PR Besar Presiden Terpilih : Benahi Skill PMI
JAKARTA – Tak ada yang menyangka, pekerja imigran asal Indonesia masih menjadi pahlawan devisa bagi bumi pertiwi. Pengiriman uang (remitansi) dari pekerja imigran berperan cukup besar dalam neraca transaksi berjalan.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penerimaan remitansi dari pekerja imigran selama 2018 mencapai US$ 10,97 miliar atau setara Rp 153,58 triliun. Angka tersebut meningkat 24,66% dibandingkan periode 2017 yang tercatat US$ 8,8 miliar.
Namun sayangnya, para pahlawan devisa bagi Indonesia itu nyatanya tidak memiliki keahlian yang mumpuni. Meskipun mereka menjadi salah satu sektor yang menyumbang devisa dalam jumlah besar, namun tak semua memiliki pekerjaan yang layak.
“Gambarkan negara-negara lain. Kita [tenaga kerja Indonesia] milih bekerja yang sifatnya sektor pekerja kasar. Harusnya sifatnya nilai ekonomi tingggi, misalkan IT dan dokter,” kata Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto dalam diskusi jelang debat cawapres pilpres 2019 di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Eko menjelaskan, ada beberapa alasan yang membuat para pekerja Indonesia bertolak ke luar negeri demi mengais pundi-pundi uang. Mulai dari lapangan kerja yang tak tersedia, juga tak mampu memenuhi klasifikasi jenis pekerjaan yang ada.
“Mereka pahlawan devisa. Tapi keluar negeri terpaksa, karena di dalam negeri tidak ada pekerjaan. Mereka jadi pembantu,” katanya.
Menurut Eko, pelatihan ataupun sertifikasi tidak cukup untuk meningkatkan kualitas pekerja. Perlu adanya upaya mendorong kebijakan dari sisi permintaan, yakni ketersediaan lapangan kerja.
Apabila hanya terfokus pada sisi penawaran, dikhawatirkan akan terjadi banyak pengangguran yang dilatih, namun tidak terserap di pasar kerja dan justru pada akhirnya menjadi beban negara.
“Artinya tidak ada jaminan bahwa setelah ikut pelatihan akan dapat pekerjaan. Sarana dan materi pelatihan perlu adaptif mengikuti dinamika yang berkembang di pasar tenaga kerja,” ujar Eko. [CNBC]