April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Pelajar Hong Kong Berusia 12 Tahun Menjadi Terdakwa Termuda Dalam Kekerasan Unjuk Rasa

2 min read
Vandalisme Protest in Hong Kong (foto Yan Wang-AP)

Vandalisme Protest in Hong Kong (foto Yan Wang-AP)

HONG KONG – Seorang pelajar berusia 12 tahun dinyatakan menjadi terdakwa paling muda dalam serangkaian penangkapan pengunjuk rasa berkepanjangan selama lima bulan di Hong Kong belakangan.

Melansir pemberitaan BBC , Kamis (21/11/2019) kemarin, pelajar berusia 12 tahun yang tidak disebutkan identitasnya tersebut mengakui bersalah telah melakukan aksi vandalisme di kantor Polisi Central Hong Kong dalam perjalanannya menuju sekolahnya pada Oktober lalu.

Rencananya, sidang vonisnya bakal digelar Desember mendatang, dengan tercatat terdapat 5.000 orang yang ditahan sejak demonstrasi terjadi Juni lalu.

Beberapa dari pendemo yang dibekuk berusia antara 12-15 tahun. Namun, ini adalah kali pertama kelompok umur itu dijerat sebagai terdakwa.

Kepada pengadilan, jaksa penuntut mengungkapkan polisi yang berpakaian preman melihat bocah itu mencoret sejumlah slogan protes.

Di antaranya “polisi jahat sialan”, atau “hukuman ilahi” di Kantor Polisi Mong Kok dan Stasiun Prince Edward pada 3 Oktober.

Dilaporkan South China Morning Post, aparat itu kemudian membuntuti si bocah pulang ke rumah, dan menunggunya semalaman.

Ketika anak itu berangkat sekolah pukul 07.00, si penegak hukum mencegatnya, dan menggeledah rumahnya di mana dia menemukan cat hitam.

Sementara kuasa hukum anak itu, Jacqueline Lam, menuturkan kliennya justru ditahan oleh polisi, dan sudah memberikan “pelajaran” baginya.

“Saya meminta kepada pengadilan supaya memberikannya kesempatan. Lagi pula, dia baru berumur 12 tahun,” terang Lam saat sidang.

Demonstrasi dimulai pada Juni lalu, ketika massa menentang usulan peraturan dari pemerintah untuk mengekstradisi pelaku kriminal ke China daratan.

Hong Kong memang bagian dari China, namun mereka menikmati kebebasan berpendapat dibanding daratan utama berkat “satu negara, dua sistem”.

Meski rancangan UU Ekstradisi itu akhirnya dibatalkan, aksi protes masih terus berlangung dengan tuntutan penyelidikan atas kebrutalan polisi.

Aksi itu sendiri bertumpu pada kekuatan generasi muda, di mana keberadaan mereka dilaporkan memberikan ancaman bagi Beijing.

Pekan ini, mereka menduduki Polytechnic University, di mana kampus tersebut menjadi medan kerusuhan antara demonstran dan polisi.

Polisi berusaha merangsek masuk menggunakan gas air mata dan peluru karet, di mana pendemo membalas menggunakan panah serta bom molotov. []

Advertisement
Advertisement