Setelah Koma Selama 15 Hari, Nyawa Pariani, PMI Asal Alas Sari Tak Tertolong Lagi
BALI – Kadek Pariani, 32, pekerja migran Indonesia (PMI) atau yang oleh sebagian kalangan masih gemar menyebut TKW, asal Dusun Alas Sari, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng, dikabarkan meninggal setelah selama 15 hari mendapat perawatan medis. Keluarga pun kini tengah menanti pemulangan jenazah almmarhumah.
Informasi tersebut dibenarkan oleh ayah Pariani, Wayan Karidana, 55. Ditemui di rumahnya, Banjar Dinas Alas Sari, Desa Pacung, Karidana menyebut jika putri keduanya itu dikabarkan meninggal pada Minggu (24/6) lalu. Informasi itu ia terima dari keponakannya Kadek Restiti yang sama-sama bekerja sebagai PMI di Turki sekitar pukul 17.00 Wita.
“Informasi meninggal karena sakit pada dada hingga menjalar ke kepala. Sempat katanya mengalami koma. Sampai dirawat di rumah sakit selama 15 hari. Anak saya sakit apa kami juga belum tahu pasti,” ujar Karidana, sebagaimana diberitakan Buleleng Express, Selasa (26/6) siang.
Dikatakan Karidana, Pariani bekerja ke Turki sejak 2 Juni 2017 lalu. Putri keduanya dari sembilan bersaudara ini bekerja sebagai terapis spa di Turki. Namun ia tak tahu pasti apa nama perusahaan tempat putrinya bekerja.
Saat mengalami koma dan dirawat di rumah sakit, Karidana sempat menempuh pengobatan alternatif untuk kesembuhan putrinya yang sudah menjanda sejak beberapa tahun lalu. Dari penjelasan paranormal yang ia temui di Kutuh, Badung, konon agar diberikan kesembuhan keluarga harus membuatkan banten tetebus di Pura Prajapati dan Pura Dalem.
“Sudah saya lakukan itu. Bahkan beli banten satu juta rupiah. Kemudian menghaturkan banten Penebus di pura Prajapati dan Pura Dalem menggunakan ayam hitam. Ternyata tidak mempan. Sakitnya masih. Malah dikabarkan meninggal,” jelasnya.
Atas kondisi ini, Karidana merasa bingung, lantaran jenazah anaknya belum bisa dipulangkan. Sebab, kalaupun dapat dipulangkan, sudah barang tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Namun bila tak bisa dipulangkan, dirinya berharap agar jenazah sang anak bisa dikubur atau dikremasi di Turki. Sedangkan di rumah, dirinya akan tetap diupacarai dengan banten ngulapin di rumahnya.
“Kalau memulangkan jenazahnya hanya butuh uang Rp 10 juta kami bisa mengusahakannya. Tapi kalau lebih dari itu mau cari dimana. Seandanya bisa dikremasi di sana, berapa biaya kremasinya, kami belum tahu. Yang penting anak saya bisa diupacarai,” jelasnya.
Sementara itu, Made Srigati, ibu Kadek Pariani, mengaku sudah merasakan firasat buruk beberapa waktu yang lalu. Foto almarhum Pariani semasa hidup, yang ditempel di dinding kamarnya terjatuh di malam hari.
Bahkan Srigati juga pernah bermimpi buruk tentang anaknya. Dimana dalam mimpi itu, almarhum Pariani mengaku ketakutan. Ada sosok yang menarik-narik tangan sang anak. “Setelah mimpi itu saya langsung menelepon suruh dia pulang. Tidak usah lagi diperpanjang kontraknya. Mending cari kerja di Bali, dan dia mau. Katanya bulan Desember baru bisa pulang,” terangnya.
Kepada Srigati, Pariani juga sudah memiliki pacar di Turki. Bahkan mau menikah dengan orang Turki yang usianya lebih tua. Rencananya, habis menikah sang anak mau tinggal lagi di Turki. Srigati pun diminta menyiapkan enam ekor babi untuk mesesangi kalau dia sudah pulang nanti.
Di sisi lain, Kepala Dusun Alas Sari Ketut Roy mengatakan, hingga Selasa (26/6) pihaknya belum menerima kabar pemulangan jenazah warganya itu. Roy mengaku dirinya mendapatkan informasi meninggalnya Pariani dari ayah almarhum.
Kala itu Kariadana, ayah Pariani minta tolonhg dibuatkan surat pernyataan mengizinkan untuk menyabut selang oksigen dan membuka alat-alat medis yang dipasangkan di tubuh Pariani. Surat pernyataan mengizinkan membuka alat-alat medis itu dibuat hari Senin minggu lalu.
“Katanya dokter yang menangani mengatakan almarhum sudah koma selama dua minggu dan tidak bisa merubah keadaan. Ya kami fasilitasi, ditandatangi melaui perbekel lalu dikirim ke sepupunya melalui foto,” jelasnya.
Pada Senin (25/6) kemarin, orangtua almarhum Pariani kembali mendatangi Kadus Roy dan mengabarkan bila anaknya telah meninggal dunia. Mereka juga meminta surat keterangan tidak mampu, sebagai persyaratan untuk memulangkan jenazah ke Bali.
“Memang itu syarat yang diminta oleh KBRI di Turki biar jenazahnya bisa pulang. Seadanya biayanya mahal, lebih baik direlakan untuk dikremasi disana. Nanti diupacarai di Bali menyesuaikan. Mudah-mudahan bisa cepat di pulangkan,” tutupnya. [BX]