-tikus itu telah menguasai lumbung besar yang bernama Departemen Sosial sehingga terpaksa lumbung itu harus dibakar”, jawab Gus Dur dengan santainya.

 

Mengalir Sampai Jauh

Korupsi dana Bansos kini sudah mengalir sampai jauh tidak lagi sekadar menyeret Menteri dan jajarannya. Saat ini seperti kita ketahui, korupsi dana Bansos telah menyeret Juliari Batubara politisi PDIP Perjuangan yang sudah ditahan oleh KPK.

Selain Mensos, sejumlah pejabat Kemensos juga ikut ditangkap oleh KPK. Uang dalam koper yang jumlanya milyaran telah menjadi barang buktinya. Mensos dan jajarannya dituduh menerima suap paket sembako yang disiapkan untuk orang terdampak pandemi  corona. Mensos mengutip dana Rp 10.000,- untuk 1 paket sembako yang dibaginya. Dari kutipan itu, Mensos dituduh menerima dana Rp 17 miliar rupiah jumlahnya.

Ternyata kasus korupsi Bansos corona tidak hanya berhenti sampai Menteri dan jajarannya saja. Ramai diberitakan di media ada nama nama lain yang ikut terseret koruspsi Bansos corona. Terseretnya nama nama itu karena KPK mulai  mendalami kemungkinan uang yang mengalir ke partai politik dimana Juliari Batubara sebagai kadernya.

Perlu diketahui bahwa pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 sendiri memiliki nilai sekitar Rp5,9 triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode. “Dia [Juliari] bendum parpol iya faktanya. Apakah kemudian ada aliran dana ke parpol tertentu yang dia ada di situ, ini kan bagian [materi penyidikan]. Nanti akan digali lebih lanjut dalam proses [pemeriksaan] saksi,” kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri sebagaimana dikutip media.

Hari berganti hari., penyidikan KPK terus berjalan hingga kemudian berkembang isu bahwa calon kepala daerah yang diusung PDIP turut menerima hasil tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Juliari Batubara.Sebagaimana diberitakan Majalah Tempo, ada sejumlah pejabat hingga para calon kepala daerah yang diusung PDIP diduga ikut menerima aliran uang dari kasus Bansos corona.

Uang bahkan disebut diterima oleh salah seorang ketua komisi III di DPR RI hingga pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Diantara tokoh tokoh yang disebut sebut terkait dengan Bansos corona itu ada nama kondang yang ramai dibahas di sosial media. Selain Puan Maharani yang sekarang menjadi Ketua DPR RI, disebut juga  anak Pak Lurah dan “Madam” yang hingga kini belum diketaui siapa dia sebenarnya.

Dua tokoh sentral yaitu Anak pak Lurah dan Madam sama-sama misterius karena tidak diungkap dengan jelas identitasnya.Tokoh Pak Lurah kemudian diasosiasikan kepada Jokowi, dan anak Pak Lurah langsung dikaitkan dengan anak-anak Jokowi yang sekarang sudah terpilih sebagai Walikota Surakarta.

Si Anak Pak Lurah ini disebut-sebut memberi rekom bagi perusahaan tertentu di Solo supaya dapat proyek dari Kemensos yang dipimpin Juliari Batubara. Anak Pak Lurah sudah membantah tudingan ini, dan sampai sekarang belum ada perkembangan baru mengenai statusnya.

Selain anak pak Lurah disebut juga tokoh baru yang diidentifikasikan sebagai Madam yang “sangat” berkuasa. Disebut sangat berkuasa karena Majalah Tempo dengan berani memberitakan bahwa JATAH untuk MADAM tidak DIPOTONG.Jadi Madam dapat bersih dari uang korupsi Bansos dana corona secara utuh karena tidak ada yang boleh memotongnya. Sejauh ini jati diri si Madam  masih misterius karena tidak ada inisial nama yang disebutnya.

Sebutan Madam sangat mungkin berkaitan dengan tokoh perempuan karena madam adalah istilah Inggris “Madame” yang merujuk pada gelar aristokrasi bangsawan tinggi disana.  Sang Madam ini dikait-kaitkan dengan petinggi partai politik tertentu tempat asal Juliari Batubara. Tidak jelas apakah yang dimaksud petinggi partai ini adalah petinggi yang tertinggi atau petinggi tapi bukan tertinggi posisinya. Kalau yang dimaksud petinggi partai adalah orang tertinggi dalam hirarki partai apakah yang dimaksud adalah ketua umum partai atau lainnya.

