PLN Mendenda Sebuah masjid RP 19 Juta, Takmirnya Bayar Dengan Uang Logam
MALANG – Warga dan takmir Masjid Baiturrahmat, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, mendatangi kantor PLN (Perusahaan Listrik Negara) Rayon Ngoro, Jombang, Senin (23/7/2018).
Kedatangan mereka untuk membayar denda listrik di masjid tersebut yang sekitar Rp 10 juta. Menariknya, uang yang digunakan membayar tersebut berupa recehan. Yakni, terdiri dari uang logam pecahan Rp 100, kemudian Rp 200, serta Rp 500, dan Rp 1.000.
Uang sebanyak itu dikemas dalam satu karung plastik serta sebuah kotak amal. Ada juga beberapa celengan berisi uang logam. “Uang Rp 10 juta ini beratnya 90 kilogram. Tadi sebelum ke PLN kami timbang dulu,” kata Pairin (55), sekretaris Takmir Masjid Baiturrahmat.
Uang satu karung dan satu kotak amal berukuran besar tersebut diangkut menggunakan mobil pikap. Begitu sampai di lokasi kemudian dibawa masuk ke rumah pelayanan di PLN Rayon Ngoro. Mereka kemudian membentangkan sarung di atas lantai kantor itu.
Uang pecahan logam yang berada di dalam kotak amal di tumpahkan di atas sarung tersebut. Begitu juga yang di dalam karung plastik. Mereka kemudian menghitungnya secara bersama-sama. “Uang yang kita bayarkan ini dari kotak amal masjid,” ujar Pairin sembari menunjuk uang di atas selembar sarung.
Pairin menjelaskan ihwal masjid Baturrahmat harus membayar tagihan cukup besar ke PLN. Semua berawal ketika takmir masjid mengadakan acara pengajian pada akhir Maret 2018. Beberapa hari kemudian pihak PLN melakukan kontrol ke masjid tersebut. Dari situ, petugas menemukan tujuh lubang bekas tusukan pada kabel yang ada di atas meteran.
Takmir masjid tidak mengetahui siapa yang telah melakukan ‘pencurian’ listrik tersebut. Karena seluruh urusan teknis (kelistrikan) diserahkan ke tukang sound system. Namun demikian, pihak PLN tidak mau tahu. Puncaknya pada 3 April 2018, takmir masjid diminta menandatangani berita acara. Isinya, masjid Baiturrahmat dikenai beban tagihan susulan sekitar Rp 19 juta.
Pengurus takmir kaget bukan kepalang. Mereka harus memutar otak untuk membayar tagihan tersebut. Karena tidak punya anggaran, mereka hanya mempu membayar Rp 5 juta secara kontan. Sisanya, akan diangsur setiap bulan.
“Selain sudah membayar Rp 5 juta, kita juga sudah mengangsur Rp 1,7 juta selama tiga bulan (Mei, Juni, Juli). Sisanya, sekitar Rp 10 juta kita lunasi hari ini. Uangnya dari kotak amal dan sumbangan warga,” kata Pairin menegaskan.
Takmir masjid sebenarnya ingin meminta keringanan ke manajemen PLN Rayon Ngoro. Hanya saja, keinginan untuk bertemu dengan manager PLN Rayon Ngoro, Miftahus Saidin, selalu gagal. “Saya sudah dua kali ke kantor PLN untuk minta solusi ke manajer. Tapi tidak pernah ditemui,” tambahnya.
Begitu juga saat pelunasan menggunakan uang pecahan logam hari ini, Manajer Rayon sedang tidak di kantornya. Praktis, rombongan takmir masjid ini hanya ditemui Kepala Bidang Teknik PLN Rayon Ngoro, Joko.
Joko kemudian meminta stafnya untuk menghitung kembali beban tagihan yang harus dibayar oleh masjid Baiturrahmat. “Tagihannya tidak sampai Rp 10 juta. Tapi Rp 9 juta sekian. Ini sebenarnya bukan denda, tapi tagihan susulan,” kata Joko di hadapan sejumlah takmir masjid.
Joko juga mengatakan, bahwa pihak PLN tidak melayani pembayaran tunai. Namun hanya mengeluarkan register pembayaran. “Kami terima dan kami beri nomer register. Namun pembayaran bisa dilakukan di loket-loket yang sudah tersedia, semisal kantor pos. Namun demikian kami tetap membantu untuk menata uang logam itu,” pungkas Joko.
PLN Bisa Dituntut Secara Perdata
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jombang, AKP Gatot Setyo Budi memiliki pandangan jika kasus tersebut hubungan antara pelanggan dan penyedia layanan jasa, yang bisa saja diselesaikan melalui jalur perdata.
“Memang kalau berkaitan dengan denda, mungkin menyelesaikannya dituntut perdata. Memang, bahasa sederhananya resikonya jika warga mau diputus (aliran listriknya) kan sudah selesai tidak usah bayar (denda). Tapi kan ketergantungan warga dengan PLN ini yang susah,” katanya.
Disinggung terkait dasar tindakan PLN menjatuhkan denda yakni adanya temuan dugaan pencurian listrik? Gatot menyatakan, PLN melakukan penindakan mengacu pada temuan di lapangan.
“Kalau memang fakta yang didapatkan seperti itu (dugaan pencurian) terus bagaimana. Kalau memang pelanggan merasa dirugikan maka pembuktiannya dengan mengajukan gugatan perdata,” ujar Gatot.
Dikatakan, kemenangan PLN saat ini memang ketergantungan terhadap PLN yang menjadi satu-satunya penyedia jasa menunjang kebutuhan aliran listrik warga.
“Saat ini memang bagaimana ya kan (PLN) merasa yang punya kewenangan,” pungkasnya. [Net]