Sering Terjadi, Nagih Hutang Malah Dibui, Begini Cara untuk Menghindari
JAKARTA – Belum lama ini, heboh soal seorang perempuan asal Malang, Jawa Timur, Dian Patria Arum Sari, dituntut dengan 2,6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta karena menagih utang.
kejadian itu bermula dari Dian yang menagih utang sebesar Rp 25 juta kepada pria berinisial BPA melalui kolom komentar di akun Facebook istrinya, DIPR.
Namun, akibat komentar tersebut, DIPR kemudian melaporkannya ke Polres Pasuruan pada November 2020 atas tuduhan pelanggaran UU ITE.
“DIPR bilang akibat komentar saya itu ia merasa malu dan usahanya bangkrut. Tapi kan saya memang menagih uang saya. Karena selama ini saya menagih ke rumahnya, suaminya, BPA selalu mengelak,” kata Dian.
Adapun dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Dian telah melakukan tindak pidana karena mendistribusikan atau mentrasmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Perempuan asal Malang ini pun dijerat dengan Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Lantas, mengapa menagih utang bisa dipidana? Bagaimana cara menagih yang benar secara hukum?
Tagih utang dengan cara tertentu bisa dipidana
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, menagih utang sepanjang dilakukan dengan cara yang tidak melawan hukum, tidaklah masalah.
Sebaliknya, jika dilakukan sendiri dengan cara memaksa, maka termasuk perbuatan yang melanggar hukum.
“Karena meskipun kreditur (penagih) merasa mengambil miliknya, itu tetap merupakan perbuatan melawan hukum yang bisa diproses baik secara pidana maupun perdata,” jelas Abdul, seperti melansir Kompas.com.
Abdul melanjutkan, penagihan utang secara paksa hanya boleh dilakukan melalui pengadilan.
Apabila perkara utang-piutang telah sampai ranah pengadilan, barulah pihak pengadilan akan memaksa, menyita, atau mengambil alih harta debitur atau orang yang berutang.
“Artinya yang melakukan penyitaan itu pengadilan,” kata Abdul.
Menurut Abdul, kasus Dian yang dituntut 2,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta bukan “menghukum” karena telah menagih utang yang merupakan uangnya sendiri.
Melainkan, dalam rangka menghukum perbuatan atau cara menagih utang yang merugikan orang lain.
Cara menagih utang secara hukum
Dosen di Universitas Trisakti ini menerangkan, masyarakat dapat menagih utang melalui pengadilan agar terhindar dari perkara yang terjadi pada Dian.
Sebelum dibawa pengadilan, kata Abdul, penagih utang bisa memberikan teguran sebanyak tiga kali kepada pengutang untuk melunasi.
Teguran atau yang biasa disebut sebagai somasi ini bertujuan memberikan peringatan kepada orang yang berutang sebelum digugat ke pengadilan.
Jika terdapat barang jaminan dalam perjanjian utang-piutang, maka penagih bisa meminta kuasa dari yang berutang untuk menjualnya sebagai ganti pembayaran utang.
“Jika tidak diberikan, itu artinya ada sengketa. Debitur (pengutang) tidak mau bayar, maka dibawa ke pengadilan untuk digugat atau dieksekusi,” jelas Abdul.
Setelah melalui proses peradilan, selanjutnya harta benda milik pengutang bisa dilelang oleh pengadilan.
“Hasil lelangnya oleh pengadilan akan digunakan untuk membayar utangnya pada kreditur,” pungkasnya. []