December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Santunan 8,9 Milyar Sudah Disiapkan Untuk Ahli Waris Korban Lion Air

3 min read

Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang menunggu di Crisis Center Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (30/10/2018). Petugas menyatakan sampai saat ini masih ada 32 keluarga korban yang belum melakukan pendataan. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

JAKARTA – Para penumpang yang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air Lion Air JT610 dipastikan mendapat santunan. Ini adalah salah satu bentuk komitmen pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan yang menangani evakuasi korban kecelakaan pesawat di perairan Tanjung Karawang-Jawa Barat, Senin (29/10/2018).

Informasi termutakhir dari Corporate Communication Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro, jumlah penumpang Lion Air JT610 sebanyak 181 penumpang dan delapan orang awak pesawat.

Perusahaan asuransi nasional PT Jasa Raharja (Persero) mengestimasi jumlah klaim yang dibayarkan untuk kecelakaan Pesawat Lion Air JT610 rute Tangerang – Pangkal Pinang itu mencapai Rp8,9 miliar.

Dalam keterangan resmi perseroan, Direktur Utama Jasa Raharja, Budi Rahardjo, tetap menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa tersebut. Dia memastikan seluruh penumpang pesawat terjamin perlindungan Jasa Raharja.

Pembayaran klaim akan diserahkan kepada ahli waris yang sah dalam tempo secepatnya. Dengan catatan data yang dibutuhkan sudah tersedia.

Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 33 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 tahun 2017, bagi korban meninggal dunia, Jasa Raharja siap menyerahkan hak santunan sebesar Rp50 juta. Sementara untuk korban luka-luka, Jasa Raharja akan menjamin biaya perawatan rumah sakit dengan biaya maksimum Rp25 juta.

Santunan tersebut didapat dari iuran wajib Jasa Raharja (IWJR). IWJR ini menjadi salah satu komponen penyusunan harga tiket pesawat udara.

Sejak 2001, penumpang pesawat udara dikenakan biaya senilai Rp5 ribu per orang dari tiket pesawat yang dibelinya. Besaran iuran tersebut sesuai dengan Pasal 8 PMK Nomor 15 tahun 2017.

Namun, santunan tidak hanya datang dari Jasa Raharja. Maskapai penerbangan, dalam hal ini Lion Air, juga wajib memberikan santunan.

Dalam tataran praktik internasional, nilai santunan dan asuransi itu sudah diatur dalam ratifikasi Konvensi Montreal 1999.

Kesepakatan internasional ini dikenal dengan kode dokumen MC99 yang merujuk pada pertemuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO) — badan PBB yang menangani penerbangan sipil — di Montreal, Kanada, pada 1999. Perjanjian tersebut telah diratifikasi sedikitnya oleh 103 negara, termasuk Indonesia.

Dalam artikel 21 ratifikasi Konvensi Montreal 1999, maskapai penerbangan harus memberikan kompensasi kepada penumpang atau keluarga penumpang sebesar 113.100 special drawing rights (SDR) atau sekitar Rp2,03 miliar untuk korban — baik cedera maupun meninggal.

SDR merupakan satuan mata uang yang biasa digunakan oleh International Monetary Fund (IMF). Di situs resmi IMF, nilai 1 SDR sama dengan sekitar 1,5 dolar atau tepatnya 1,47 dolar per Oktober 2018.

Ratifikasi hukum tanggung jawab pengangkut Internasional ini melengkapi hukum tanggung jawab pengangkut di Indonesia.

Indonesia sudah mempunyai hukum tanggung jawab pengangkut untuk penerbangan nasional. Yaitu, Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Peraturan tersebut mengatur tentang jumlah kompensasi bagi penumpang yang meninggal akibat kecelakaan atau kejadian yang ada hubungannya dengan pengangkutan pesawat udara di dalam pesawat adalah Rp1,25 miliar per orang.

Dengan begitu, jika diakumulasikan, maka total dana ganti rugi dan santunan yang diterima keluarga korban meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat Lion Air JT610 diperkirakan bisa melebihi Rp3 miliar per orang.

Nilai tersebut bisa bertambah, apabila diketahui penumpang sempat membeli asuransi tambahan sebelum perjalanan. Misalnya asuransi kerusakan barang maupun kesehatan.

Kewajiban santunan itu pun telah diterapkan dan dibayarkan kala terjadi musibah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor pada 9 Mei 2012, yang menewaskan 45 jiwa.

Selain itu, santunan besar juga diberikan kepada ahli waris dari 162 penumpang pesawat AirAsia QZ8501 yang mengalami musibah di Laut Karimata pada 28 Desember 2014.

 

Ahli waris

Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama.

Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara. Alhasil negara juga wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Berdasarkan Pasal 852a KUH Perdata, ahli waris berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan.

Pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.

Kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orangtua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka.

Ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris.

Keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Jika korban kecelakaan pesawat tidak memiliki ahli waris, maka pembayaran santunan dan ganti rugi kecelakaan bisa ditangguhkan.[]

Advertisement
Advertisement