Harap dimaklumi , karena di Indonesia ini ada ketua umum parpol dan ada juga owner parpol dimana dua-duanya sama-sama petinggi, tapi owner jauh lebih tinggi posisinya meskipun tidak memiliki jabatan publik apa apa. Jangan keliru juga bahwa makna  owner tidak harus sebutan untuk pemilik partai, tapi bisa seorang  bandar, bohir, atau cukong yang membiayai partainya.

Madam ketua parpol tidak banyak di Indonesia hanya satu gelintir atau dua gelintir saja. Dan dalam kasus korupsi Bansos ini Sang Madam dikait-kaitkan dengan Partai penguasa karena menteri yang dicokok KPK berasal dari partai partai penguasa.

Pengamat politik Rocky Gerung ketika mengomentari  adanya sosok ‘Madam’ di kasus Bansos corona menguraikan dugaannya.  Ia menduga duga siapakah sosok itu sebenarnya.Uraian Rocky Gerung tersebut diutarakan lewat sebuah video berjudul “Bongkar!!! SIAPA MADAM, ELIT PDIP PEMILIK JATAH ISTIMEWA BANSOS?” yang diunggah di kanal YouTube miliknya pada Kamis (21/1/2021).

Rocky Gerung tidak menyebut nama pastinya. Hanya saja, dia mengurai sosok Madam ialah seorang perempuan, bukan ABG, orang dewasa, dan berada di kelompok elit penguasa.“Madam itu sinyal kekuasaan. Madam itu seorang perempuan, dewasa, dan berada di kelompok elit,” ungkapnya.

Meski diakuinya rasa penasaran publik mulai memuncak, tetapi Rocky Gerung berkeinginan agar nama itu jangan dibuka dulu sampai saatnya nanti tiba.Pasalnya, Rocky Gerung ingin memperhatikan soal bagaimana reaksi istana mendengar adanya korupsi Bansos yang semakin membesar kasusnya.

“Saya ingin KPK dan Tempo jangan buka dulu siapa dia. Kita butuh hiburan, biar 2-3 bulan kita nikmati sambil memperhatikan apa reaksi istana soal yang betul-betul fundamental dan kasus yang melibatkan seorang petinggi  berstatus madam,” lanjutnya.

Selain sosok Madam yang sampai sekarang masih misterius identitasnya, mungkin publik perlu juga mengetahui  bahwa sebelum kasus Bansos corona ini makin membesar sehingga menyeret nama nama beken, awalnya kasus ini mau dilokalisir oleh mereka yang diduga tersangkut didalamnya.

Seperti ditulis oleh Tempo, tak lama setelah mendengar Matheus Joko Santoso dicokok KPK 4 Desember 2020, Menteri Sosial Juliari Batubara sempat memanggil bawahannya, Kepala Biro Umum Adi Wahyono. Waktu itu mereka sedang berada di Hotel Ijen Suites, Malang, Jawa Timur dimana di kota itu, Juliari memberikan 13.121 paket bantuan kepada masyarakat terkena dampak Corona.

Hari itu Juliari memperingatkan agar kasus “berhenti” cukup di Adi dan Joko saja. “Jangan sampai melebar ke mana-mana,” kata Juliari, Wakil Bendahara Umum PDI Perjuangan, seperti ditirukan sumber Tempo. Atas permintan itu Adi hanya bisa mengiyakan saja.

Pada akhirnya Joko, pejabat pembuat komitmen proyek bantuan sosial Kementerian Sosial, ditangkap di rumahnya di Bandung. Ia disangka menerima suap dalam pengadaan bantuan sosial untuk wilayah  Bogor, Depok, Tangerang,Bekasi  dan Jakarta. Joko merupakan bawahan Adi Wahyono, pejabat yang antara lain bertugas mengurusi perjalanan Mensos Juliari Batubara.

Tak berapa lama kemudian, Juliari dihubungi seorang petinggi partainya.  Juliari ini memintanya segera pulang ke Jakarta menggunakan jalan darat dan dilarang kembali terbang dengan jet yang disewanya.

Di tengah perjalanan, menurut sumber lain, Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Herman Hery seperti dikutip Tempo menelepon Adi Wahyono. Pesan kolega Juliari di partai banteng itu sama: kasus harus berhenti di pejabat internal Kementerian Sosial selevel Adi, tidak sampai ke sang Menteri, apalagi yang lainnya.

