April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Pemerintah Didorong untuk Memberikan Insentif Motor Listrik Saja, Instensif Mobil Listrik Tidak Diperlukan

3 min read

JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menegaskan pemberian insentif kendaraan listrik sebaiknya disalurkan khusus untuk electric two wheelers atau roda dua mengingat penggunanya yang masif di Indonesia.

Ia menyebut saat ini populasi kendaraan roda dua atau sepeda motor di Indonesia ada di kisaran 120 juta unit. Angka itu menandakan nyaris separuh masyarakat memiliki sepeda motor.

“Kita tahu bahwa yang bisa membeli kendaraan listrik harusnya hanya kalangan menengah ke atas sehingga kurang tepat rasanya kalau kita dorong subsidi atau insentif untuk mobil listrik,” ucap Fabby dalam diskusi daring bertajuk ‘Pojok Energi: Insentif Jumbo Untuk Kendaraan Listrik’ di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Apalagi, kepemilikan sepeda motor tak hanya sebagai koleksi pajangan, tapi juga menjadi sarana transportasi harian karena keterbatasan infrastruktur angkutan umum, hingga sumber mata pencaharian, mulai dari logistik, hingga ojek online.

“Mereka menggunakan sepeda motor untuk bekerja, sebagai sarana mata pencaharian. Jadi, pemberian insentif untuk motor listrik yang jumlahnya banyak, masyarakat yang menggunakan untuk kegiatan produktif, dan sasarannya kalangan menengah ke bawah, itu terbilang pas,” tambah Fabby.

Imbauan untuk menyalurkan insentif hanya bagi kendaraan listrik roda dua itu tak lepas dari pertimbangan kapasitas fiskal yang terbatas, serta kebutuhan anggaran yang cukup besar bagi aktivitas lain dalam rangka mendukung transisi energi berkeadilan.

Menurut Fabby, dukungan transisi energi berkeadilan tak sekadar memikirkan peredaran mobil listrik, tetapi juga pengembangan EBT, memastikan kualitas listrik di daerah tertinggal, serta perbaikan kualitas internet di pelosok bangsa.

“Jadi, insentif untuk mobil listrik itu saya tegaskan memang tidak perlu. Tapi, kami sangat mendukung ide mendorong insentif untuk electric two wheelers,” kata dia.

Atas pertimbangan yang sama, pemerintah juga bisa menyalurkan insentif untuk mendukung transportasi publik, yakni pengadaan bus hingga angkutan kecil di perkotaan berbasis listrik. Jika terealisasi, hal itu dapat menyelesaikan sederet persoalan lingkungan.

“Kalau insentif angkutan berbasis listrik bisa dilakukan, urusan kemacetan hingga polusi udara bisa dikurangi, di samping pengurangan konsumsi bahan bakar minyak,” tuturnya.

 

Konversi

Lebih lanjut, Fabby menegaskan IESR akan mendukung pemerintah secara total apabila penyaluran insentif juga dilakukan pada konversi sepeda motor konvensional menjadi motor listrik. Hal tersebut menurutnya akan lebih cepat mendorong peredaran kendaraan listrik.

Proses konversi itu utamanya harus dilakukan pada kendaraan berusia 6-7 tahun dengan kondisi badan yang bagus. Dengan begitu, unit sepeda motor hanya perlu diganti mesinnya dan dipasang baterai.

“Salah satu tujuannya (insentif) ini kan memangkas konsumsi BBM yang kemudian berdampak pada impor BBM dan menurunkan emisi serta polusi. Jadi, memang konversi ini tepat karena segmen roda dua di Indonesia cukup besar secara persentase,” ulasnya.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Muda Bidang Ketenagalistrikan IESR Faris Adnan membeberkan berdasarkan survei yang dilakukan IESR, tarif konversi kendaraan listrik roda dua termurah ada di angka Rp10 juta dan termahal Rp30 juta dengan kisaran rata-rata di rentang Rp15 juta-Rp23 juta.

“Dengan adanya insentif, anggaplah kita bisa memangkas Rp5 juta sehingga harga rata-rata konversi kendaraan listrik berada di rentang Rp10 juta-Rp18 juta,” jelas Faris.

Namun di sisi lain, survei IESR juga menunjukkan willingness to pay masyarakat Indonesia untuk mengonversi kendaraan konvensional menjadi motor listrik ada di kisaran Rp5 juta-Rp8 juta per unit. Untuk itu, pemerintah harus memikirkan skema tambahan untuk membuat konversi motor listrik menjadi lebih murah.

“Misalnya saja menggunakan sistem penggantian baterai. Pada sistem ini, kita tidak perlu membeli baterai sehingga bisa dihilangkan Rp6 juta-Rp8 juta. Dengan begitu, harga konversi motor listrik bisa menjadi Rp4 juta-Rp10 juta,” jabarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut akan meminta izin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik. Namun, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI meminta pemerintah mengkaji ulang wacana kebijakan tersebut. []

Advertisement
Advertisement