Sejak Januari Hingga Mei 2023, Hampir 600 Aduan Kasus PMI Masuk ke Crisis Centre
JAKARTA – Masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah PMI Ilegal alias bermasalah di luar negeri masih fluktuatif dan urung terselesaikan secara menyeluruh.
Berdasarkan data pengaduan Crisis Center Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2022, beberapa permasalahan yang dihadapi sepanjang 2019-2021 antara lain, gaji tidak dibayar, PMI gagal berangkat, perdagangan orang, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tindak kekerasan dari majikan, depresi atau sakit jiwa, penipuan peluang kerja, dan sebagainya.
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatatkan, terdapat hampir 600 atau persisnya 592 total pengaduan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk periode Januari-April 2023.
Secara bulanan, per April 2023 setidaknya tercatat ada 85 pengaduan. Angka tersebut lebih rendah 53% dibandingkan dengan posisi April 2022 sebanyak 180 pengaduan, dan juga turun dari posisi April 2021 sebanyak 119 pengaduan.
Berdasarkan data di atas, aduan paling banyak sempat terjadi di tahun 2019 yakni di angka 5.824 aduan. Kemudian turun drastis di tahun 2020 sampai 2021. Meskipun tahun 2022 jumlah aduan mengalami peningkatan namun angkanya masih jauh di bawah tahun 2019.
Secara rinci, sejak Januari tahun ini, sebagian besar PMI yang mengajukan pengaduan merupakan perempuan yakni sebanyak 372 pengaduan.
Jika dilihat berdasarkan negara penempatannya, pengaduan PMI paling banyak berasal dari Arab Saudi yang sebesar 156 pengaduan. Posisinya diikuti Taiwan dan Hong Kong masing-masing sebanyak 95 pengaduan dan 91 pengaduan.
Untuk diketahui, pekerja migran Indonesia (PMI) kerap disebut sebagai pahlawan devisa. Hal itu tak lepas dari besarnya remitansi dari para pekerja migran Indonesia setiap tahunnya.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, pekerja migran Indonesia menyumbangkan devisa sebesar US$9,71 miliar pada 2022. Jumlah remitansi tersebut naik 6,01% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak US$9,16 miliar. []