Tetapi seperti kita ketahui bersama, kasus ini telah mengalir sampai jauh menyeret banyak nama beken termasuk anak Pak Lurah dan Madam yang masih misterius siapa dia. Dengan disebut sebutnya dua nama ini maka kasus Bansos corona sepertinya akan semakin panas saja karena sudah mulai menyentuh istana. Seperti apa penyelesaian kasus ini nantinya, saat ini publik hanya bisa menduga duga saja.

 

Menebang  Pohonnya

Korupsi dana Bansos corona yang saat ini ramai dibahas di sosial media mengingatkan kita pada kasus serupa yang pernah terjadi ketika presiden SBY berkuasa. Saat itu kasus korupsi hampir hampir menyentuh istana karena menyasar orang orang yang sangat berkuasa pada masanya.

Saat itu tahun 2012 telah terjadi  kasus korupsi di Partai Demokrat yang menyeret nama nama ternama. Kasus wisma Atlit itu telah membuat nama nama beken seperti  Angelina Sondakh”, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Nazarudin mendekam di penjara.

Pada hal ketika itu Partai Demokrat sedang gencar melakukan kampanye “Say No to Corruption”, tapi dalam waktu bersamaan sejumlah pengurus partai yang menjadi bintang iklan itu malah ramai-ramai dicokok KPK dan mendekam di penjara.

Saat itu ada nama Nazarudin bendahara umum Demokrat yang bertugas mengumpulkan uang dengan cara menggarong anggaran dan mencari rente dari proyek-proyek negara. Nazaruddin berjasa dalam membongkar kasus ini sebagai justice collaborator sampai Ketua Umum partai Demokrat Anas Urbaningrum dan jajarannya bisa dikirim ke penjara.

Partai Demokrat pada waktu itu memang relatif cepat menyelesaikan kasus korupsi ini meskipun ketika itu “Anak Pak Lurah” yang juga disebut-sebut tapi lolos juga. Kini adakah kira kira orang seperti Nazaruddin yang berani pasang badan membongkar korupsi Bansos corona ?. Kalau kita lihat gelagatnya posisi ini sebenarnya bisa dimainkan oleh seorang  Juliari Batubara yang posisinya sama dengan Nazaruddin sebagai bendahara partai penguasa  tapi dia sendiri terkesan bungkam mungkin untuk melindungi keterlibatan petinggi partainya.

Jika partai Demokrat relative lebih cepat menyelesaikan kasus yang membelitnya, apakah partai penguasa yaitu  PDIP juga akan  bisa menyelesaikan kasus yang sedang menimpanya ?. Jika PDIP berani membongkar kasusnya memang harus ada harga yang mesti dibayarnya. Paling tidak elite elite partainya harus direlakan untuk dimasukkan ke penjara. Ini merupakan wujud komitmen keseriusannya memerangi korupsi yang sudah merajalela.

Jika zaman SBY ada nama nama tenar yang masuk penjara seperti Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Angelina Sondakh dan Andi Malarangeng maka akankah nama nama tenar saat ini yang disebut sebut seperti Anak Pak Lurah, Madam, Yuliari Batubara, salah satu Ketua Komisi III, Puan Maharani dan yang lain lainnya bisa digiring ke penjara ?

Jika zaman SBY anak pak lurah saat itu disebut sebut menerima uang korupsi tapi lolos dari jerat penjara maka akan lebih mentereng rasanya kalau kasus korupsi Bansos saat ini sampai bisa merelakan anak pak Lurah masuk penjara. Pemerintah Jokowi tentu akan naik derajatnya dibandingkan dengan pendahulunya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia jika harapan ini menjadi nyata.

Tapi rasa rasanya semuanya itu hanya menjadi utopia belaka. Mengingat kasus Harun Masiku saja tidak jelas sejauhmana penyelesaiannya. Pada hal penyelesaian korupsi dari hulu itu menjadi prasyarat utama agar korupsi bisa di usut tuntas sampai akar akarnya. Bukankah sungai yang bersih itu dimulai dari hulunya ?

Kisah tradisional China menyebut  bahwa bangunan korupsi  itu ibarat pohon besar yang dihunii oleh banyak kera sebagai pencuri buahnya. Sekali pohon itu ditebang maka monyet-monyet akan berhamburan menyelamatkan dirinya. Sang Madam dan Anak Pak Lurah serta elite partai penguasa tak ubahnya batang batang pohon tempat berlindungnya. Kalau batang batang pohon itu ditebang maka para koruptor dibawahnya pasti akan berhamburan ketakutan sejadi jadinya. Tetapi apakah penguasa saat ini mau melakukannya ? Apakah KPK masih punya stok keberanian untuk menunjukkan tajinya ? []

Penulis Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Advertisement
Advertisement