Resiko Ijazah Palsu yang Tak Banyak Dipedulikan PMI
ApakabarOnline.com – Sudah bukan menjadi barang rahasia lagi, beberapa negara penempatan pekerja migran Indonesia mempersyaratkan pendidikan minimal bagi calon pekerja migran meskipun untuk job pekerja rumah tangga. Tentu saja, persyaratan tersebut diberlakukan dengan maksud mendapatkan tenaga-tenaga yang memiliki bekal pendidikan.
Namun ironisnya, bagi yang tidak memenuhi persyaratan minimal jenjang pendidikan misalnya SMP, lantaran sang calon PMI hanyalah bersekolah sampai jenjang SD saja, mereka masih bisa berproses ke negara yang dituju dengan menggunakan ijazah palsu.
Dengan beberapa ratus ribu rupiah saja, selembar ijazah bisa didapat dengan mudah melalui jaringan gelap.
Sayangnya, banyak yang entah tidak menyadari atau tidak mempedulikan, memalsukan ijazah memiliki konsekwensi hukum. Secara hukum, pelaku baik pemilik ijazah palsu maupun pembuat, bisa dipidanakan dengan sangsi yang cukup berat.
Menggunakan ijazah palsu, termasuk dalam pidana pemalsuan surat, yang diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
- Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian, dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman selama-lamanya enam tahun.
- Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Dilansir dari Hukumonline, pembahasan lebih jauh mengenai pemalsuan ijazah ini, dijelaskan R. Soesilo dalam buku “Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”. Ia mengatakan, yang diartikan dengan surat dalam pasal di atas adalah segala jenis surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, mau pun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Selain itu, surat dikatakan palsu jika:
- Dapat menerbitkan suatu hak, contohnya ijazah, karcis, surat andil, dll.
- Dapat menerbitan suatu perjanjian, seperti surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dsb.
- Dapat memberikan suatu pembebasan utang, misalnya kuitansi atau surat semacam itu; atau
- Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, contohnya akte kelahiran, buku rekening bank, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi dan masih banyak lagi.
Surat palsu, R. Soesilo menekankan, harus mengakibatkan kerugian yang bukan hanya mencakup materiil, melainkan juga kerugian di masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dsb.
Pelaku yang terbukti memalsukan surat (ayat 1) dan ‘sengaja menggunakan’ surat palsu (ayat 2) akan dihukum. Yang dimaksud ‘sengaja’ di sini adalah bahwa orang yang menggunakan surat tersebut, harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Mengenai tahu atau tidaknya si pemohon, harus dibuktikan oleh penyidik dalam persidangan.
Perihal ijazah, secara khusus, di luar KUHP ada peraturannya tersendiri yaitu Pasal 69 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengatur bahwa, “Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana, dengan pidana penjara paling lama lima tahun dam/atau pidana paling banyak Rp500 juta (lima ratus juta rupiah).
Jadi, sebelum berpikir untuk mendapatkan keuntungan dengan memalsukan ijazah atau berbagai surat penting lainnya, sebaiknya pikir-pikir dahulu sebelum melakukannya. Mengingat selain harus menanggung malu, ancaman hukumannya pun tidak main-main. [Asa]